Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Seratus persen lokal

Telah berdiri sebuah security house, namanya: PT Pentasena Arthasentosa. Preskom dijabat Ny Siti Hediati. Mereka boleh berdagang saham, menjadi pialang atau menjadi penjamin emisi di bursa.

3 Februari 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERUSAHAAN yang antre untuk mendapatkan izin security house tak berkurang jumlahnya. Memang, ini adalah bentuk usaha yang memungkinkan mereka bergerak bebas di lantai bursa. Mereka boleh berdagang saham, menjadi pialang, atau menjamin penjualan saham perusahaan yang akan go public. Ciri khas yang tampak adalah, rata-rata perusahaan baru itu mengundang modal asing untuk diajak berpatungan. Misalnya Nomura dan Wanandi, Jardine Fleming dan Rajawali, atau James Capel dan perusahaan farmasi Tempo Group. Tapi pekan lalu, tanpa gembar-gembor, telah diluncurkan sebuah security house yang murni lokal. Namanya: PT Pentasena Arthasentosa. Pemegang sahamnya 12 orang, 9 di antaranya adalah alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Salah satu yang paling dikenal dari grup sembilan itu adalah Ny. Siti Hediati, putri kedua Presiden Soeharto. Ia bertindak sebagai Presiden Komisaris Pentasena, yang menyetor 20% dari modal Rp 2 milyar yang digunakan. "Kami sudah mendapat izin untuk menjadi penjamin emisi sejak Desember kemarin," kata Tito Sulistio, direktur pelaksananya. Cuma, sementara ini, Pentasena belum menjalankan fungsinya sebagai underwriter alias penjamin bagi saham perusahaan yang akan go public. "Kami mengutamakan pelayanan pada nasabah," kata Tito berdalih. Untuk itu, ia membangun sebuah ruang transaksi mini di kantornya, yang memantau semua gerak-gerik bursa. Di situ kliennya bisa langsung bertransaksi tanpa harus berdesakan di galeri. Tito menyediakan pula sejumlah tenaga, untuk menganalisa harga saham. Ujung-ujungnya, ia menerbitkan company profile dan setiap perusahaan yang terdaftar di bursa. Selain itu, Tito menjanjikan pembayaran yang lebih cepat buat nasabahnya. "Tiap kali transaksi, kami sediakan giro mundur 4 hari," katanya. Ia mengaku mengalokasikan sekitar Rp 400 juta untuk itu. Pembayaran yang lambat memang penyakit kronis, yang selalu dikeluhkan investor jika menjual saham. Upaya membayar lebih dulu uang nasabah itu tak cuma dilakukan Tito. PT Sinar Mas Eka Graha, yang termasuk Grup Eka Tjipta Wijaya, malah berani membayar kontan setiap kali ada nasabah yang menjual saham. "Itu kiat untuk menjaring pelanggan, maklum perusahaan baru," kata Monang L. Tobing, kuasa anggotanya. Monang saat ini juga sedang menunggu izin untuk bisa menjadi penjamin emisi. Dan ia juga tidak berpatungan dengan pihak asing.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus