HARI pertama setelah tahun baru Imlek, bagaikan petasan bermuatan TNT, transaksi di lantai Bursa Efek Jakarta meledak keras sekali. Untuk yang pertama sepanjang 12 tahun sejarah bursa, nilai transaksi dalam sehari mencapai Rp 205 milyar lebih. Ini kejutan besar di tengah lembeknya pasar. Transaksi di bursa, sejak akhir minggu lalu, boleh dibilang lesu, terserang libur Imlek. Sepanjang pekan silam, nilai transaksi cuma Rp 26 milyar lebih. Ini baru sepertiga dari pekan sebelumnya, yang mencetak angka Rp 75,7 milyar. Sebagian besar duit yang berputar di sini memang mengalir dari Hong Kong. Tak heran jika suasana tahun baru di negeri koloni itu ikut mempengaruhi pasar. "Kamis minggu depan baru pulih," kata Hendarmin Respati, pialang dari PT Deemte Arthadarma, yang biasa menangani order Hong Kong. Di luar dugaan semua orang, mendadak hari Senin awal pekan ini ceritanya jadi lain sama sekali. Transaksi melonjak tajam, namun suasana buursa tidak kita temukan. Apa yang terjadi sesuai dengan rencana: Senin itu dicatatkan saham PT Semen Cibinong, yang baru saja melepas 14 juta lembar sahamnya melalui emisi ketiga. Nah, saham Cibinong inilah yang mencetak sejarah. Sepanjang hari itu ia mencatat transaksi senilai Rp 203 milyar lebih. Gebrakan mulai terasa satu jam setelah transaksi dimulai. Di papan saham Cibinong tercetak angka gajah, 699.500 lembar saham yang berpindah tangan dengan harga Rp 10.725 per lembar. Pemborongnya adalah Merchant Investment Corporation (Merincorp). "Itu pesanan 19 lembaga pemodal asing," tutur C.M. Djoko Wibowo, Presiden Direktur Merincorp, ketika ditemui TEMPO. Namun, sepuluh menit sebelum babak pertama transaksi usai, yakni tepat pukul 12.00 siang, terjadilah kegemparan. Di papan Cibinong muncul lagi angka raksasa, yang jauh lebih besar dari yang pertama: 18.994.050 lembar saham. Adalah Bank Ekspor Impor Indonesia atau BEII yang membeli dengan harga Rp 10.000 pas, sama dengan harga perdana. Yang membuat orang di lantai bursa bertanya-tanya ialah, siapa pencipta transaksi raksasa senilai Rp 189,94 milyar itu. Agak susah diketahui karena BEII melakukan transaksi tutup sendiri. Artinya, transaksi itu terjadi di antara para nasabah BEII, tanpa melibatkan pialang lain. Maka, sebagian pialang menggerutu, bahkan berang. "Kalau transaksi tutup sendiri, harganya jangan dibanting begitu, dong," kata Agus Salim Abbas, broker dari PT Nursalim Lestari. Bantingan BEII atau Bank Eksim ke harga Rp 10.000 itu jelas menjengkelkan banyak orang. Mereka memperkirakan, harga Cibinong masih akan menanjak lagi. Alasannya, order asing, yang melimpah sampai 31 juta saham, baru terpenuhi sekitar 6,8 juta lembar. Sesuai dengan pola umum yang berlaku selama ini, pemodal asing tentu akan memburu Cibinong untuk menggenapi permintaan itu. Nah, barulah harga ikut melompat. Tapi yang terjadi justru transaksi diam-diam. Tepatnya transaksi antara dua pihak. Spekulasi pun marak, sementara orang-orang Eksim semuanya tutup mulut. "Saya tak tahu," kata Guritno, yang menjadi Kuasa Anggota Eksim di bursa. Demikian pula Merincorp. Lembaga keuangan bukan bank (LKBB) yang menjadi penjamin utama emisi ketiga Semen Cibinong ini tak bisa menjelaskan transaksi itu. "Tanya saja pada Eksim," tutur Djoko. Al Njoo, salah satu Direktur PT Semen Cibinong, juga tak mau bicara banyak. Njoo, yang siang itu memantau transaksi dari galeri bersama Horas Simatupang, salah seorang direktur muda BEII, meminta waktu untuk membuat pernyataan resmi lewat konperensi pers. "Sebagai perusahaan publik, kami memang harus terbuka. Tapi beri saya waktu untuk mengumumkannya," ujar Njoo sambil membersihkan kaca mata. Jika ditengok prospektus yang diterbitkannya untuk emisi ketiga, maka segera bisa diketahui bahwa cuma ada satu badan yang menyimpan 18.994.050 lembar atau 28,09 persen saham. Itulah PT Semen Gresik. Jumlah 18.994.050 itu persis seperti yang tertera di papan transaksi. Direktur Niaga PT Semen Gresik, Ir. Abdullah Akhmad, membenarkan bahwa pihaknya memang ingin menjual saham Cibinong. "Kami perlu dana untuk membangun pabrik baru," kata Akhmad. Ini perlu, mengingat banyaknya kebutuhan semen di Jawa Timur, yang ditaksir mencapai 3 juta ton dua tahun mendatang. Sedangkan kapasitas Semen Gresik sekarang cuma 1,5 juta ton. Mau diperluas tak mungkin. Lokasinya sudah mepet dengan perumahan. "Kami akan membangun pabrik baru di Tuban," kata direktur utamanya, Ir. Anang Fuad Rivai, pada TEMPO. Nah, pabrik baru butuh duit. Dihitung-hitung, mereka perlu sekitar Rp 300 milyar. Itu sebabnya, Semen Gresik berencana segera go public. Tapi itu pun tak cukup. Jalan keluarnya, ya, menjual saham Semen Cibinong yang dimilikinya sejak 1971. Pada mulanya, Semen Cibinong memang perusahaan patungan antara Semen Gresik dan Kaiser Cement & Gypsum Co. Setelah serangkaian pindah tangan, saham Kaiser akhirnya jatuh ke pangkuan Hashim Djojohadikusumo, yang saat ini menjabat Presiden Direktur Semen Cibinong. Dalam pada itu, porsi Semen Gresik tak diutik-utik, sampai Senin siang, ketika 28,09 persen saham yang dimilikinya terjual habis. Maka, Semen Gresik bisa segera mendapat dana tunai. Apalagi hal itu dimungkinkan dengan company listingnya Semen Cibinong. Ini berarti seluruh saham perusahaan bisa diperdagangkan di lantai bursa. Cuma, cara penjualan diam-diam itulah yang banyak dikeluhkan orang di lantai bursa. Mereka menilai, seharusnya penjualan saham sebesar itu tidak dilakukan di pasar sekunder, melainkan dilepas berbarengan dengan 14 juta saham, melalui emisi yang baru lewat. Yang perlu disingkap ialah, siapa yang mengambil alih saham Semen Gresik itu. Ternyata, sang pembeli adalah lembaga lokal. Sebuah sumber TEMPO malah menyebut BEII sendirilah yang akan mengempitnya. "Mereka punya banyak duit," ujarnya tak berkedip. Yopie Hidayat dan Jalil Hakim (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini