Presiden Soeharto mengimbau masyarakat untuk melu handarbeni jalan tol. Jadi jangan kaget kalau tarif tol dinaikkan. YANG namanya jalan tol kini semakin terasa sebagai suatu kebutuhan. Meningkatnya jumlah penduduk, dibarengi permukiman yang semakin melebar dan terpencar-pencar, telah memperbesar kebutuhan akan jasa angkutan. Sementara itu, kemampuan Pemerintah membangun jalan-jalan tol terbatas sehingga investor swasta mulai dilibatkan untuk membangun proyek besar tersebut. Dan kini, masyarakat pemakai jalan juga diimbau untuk turut melu handarbeni alias merasa ikut memiliki jalan tol. Hal ini diutarakan oleh Presiden Soeharto, Senin pekan lalu, seusai meninjau jalan tol Cibitung-Cikampek. "Kalau ada kenaikan tarif, jangan dirasakan sebagai pembebanan yang berat. Karena kenikmatan yang dirasakan rakyat pengguna jalan tol seyogianya dibarengi tanggung jawab untuk bersama-sama memikul pengembalian investasinya," kata Kepala Negara. Pada hari itu juga, Presiden memberi isyarat bahwa tarif jalan tol akan dinaikkan sesudah Idul Fitri. Bisa diduga bahwa tarif tol Jakarta-Cikampek itulah yang dalam waktu dekat akan dinaikkan. Ir. Fatchur Rochman, Presdir PT Bangun Cipta Sarana, (BCS) yang membangun jalan tersebut, pertengahan Maret lalu telah mengatakan kepada TEMPO bahwa tarif Rp 5.000 (untuk sedan) dan Rp 8.000 (untuk truk dan bis) sudah waktunya dinaikkan. Alasannya, tarif tersebut ditetapkan pada September 1988, ketika jalan antara Cibitung dan Cikampek (47,5 km) masih dua arah. Sejak dua pekan lalu, jalan tersebut sudah ditingkatkan menjadi dua badan jalan yang terpisah dan juga sudah dilengkapi tempat pemberhentian, air, pos-pos penjagaan keamanan. "Artinya, kan pelayanan sudah meningkat," kata Rochman. Lagi pula, tarif itu hanya 30% dari perhitungan biaya pemakai jalan alternatif (Pulogadung-Cikampek via Bekasi). Adapun untuk penambahan pelayanan itu, pihak BCS bersama Jasa Marga telah mengeluarkan Rp 78 milyar, 65% di antaranya berupa pinjaman dari Bapindo dengan bunga 19% per tahun. Sedangkan untuk investasi tahap pertama dulu, BCS telah mengeluarkan biaya sekitar Rp 176 milyar sehingga total investasi sekitar Rp 250 milyar. Pendapatan jalan tersebut tahun 1989 Rp 25 milyar, tahun 1990 diperkirakan tak kurang dari Rp 35 milyar. Menurut Rochman, pihak BCS berhak menerima 69% dari pendapatan jalan selama 26 tahun (termasuk tiga tahun masa pembangunan). Itu berarti baru pada tahun 2114 nanti, jalan tersebut diserahkan kepada Jasa Marga, yang sementara ini menerima 31% dari pendapatan. Tapi, "Mulai Juli tahun ini kami sudah diharuskan mencicil utang pokok," sambung Rochman. Tampaknya, jalan tol Jakarta-Cikampek ini akan menyaingi Jagorawi, yang tahun 1989 menghasilkan Rp 33,8 milyar. Namun, pendapatan BCS masih kalah dibandingkan Citra Marga Nusaphala Persada yang mengelola jalan tol Tanjungpriok-Cawang-Grogol. Jalan tol swasta pertama itu, menurut Media Indonesia, pada tahun 1990 (Maret-Desember saja) telah menghasilkan Rp 60 milyar. Pihak CMNP mendapat 75% dari situ, padahal dari 33 km panjang jalan, hanya 14 km yang dibangun olehnya. Lalu, apakah dengan isyarat Presiden tersebut di atas, tarif tol Jakarta-Cikampek akan segera dinaikkan? Menurut Dirut Jasa Marga Soehartono, pihaknya tidak akan begitu saja menaikkan tarif seperti yang diinginkan investor. "Kami meninjau dua sisi, yakni dari sisi pihak pengusaha dan sisi kepentingan masyarakat. Reputasi kami bisa gagal kalau keseimbangan antara kedua sisi ini tidak terjaga," katanya. Namun, jika usul kenaikan itu dinilai cukup beralasan, akan diteruskan kepada Departemen PU. Menurut Dirut Jasa Marga, tarif tol maksimal 70% dari perhitungan biaya pemakai jalan alternatif bukan tol. Kenyataannya, yang ditetapkan sekarang paling tinggi hanya 55% (jalan tol ke Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta). Tarif tol Jagorawi hanya 39%. Namun, kepentingan Jasa Marga, yang menyertakan modal untuk pembangunan jalan tol, juga diperhitungkan. Menurut Dirjen Bina Marga, Ruslan Diwiryo, kenaikan biaya pembangunan jalan tol belakangan ini sangat pesat. "Biaya pembuatan sekarang berkisar Rp 5 milyar-Rp 20 milyar per km, tergantung keadaan tanah dan jenis konstruksinya," kata Ruslan. Ditambahkannya, tarif akan ditinjau setiap tiga tahun. "Kalau setiap tahun, secara administratif tidak efisien karena tiap kali akan keluar keputusan presiden. Sedangkan kalau lima tahun, waktunya terlalu lama dan kenaikannya yang terlalu besar," katanya. Menurut Ruslan, pihak Departemen Pekerjaan Umum akan memproses usul kenaikan tarif dengan mempertimbangkan tiga faktor utama: inflasi, kenaikan biaya operasi, dan nilai tukar uang. Ruslan menambahkan, jalan tol sudah merupakan kebutuhan yang tak dapat ditunda. Bahkan, jalan-jalan yang relatif masih di bawah kepadatan 20.000 kendaraan per hari juga perlu ditolkan. Misalnya jalan Cikampek-Cirebon, sepanjang 140 km, yang akan menelan investasi US$ 473 juta atau Rp 900 milyar lebih. Dari Cirebon jalan tol ini akan diteruskan ke Surabaya hingga Pasuruan. Dari Semarang jalan tol mungkin akan mengikuti jalan pantai utara (Pati), atau mengikuti jalan raya selatan (via Surakarta-Ngawi-Jombang), atau meretas jalan baru di tengah kedua jalur tadi (via Purwodadi lurus ke Bojonegoro). Investasi untuk itu diperkirakan akan menelan US$ 1.762 - US$ 1.795 juta. Sementara itu, di Jakarta juga masih akan dikembangkan jalan tol sambungan Bandara Soekarno-Hatta ke pelabuhan (investasinya US$ 550 juta), Lingkar Luar Jakarta (US$ 822,7 juta), Grogol-Pluit (US$ 131,7 juta). Selain itu, jalan tol Jagorawi akan diteruskan ke Bandung via Sukabumi dengan perkiraan investasi US$ 377,9 juta. Dari Cikampek akan dibangun jalan tol ke Padalarang (investasi US$ 298,6 juta). Di Surabaya pembangunan jalan tol akan dilanjutkan ke Mojokerto-Gempol-Pasuruan, Gempol-Malang. Jalan-jalan tersebut, menurut Soehartono, kini diperebutkan 15 investor swasta.Max Wangkar, Indrawan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini