Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JANJI kampanye itu dipenuhi Nestor Kirchner melalui pengumumannya pada 15 Desember lalu. Presiden Argentina itu menyatakan akan melunasi seluruh sisa utangnya kepada Dana Moneter Internasional (IMF) hingga akhir tahun, senilai US$ 9,81 miliar—atau hampir Rp 90 triliun.
Keputusan membayar lebih cepat dari jadwal itu diambil- untuk membebaskan negeri itu dari berbagai syarat dan tuntutan IMF yang dianggap memberatkan dan terlalu mengintervensi. Tindakan ini juga akan menyelamatkan anggaran negara lebih dari US$ 842 juta, sebagai bunga utang.
Pembayaran ini menggerus ca-dang-an devisa mereka yang ”cuma” US$ 26 miliar. Tapi janji pe-ngurangan utang ini membuat Nestor Kirchner sukses duduk di kursi presiden pada Mei 2003, me-ngalahkan 18 pesaingnya, termasuk mantan presiden Carlos Menem. Dengan program ini Nestor, yang keturunan imigran Swiss dan Kroasia, mampu mengatasi isu pribumi dan nonpribumi.
Utang kepada IMF mencapai 9 persen dalam komposisi utang luar negeri Argentina, yang sempat menyatakan diri bangkrut pada 2001. Ketika itu mereka menanggung tumpukan utang US$ 102,6 miliar. Setelah Nestor berkuasa, ia segera memulai negosiasi dengan menyatakan bahwa negerinya hanya sanggup membayar tak lebih dari US$ 41,8 miliar.
Pemerintahan Nestor juga menu-ding IMF harus ikut bertanggung jawab atas kegagalan total pada 2001 itu. Sebab, ternyata resep yang diberikan lembaga itu untuk mengatasi krisis melalui reformasi ekonomi sama sekali tak manjur, sebaliknya justru memperdalam krisis dan semakin menjebak mereka dengan utang yang terus bertambah.
Penilaian yang sama ternyata menjadi kesimpulan penelitian yang dilakukan oleh tim evaluasi independen dari IMF sendiri. Melalui laporan pada Juni 2005, mereka me-nemukan penanganan krisis di Argentina justru memperburuk keadaan dan memperpanjang resesi.
Argentina tak sendirian. Sebab, dua hari sebelum peng-umuman Nestor, ternyata Brasil juga menyatakan hal yang sama: ingin segera melunasi sisa utang mereka ke IMF se-besar US$ 15,46 miliar. Bedanya, Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva sedikit lebih lembut. Ia menyatakan masih akan menjaga hubungan baik dengan IMF, termasuk melalui sejumlah kerja sama proyek.
Pembayaran itu maju dua tahun lebih cepat dari jadwal, dan diperkirakan mampu menghemat beban bunga hingga lebih dari US$ 900 juta. Banyak yang menilai langkah Lula merupa-kan awal kampanyenya untuk maju kembali dalam pemilihan umum pada akhir 2006.
Apalagi hanya dua pekan setelah pengumuman soal IMF itu, Lula kembali menyatakan segera melunasi pula sisa utang mereka kepada para kreditor- yang tergabung dalam Paris- Club, sebesar US$ 2,6 miliar. Pembayaran ini diharap bisa menghemat anggaran untuk bunga hingga US$ 100 juta.
Tapi, di luar soal kampanye itu, pundi-pundi cadangan devisa Brasil memang sedang menggelembung. Dari hanya sekitar US$ 14 miliar pada 2003, cadang-an itu melesat hingga US$ 66,7 miliar pada akhir 2005.
Y. Tomi Aryanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo