Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wacana libur sekolah selama bulan suci Ramadan diungkapkan oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti dalam rapat koordinasi tingkat menteri di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat di Jakarta pada Senin, 13 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Abdul Mu'ti mengatakan ada sejumlah usulan dari masyarakat terkait libur Ramadan. Misalnya, ada yang mengusulkan libur sekolah penuh selama Ramadan dan kegiatan anak-anak selama libur akan diisi dengan kegiatan-kegiatan keagamaan yang diselenggarakan di masyarakat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Usulan kedua adalah libur sebagian, misalnya tiga hari atau dua hari menjelang Ramadan sampai empat hari atau lima hari Ramadan pertama. Kemudian masuk seperti biasa dan menjelang Idul Fitri juga libur.
Terakhir usulan agar tidak ada libur sekolah selama Ramadhan. Pada intinya, kata dia, semua usulan itu masih akan dipertimbangkan dalam rapat lintas kementerian.
"Sudah kita bahas tadi malam lintas kementerian, tetapi nanti pengumumannya tunggu sampai ada SE bersama Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Agama, serta Kementerian Dalam Negeri. Tunggu sampai surat edarannya keluar, mudah-mudahan dalam waktu singkat," kata Mendikdasmen Abdul Mu'ti saat ditemui usai menghadiri Tanwir 1 Aisyiyah di Jakarta, Rabu.
Libur selama puasa untuk anak sekolah sudah dikenal dari masa penjajahan sampai 1978 ketika Daoed Josoef menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Menurut Antara, pada 1930 pemerintah penjajahan Hindia Belanda memutuskan untuk meliburkan sekolah selama sebulan penuh saat bulan Ramadan. Salah satu tujuan utamanya adalah untuk mengambil hati umat muslim Indonesia dan menghindari perlawanan umat muslim terhadap kolonialisme Belanda.
Libur selama bulan puasa sudah menjadi kebiasaan yang melekat di masyarakat Indonesia sejak dulu.
Bahkan Perang Jawa pun libur saat puasa. Pangeran Diponegoro berpesan kepada Letnan Gubernur Jendral Hindia Belanda Hendrik Mercus de Kock melalui utusannya Jan Baptist Cleerens bahwa selama bulan puasa ia tidak akan melakukan pembicaraan apapun terkait perang. Pertemuan hanya dilakukan untuk silaturahmi saja. De Kock pun menyetujui hal itu.
Namun sikap manis pemerintah kolonial ini mempunyai maksud politis agar Diponegoro mau menyerah tanpa syarat. "Tujuan menghalalkan segala cara," demikian tulis Peter Carey, sejarawan dan penulis Inggris yang mengkhususkan diri dalam sejarah modern Indonesia, dalam "Takdir: Riwayat Pangeran Diponegoro, 1785-1855".
Namun Pangeran Diponegoro tetap menolak untuk menyerah sehingga dua hari sebelum Lebaran pada 25 Maret 1830 ia ditangkap.
Libur Ramadan Ditiadakan
Gebrakan Daoed Joesoef, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan periode 1978-1983, ada dua. Pertama mengubah awal tahun ajaran baru dari Januari menjadi Juli, sehingga pada 1978-1979 seluruh siswa menempuh pendidikan selama 18 bulan untuk satu tahun pelajaran.
Kedua, ia meniadakan libur di bulan puasa. Ia mendapat tentangan keras dari berbagai pihak, termasuk tokoh-tokoh muslim, ketika ia memutuskan untuk menghapus libur sekolah sebulan penuh selama Ramadan.
Alasan para penentangnya saat itu, peniadaan libur sekolah selama Ramadhan akan mengganggu pelaksanaan ibadah puasa. Dalam pandangan mereka, bulan puasa adalah momen untuk meningkatkan pendidikan agama melalui kegiatan seperti pesantren kilat dan pendidikan nonformal lainnya.
Sementara Daoed Joesoef berpendapat, sekolah pun juga ibadah sehingga bisa dijalankan sambil berpuasa. Ia berpegangan pada perintah pertama Tuhan kepada manusia. Iqra’, bacalah, yang diartikan sebagai perintah Tuhan kepada manusia untuk belajar.
Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah segera menyiapkan paket khusus sebagai pengganti aktivitas belajar-mengajar bila pemerintah resmi memutuskan untuk meliburkan sekolah selama bulan suci Ramadan.
Ketua PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan paket khusus tersebut seperti kegiatan keagamaan di masjid maupun sekolah yang juga dalam pengawasan para guru atau tenaga pengajar, sehingga tetap terjadi pembinaan karakter kepada para peserta didik.
"Kami mendukung, tapi ada tiga poin penting bagi Muhammadiyah, Ramadhan harus tetap dijadikan arena untuk mendidik akhlak, budi pekerti, dan mendidik karakter," katanya saat ditemui di sela pembukaan Tanwir I Aisyiyah di Jakarta, Rabu.
Dia menilai ketiga poin tersebut penting karena generasi saat ini dilahirkan dari sistem Android, maka anak-anak dikhawatirkan menjadi tercerabut dari agama. Dengan begitu, PP Muhammadiyah memastikan paket khusus pengganti aktivitas belajar itu akan diterapkan oleh seluruh tingkatan satuan pendidikan di bawah naungan organisasi keagamaan ini.
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) akan membahas masalah libur sekolah di Ramadan dalam Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) pada 5-7 Februari 2025.
Ketua PBNU Ahmad Suaedy mengatakan isu-isu terkini yang hangat seperti wacana libur sekolah selama Ramadan hingga fenomena Koin Jagat akan menjadi salah dua pembahasan.
"Nanti 5 Februari kita akan Munas Konbes. Jadi ada berbagai masalah dibahas termasuk hal-hal seperti ini. Lalu baru kita akan secara form dari PBNU berpendapat. Sekarang masih ada diskusi-diskusi," ujar Ahmad Suaedy di Jakarta, Selasa.