Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Jaringan Transnational Palm Oil Labour Solidarity (TPOLS) mencatat kondisi kerja di perkebunan sawit di Indonesia saat ini banyak yang tidak berpihak kepada buruh perempuan dan sering mendapatkan beban berlipat. Pasalnya, perempuan kerap ditempatkan di bagian perawatan kebun serta bagian pemupukan dan penyemprotan pestisida. Hal ini masih ditemukan sepanjang tahun 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Koordinator TPOLS Rizal Assalam mengatakan untuk perkebunan sawit berskala besar, para buruh perempuan harus menghabiskan puluhan hingga ratusan ribu kilogram pupuk setiap hari. Selain itu, ia menyoroti risiko kesehatan yang dihadapi para buruh, karena mereka bekerja selama belasan jam di dekat bahan kimia tanpa perlengkapan pelindung diri yang memenuhi standar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Juga tanpa pemeriksaan kesehatan yang memadai, serta keterbatasan fasilitas kesehatan yang disediakan," katanya dalam konferensi pers catatan akhir tahun buruh perkebunan sawit 2024 lewat Zoom pada Jumat, 27 Desember 2024.
Menurut Rizal, kondisi tersebut juga berdampak pada kesehatan reproduksi bagi perempuan. Pasalnya, di daerah perkebunan sawit kerap tidak disediakan fasilitas air bersih yang bisa digunakan perempuan, terutama ketika menstruasi. Dampaknya, buruh perempuan harus bertahan delapan jam atau lebih menggunakan pembalutnya.
"Akses air yang tersedia itu menggunakan parit-parit kecil untuk mengalirkan pengairan di dalam kebun, yang di situ terkontaminasi oleh racun, pestisida, dan pupuk kimia," tuturnya.
Selain itu, Pengurus Serikat Pekerja Sawit Indonesia Dianto Arifin mengungkapkan buruh perempuan sering kali harus membeli sendiri perlengkapan kerja mereka, seperti masker, sarung tangan, sepatu boots, dan apron, sebelum mulai bekerja. Dianto menambahkan bahwa para buruh ini harus mengeluarkan biaya hingga ratusan ribu rupiah untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
"Mereka dibebani atau diwajibkan menyelesaikan target kerja tanpa memperhitungkan waktu kerja. Seorang buruh pupuk ditarget 4 sampai 5 hektare sesuai takaran pupuk pada pokok sawit," ucap dia.
Oleh karena itu, Serikat Pekerja Sawit Indonesia berharap perusahaan dapat menyediakan pelatihan bersertifikasi bagi buruh yang bekerja langsung dengan bahan kimia, terutama buruh perempuan di bagian pemupukan.
Selain itu, Serikat Pekerja juga menilai perusahaan seharusnya memberikan layanan pemeriksaan kesehatan (medical check-up) gratis setiap tiga bulan sekali untuk mendeteksi secara dini dampak paparan bahan kimia yang dialami para buruh perempuan.