Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Angga Hermanda, Ketua Departemen Bidang Politik dan Hukum Serikat Petani Indonesia (SPI), mengungkapkan bahwa alasan pemerintah mengimpor beras dari luar negeri karena fenomena El Nino dan penurunan produksi, tidak dapat diterima oleh para petani. Partai Buruh bersama Serikat Petani Indonesia (SPI) menggelar aksi unjuk rasa di depan Kementerian Pertanian dan Badan Pangan Nasional, pada Jumat, 19 Januari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Tidak bisa kita terima karena sesungguhnya di lapangan kita petani tetap memanen dan harga kita sedang bagus-bagusnya,” ujar Angga saat ditemui di lokasi unjuk rasa. Menurut Angga, saat harga sedang bagus di tingkat petani, lanjutnya, tiba-tiba harga gabah langsung anjlok karena adanya isu impor beras.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Gabah kita di kisaran Rp 7 ribu sampai Rp 8.600 (per kilogram),” Angga melanjutkan. Lebih lanjut, Angga juga mengungkapkan jika impor beras menyebabkan petani mengalami kebangkrutan. Hal ini disebabkan oleh penurunan drastis harga gabah dan peningkatan biaya produksi yang semakin tinggi.
"Ini membuat petani bangkrut. Pupuk kita sulit dapat, harganya juga mahal. Sementara, biaya produksi meningkat. Harga gabah yang sedang bagus anjlok dan hancur dengan kebijakan impor ini," tutur Angga.
Angga mengemukakan bahwa sejak isu impor beras mencuat pada November 2023, tercatat penurunan signifikan harga gabah di tingkat petani pada bulan Januari 2024. Contohnya, di Indramayu, harga gabah merosot menjadi Rp 6.500 per kilogram.
Sementara di Banten mencapai sekitar Rp 6.700 per kilogram. Sebelumnya, petani menikmati harga gabah berkisar antara Rp 7 ribu hingga Rp 8.600 per kilogram.
Di samping itu, serikat petani mendesak pemerintah untuk meningkatkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah. SPI mengusulkan peningkatan HPP untuk gabah kering panen (GKP) dari Rp 5 ribu per kilogram menjadi Rp 7 ribu per kilogram.
“HPP dinaikkan, jangan Rp 5 ribu lagi. Kenapa? Agar Bulog dapat menyerap gabah petani, CPP (Cadangan Pangan Pemerintah) berasal dari gabah petani, bukan impor,” ia menegaskan.
Dalam unjuk rasa hari ini, kurang lebih ada 700 massa yang terdiri dari serikat buruh dan petani. Mereka menilai jika keputusan pemerintah untuk impor beras dinilai merugikan para petani.
“Tolak impor beras, tolak impor beras sekarang juga,” seru para petani dan buruh, dalam aksi unjuk rasa.
Pada tahun 2023, pemerintah menetapkan Perum Bulog untuk melakukan impor beras dalam jumlah besar, mencapai total 3,5 juta ton, yang akan digunakan sebagai cadangan stok beras pemerintah.
Tugas ini dilaksanakan dalam dua tahap, dimulai pada bulan Maret 2023 dengan kuantitas 2 juta ton, dan dilanjutkan pada bulan Oktober 2023 dengan penambahan 1,5 juta ton. Selain itu, pada bulan Desember 2023, pemerintah juga memerintahkan Bulog untuk mengimpor 500.000 ton beras, dan sekitar 300.000 ton dari jumlah tersebut terealisasi pada tahun 2023.
Pilihan Editor: Lumbung Ikan Nasional di Maluku Batal Diwujudkan SBY dan Jokowi, Anies: Akan Kami Bangun