Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Silicon Valley Bank dan sejumlah bank di Amerika Serikat dihantam krisis.
Krisis perbankan memicu kepanikan pasar dan bisa berdampak sistemik.
Bank sentral akan menghadapi dilema besar.
KRISIS perbankan punya satu karakteristik berbahaya: memicu kepanikan. Jika tak teratasi segera, kepanikan berisiko meletupkan krisis yang lebih luas. Karena itu, pasar finansial di seluruh dunia mencermati dengan saksama krisis sejumlah bank yang tengah merebak di Amerika Serikat pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Awalnya adalah bangkrutnya Silvergate Bank pada awal Maret lalu. Tak muncul banyak gejolak ketika bank kecil beraset US$ 11 miliar ini tutup. Lain cerita ketika Silicon Valley Bank (SVB) dan Signature Bank ambruk pada Jumat, 10 Maret lalu. Keduanya bank kelas menengah di Amerika. Per akhir 2022, aset SVB sebesar US$ 212 miliar, sementara Signature US$ 110 miliar. Bubarnya dua bank ini membuat kepanikan menyebar cepat, mengguncang perbankan, hingga merambat ke pasar keuangan. Harga berbagai saham, terutama saham bank, berjatuhan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tak ada batas geografis yang dapat menghalangi penyebaran kepanikan. Ketika pasar di Amerika belum selesai terguncang-guncang, satu bank besar Eropa yang eksis sejak 1865 ikut terseret ke dalam krisis. Credit Suisse Bank memang sudah terbelit berbagai masalah salah urus lima tahun terakhir. Bank asal Swiss ini harus menelan kerugian US$ 7,6 miliar tahun lalu.
Bank yang sedang tertatih-tatih ini pun terkena pukulan hebat ketika guncangan pasar menyeberangi Samudra Atlantik. Rabu, 15 Maret lalu, harga saham Credit Suisse ambles 25 persen dalam sehari. Untungnya, bank sentral Swiss cepat menyelamatkan Credit Suisse dengan menyuntikkan dana US$ 54 miliar. Esoknya, kepanikan mereda. Harga saham Credit Suisse bahkan membal naik hingga 40 persen.
Kisah penyelamatan serupa bergulir di Amerika Serikat pada hari-hari yang sama. Satu bank lagi terseret kegalauan pasar karena tutupnya SVB dan Signature. Harga saham First Republic Bank melorot hingga sekitar 80 persen hanya dalam tempo 10 hari. Untungnya, Kamis, 16 Maret lalu, datang kesatria penyelamat bagi First Republic: bank-bank besar dari Wall Street. Ada enam bank yang bersedia menaruh deposito total senilai US$ 30 miliar di First Republic untuk meredakan kepanikan nasabah dan pasar.
Sebelumnya, ketika SVB dan Signature tutup, kepanikan tak cuma melanda perbankan dan pasar keuangan. Mulai merebak pula krisis kepercayaan terhadap sistem finansial Amerika secara keseluruhan. Kementerian Keuangan Amerika, The Federal Reserve, dan Federal Deposit Insurance Company (FDIC) akhirnya memutuskan ada risiko sistemik yang mengancam meruntuhkan seluruh sistem keuangan. Sederhananya, ada kemungkinan besar nasabah bank-bank lain berbondong-bondong menarik simpanan mereka karena kepercayaan sudah runtuh.
Jika penarikan dana besar-besaran ini juga menimpa bank-bank yang lebih besar, seluruh sistem akan ambruk. Untuk mencegahnya, pemerintah Amerika mengambil kebijakan yang mengejutkan pasar: mengganti semua dana nasabah yang tersimpan di SVB dan Signature. Padahal undang-undangnya jelas, hanya deposito senilai maksimal US$ 250 ribu yang seharusnya mendapat perlindungan asuransi FDIC, lembaga penjamin simpanan nasabah bank di Amerika. Nilainya pun tak main-main. Di SVB, deposito yang seharusnya tidak mendapat jaminan mencapai 93,8 persen dari total atau senilai US$ 151,6 miliar. Sedangkan di Signature sebesar US$ 79,5 miliar (89,3 persen).
Selain itu, The Fed mengguyur sistem perbankan Amerika dengan bantuan likuiditas besar-besaran. Dalam sepekan, The Fed menggelontorkan pinjaman US$ 153 miliar untuk perbankan Amerika. Ini rekor tertinggi, jauh lebih besar ketimbang pinjaman serupa pada puncak krisis keuangan 2008 yang sebesar US$ 111 miliar. Serangkaian upaya penyelamatan itu meredakan kepanikan, setidaknya sampai akhir pekan ini. Krisis tak meluas karena ada keputusan politik untuk mencegah meledaknya risiko sistemik. Namun bukan tak mungkin muncul krisis baru jika The Fed menaikkan bunga lagi pekan ini.
Bunga yang naik membuat harga obligasi turun. Bank-bank yang menaruh dana besar di obligasi berpotensi merugi. Masalahnya, jika The Fed tak menaikkan bunga, inflasi di Amerika bisa melonjak tak terkendali. Sungguh, ini pilihan yang amat dilematis bagi The Fed.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo