Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Semen lagi, hilang lagi

Semen tiga roda dan cibinong, hilang dari pasaran di jakarta dan jawa barat. harga jadi melonjak. menteri perdagangan akan mencabut izin usaha perusahaan yang terbukti berspekulasi.(eb)

5 November 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BANYAK orang penasaran pada semen. Minggu lalu, di tengah hiruk-pikuk, melonjaknya harga semen dari harga pedoman setempat (HPS) Rp 2.850 jadi rata-rata Rp 3.500 per kantung di Jakarta dan Jawa Barat, Menteri Perdagangan Rachmat Saleh sempat mengeluarkan ancaman akan mencabut izin usaha perusahaan yang terbukti berspekulasi. "Kami terus akan mencari siapa biang keladi bencana ini," katanya. Acaman itu bisa dipahami mengingat kenaikan harga semen di daerah pusat produksi semen ini terjadi setidaknya tiga kali dalam tahun ini. Yang pertama, menjelang awal tahun ini, sebelum devaluasi yang kedua, tatkala Maret lalu HPS akan disesuaikan dan yang terakhir awal Oktober - persis sebulan setelah grup Indocement melaksanakan upacara besar peresmian pengoperasian tanur putar ke-6 di Citeureup, Bogor. Waktu itu bahkan disebut-sebut dengan pengoperasian tanur ke-6 itu berarti Indocement menambah kapasitas produksinya 1,5 juta ton lagi setiap tahun. Dengan demikian mereka akan menghasilkan semen sekitar, 4,7 juta setahun atau sekitar 40% dari total produksi sekitar 11 juta ton. Mengapa tiba-tiba suplai bisa kurang di Jakarta dan Jawa Barat? "Itulah yang membingungkan kami. Di atas kertas, semuanya diperkirakan cukup, ternyata di lapangan kurang," kata seorang anak buah Menteri Rachmat Saleh. Dia mengatakan, suplai buat Jakarta dan Jawa Barat rata-rata tiap bulan direncanakan sekitar 180.000 ton. Indocement mensuplai 60% dan Semen Cibinong 40 %. "September lalu, berdasarkan laporan pabrik, bahkan sudah disuplai 15 % di atas rencana, tapi tetap kurang," katanya lagi. Ke mana perginya, itulah yang kini masih diselidiki. Dia tak menolak kemungkinan adanya spekulasi. Dalam tata niaga semen, jika diusut, soal itu akan menyangkut setidak-tidaknya empat pihak: pabrik, agen pemasaran, distributor, dan toko pengecer. Sudwikatmono, direktur utama kelompok Indocement, cepat membantah begitu kemungkinan adanya spekulasi itu diramaikan. "Tak ada penimbunan di pabrik, kenaikan terjadi karena meningkatnya daya beli di atas 30%, dari biasa," katanya. Dia mengatakan, Indocement malah sudah mensuplai habis-habisan produknya. "Kami bahkan sudah meminta karyawan kerja lembur sampai pukul 02.00 dinihari untuk menaikkan produksi, tapi karena permintaan besar, jadi tak cukup," katanya. Tak hanya itu, penghasil semen Tiga Roda ini juga telah mengalihkan pengiriman ke luar Jawa. Jawaban serupa dikemukakan pula oleh direktur muda PT Semen Cibinong, M. Rachman Mohamad. Dia malah meragukan penimbunan oleh produsen, terutama oleh Cibinong, karena hampir semua penjualan dilakukan dengan sistem kontrak pada proyek atau distributornya. "Selama ini belum terdengar keluhan dari proyek karena kekurangan semen," kata Rachman. Itu artinya, menurut dia "distribusi semen cap Kujang lancar." Seorang staf di PT Semen Tiga Roda Prasetya, agen pemasaran Indocement, mengisyaratkan, "tipis" kemungkinan distributor akan berani menimbun semen. "Risikonya besar. Salah-salah kelamaan sedikit, semen bisa jadi batu," katanya. Di Jakarta, Prasetya punya 30 distributor. "Mereka sudah kami ingatkan agar tak mengambil keuntungan besar," kata staf itu. Prasetya, katanya, menjual semen kepada distributor Rp 2.670 per kantung. Para distributor dibolehkan menjual dengan untung paling banter Rp 50 per kantung "Bahkan ketika pasar lesu, ada yang menjual modal," katanya. Dengan cara itu, pengecer bisa menjual harga sesuai dengan HPS, sekitar Rp 2.850 per kantung. Benarkah kini pengecer untung besar? "Tidak benar. Kami beli memang sekitar Rp 2.700 per kantung dari distributor, tapi itu dikirim setelah sebulan setor," kata Hendarmin, pemilik toko Bina Bangunan di Pondok Labu, Jakarta Selatan. Dia, seperti juga beberapa pengecer lain, paling cepat menerima semen setelah tiga minggu membayar ke distributor. "Jadi, tidak salah kalau kami jual agak mahal karena, setelah dihitung, modalnya juga mahal," katanya sengit. Betapapun dia mengaku, setelah gejolak harga pekan lalu, terasa gairah menjual semen."Biasanya, kami untung paling sekitar Rp 50 sekantung, tapi sekarang bisa juga Rp 250," katanya. Dia menilai bahwa itu wajar karena barang (semen) memang sulit diperoleh. Pengecer lain di Jalan Fatmawati, Jakarta Selatan, menganggap sistem distribusi sebagai salah satu yang harus diperbaiki agar suplai semen terjamin. "Sistem sekarang ini harus diubah karena mengharuskan pengecer menghitung biaya uang yang tertahan di tangan distnbutor," katanya. Lagi pula, "apa sih repotnya mensuplai dengan cepat semen ketangan kami, 'kan jaraknya juga hanya sekitar 60 km," katanya. Gayung pun bersambut. Tiga Roda pekan lalu mulai melancarkan crashprogram mengirim sekitar 2.000 ton semen ke 170 pengecer di Jakarta. Dan ternyata, seperti yang dikemukakan seorang distributor Cibinong kepada TEMPO, "produsen bisa melakukannya." Jadi, mengapa selama ini distribusi agak lama berjalan, "itulah yang perlu diusut," katanya lagi. Begitulah, kisah semen yang mirip dongeng sang bangau, sang kodok, dan sang hujan itu sementara beakhir. Sampai lain kali.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus