Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Jerat Gratifikasi Pelakon Pandawa

Komisi Pemberantasan Korupsi menyiapkan pidana untuk menjerat Rafael Alun Trisambodo. Pimpinan berbeda pendapat.

19 Maret 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • KPK menyiapkan pasal pidana untuk menjerat Rafael Alun Trisambodo.

  • Ada perbedaan pendapat di antara pimpinan KPK.

  • KPK turut menyasar pejabat Kementerian Keuangan lain.

BERSAMA tim Komisi Pemberantasan Korupsi dan Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan, pegawai Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyambangi Bank Mandiri Kantor Cabang Plaza Mandiri di Jakarta Selatan pada Kamis malam, 9 Maret lalu. Dengan bantuan petugas bank, mereka membuka safe deposit box yang terdaftar atas nama mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak, Rafael Alun Trisambodo.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setelah kotak penyimpanan harta yang terbuat dari baja itu berhasil dibuka, tampak tumpukan uang dalam mata uang dolar Amerika Serikat dan Singapura berjumlah Rp 37 miliar. “Saya perintahkan dibuka karena PPATK melaksanakan kewenangannya untuk mengetahui isi kotak,” kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana pada Senin, 13 Maret lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PPATK membekukan safe deposit box beserta isinya itu selama 20 hari ke depan. Setelah itu, penegak hukum yang menangani kasus Rafael Alun bisa mengambil alih dan memperpanjang proses pembekuan serta penyitaan.

Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana di Kantor PPATK,Jakarta, 29 Oktober 2021/Tempo/Tony Hartawan

Kabar mengenai kepemilikan kotak penyimpanan harta oleh Alun di Bank Mandiri itu sebenarnya baru diperoleh PPATK belakangan. Setelah ramai di media sosial ihwal harta janggal Alun, PPATK aktif meminta bank beserta lembaga penyedia jasa keuangan lain menyetorkan segala informasi ihwal ayah Mario Dandy Satriyo itu. Mario tengah meringkuk di bui karena disangka menganiaya Cristalino David Ozora Latumahina.

Sebenarnya PPATK sudah mengendus transaksi janggal Rafael Alun pada 2018-2019. Kala itu, PPATK juga mendeteksi kejanggalan harta pejabat Kementerian Keuangan lain, seperti Kepala Kantor Pajak Madya Jakarta Timur Wahono Saputro; bekas Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian Direktorat Jenderal Pajak, Angin Prayitno Aji; serta pejabat berinisial RES, MH, dan WHT.

Angin, yang juga pernah menjabat Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Direktorat Jenderal Pajak, telah divonis sembilan tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider dua bulan kurungan atas perkara suap dan gratifikasi. Saat ini Angin masih menjalani persidangan untuk perkara tindak pidana pencucian uang yang ditangani KPK. Di persidangan, Angin membantah semua tuduhan.

Sama halnya Angin yang dituduh menerima suap dan gratifikasi dari para wajib pajak, Rafael Alun ditengarai menggunakan modus yang serupa. Tumpukan uang Alun di kotak penyimpanan harta tersebut juga diduga berasal dari kejahatan. “Dugaannya dari suap. Tapi perlu pendalaman oleh penyidik di KPK,” ujar Ivan.

Menurut dia, Alun yang juga penyidik pajak mahir menutupi jejak transaksi. Selama ini Alun dan para pejabat pajak lain diduga menggunakan perantara konsultan pajak untuk menerima suap dan gratifikasi.

Para konsultan itu mayoritas merupakan bekas pegawai pajak, seperti SS dan BB. Mereka diduga mengatur kongkalikong antara wajib pajak dan para penerima suap di Direktorat Jenderal Pajak. Dari modus ini, nilai transaksi janggal Alun diduga mencapai Rp 100 miliar.

Alun mencantumkan kekayaan senilai Rp 56,1 miliar dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) pada Desember 2021. Namun Alun diduga belum memasukkan semua aset yang dimiliki lantaran mobil mewah dan puluhan tas mewah istrinya yang foto-fotonya tersebar di media sosial tak tercantum di LHKPN. 

Alun memang terlahir dari keluarga berada. Orang tua Alun adalah dokter. Adapun mertua Alun seorang purnawirawan tentara berpangkat jenderal. Sebelum menjadi pegawai pajak, Rafael mengenyam Sekolah Tinggi Akuntansi Negara angkatan 1986 dan lulus pada 1989.

Dalam catatan kariernya, Rafael kerap memegang posisi penting. Sebelum menjadi Kepala Bagian Umum Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Selatan II selama tiga tahun terakhir, Alun menjabat Kepala Kantor Pelayanan Pajak Modal Asing II. Di kantor itu ia bertugas mengurusi wajib pajak penanaman modal asing tertentu yang tidak masuk bursa selama hampir lima tahun.

Saat itu ia gemar menggelar pentas wayang orang dengan lakon Pandawa Lima. Rafael menjadi pemeran salah satu kesatria Pandawa. Ia kerap mengundang para wajib pajak untuk mengambil peran dalam pentas tersebut.

Tim LHKPN Kedeputian Pencegahan dan Monitoring KPK sebelumnya telah memanggil Alun untuk mengklarifikasi asal-usul kekayaannya pada Rabu, 1 Maret lalu. Lima hari kemudian, KPK membuka penyelidikan mengenai dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan Alun.

Selama dua pekan, tim Penindakan KPK mendalami semua transaksi yang pernah dilakukan Rafael. Mereka turut menelisik asal-usul duit Rp 37 miliar Alun yang disimpan di dalam safe deposit box.

Tapi penyelidikan tak berjalan lancar. Dua pemimpin KPK, Deputi Penindakan Karyoto serta Direktur Penyelidikan Endar Priantoro, berbeda pendapat ihwal penerapan pasal untuk menjerat Alun.

Pemimpin KPK lain ingin agar Alun disangka dengan pasal suap. Mereka mensinyalir uang Alun berasal dari transaksi dengan pihak yang berkaitan dengan pajak. Dengan menerapkan pasal suap, KPK bisa menjerat para pemberi uang serta pihak lain yang turut berperan seperti konsultan pajak. KPK menerapkan pola ini saat menyidik kasus Angin Prayitno Aji.

Sementara itu, Karyoto dan Endar ingin menggunakan pasal gratifikasi untuk menjerat Alun jika ditemukan alat bukti yang cukup. Berbeda dengan suap, pasal gratifikasi tak perlu membuktikan adanya transaksi di antara kedua pihak. Artinya, pemberi uang akan lolos dari jeratan hukum.

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan perbedaan pendapat antara pimpinan dan pejabat struktural lain adalah hal yang biasa dalam penyelesaian sebuah perkara. “Bagi kami itu justru bagus kalau ada perbedaan pendapat. Kenapa? Karena dari situ banyak pendapat-pendapat yang muncul, sehingga dapat dikaitkan dengan fakta hukum,” tutur Ali.

Ia meminta perbedaan pendapat ini tidak disalahpahami seolah-olah ada hal yang harus disikapi. “Pendapat orang tentang hukum itu bisa berbeda-beda, tapi nanti ujungnya juga sama, diputuskan bersama sesuai dengan mekanisme hukum, sehingga nanti di akhirnya menjadi keputusan bersama,” kata Ali.

KPK juga gencar memanggil pejabat Direktorat Jenderal Pajak serta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Pada Selasa, 14 Maret lalu, KPK telah mengklarifikasi LHKPN Kepala Kantor Wilayah Pajak Madya Jakarta Timur Wahono Saputro serta Kepala Kantor Bea dan Cukai Makassar Andhi Pramono.

Saat memeriksa Wahono, tim LHKPN memverifikasi asal-usul perolehan aset yang dilaporkan. “Kapan diperoleh, saat menjabat sebagai apa, serta sumber dana untuk mendapatkan atau membeli harta tersebut,” kata juru bicara Bidang Pencegahan KPK, Ipi Maryati Kuding.

Tim juga mengklarifikasi harta Wahono dan keluarga yang foto-fotonya sempat tersebar di media sosial. Di antaranya rumah, kendaraan, dan berbagai aksesori pribadi lain. KPK juga meminta penjelasan Wahono mengenai kronologi keikutsertaan istrinya dalam kepemilikan di dua perusahaan properti milik istri Rafael Alun Trisambodo. “KPK masih akan terus melakukan pendalaman atas informasi yang disampaikannya dalam klarifikasi tersebut,” tutur Ipi.

KPK kembali memanggil Wahono untuk dimintai keterangan lebih lanjut pada Kamis, 16 Maret lalu. Dalam pemeriksaan diketahui istri pejabat pajak berinisial RES juga menjadi salah satu pemegang saham perusahaan properti tersebut.

Baca: Eselon Dua Pandawa Lima

KPK juga meminta klarifikasi Andhi Pramono atas dugaan kepemilikan rumah mewah dan harta lain yang juga viral di media sosial. “KPK masih akan melakukan analisis lebih lanjut atas jawaban klarifikasi yang diberikan,” ucap Ipi.

Pada Kamis, 16 Maret lalu, tim LHKPN terjun ke lapangan untuk mengecek serta mendalami klarifikasi yang telah disampaikan oleh Andhi. “KPK juga akan berkoordinasi lebih lanjut dengan instansi lain untuk menguji silang jawaban yang disampaikan dalam proses klarifikasi tersebut,” ucap Ipi.

KPK bahkan berencana memanggil orang tua Andhi. Sebab, kepada tim LHKPN, Andhi mengaku salah satu rumah gedongnya di Jakarta Timur milik orang tuanya.

Tak hanya Alun, Wahono, dan Andhi, masih banyak para pegawai Kementerian Keuangan yang ditengarai memiliki harta tersembunyi. Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mohammad Mahfud Md. pernah menyatakan dugaan pencucian uang di Kementerian Keuangan mencapai Rp 300 triliun. 

Setelah memunculkan polemik di masyarakat, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana meralat pernyataan Menteri Mahfud. Ia menyampaikan uang Rp 300 triliun tersebut bukan dari korupsi pegawai. Transaksi yang sebenarnya bernilai Rp 340 triliun itu merupakan jumlah uang dari kasus yang ditangani Kementerian Keuangan.

Poster pentas wayang bertema "Pandawa Lima: The Treasure Defenders" yang diadakan dan dimainkan oleh Rafael Alun Trisambodo pada 31 Juli 2018/Facebook KPP PMA II

Meski begitu, hasil analisis PPATK menemukan pegawai Kementerian Keuangan paling banyak memunculkan transaksi janggal ketimbang instansi lain. Jumlahnya mencapai 93 hasil analisis. Sebanyak 62 di antaranya merupakan transaksi pegawai Direktorat Jenderal Pajak serta 27 di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Alun irit bicara saat dimintai konfirmasi mengenai dugaan transaksi janggalnya selepas menjalani pemeriksaan selama delapan setengah di kantor KPK pada Rabu, 1 Maret lalu. “Tanya ke penyidik saja,” ujarnya. Kuasa hukum anak Rafael, Mario Dandy Satriyo, Dolfie Rompas, mengatakan tak tahu-menahu tentang pemeriksaan KPK. Ia beralasan hanya menangani kasus Mario. “Saya pegang kasus Mario. Tidak tahu soal Pak Alun,” ujar Dolfie.

Adapun Wahono ketika tiba untuk kedua kalinya di kantor KPK hanya diam saat dicecar pertanyaan oleh wartawan yang mengerubunginya. Adapun Andhi memilih mengacungkan jempol ketimbang menjelaskan asal-usul kekayaannya dan seputar pemeriksaan di Gedung Merah Putih itu.

MIRZA BAGASKARA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus