Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Bandung - Wakil kepala SKK Migas Shinta Damayanti mengatakan, target lifting gas bumi dalam APBN 2024 ditetapkan sebesar 5.785 MMSCFD (juta kaki kubik per hari). Per 19 Juni 2024, pencapaian penyaluran gas bumi berada diangka 5.305 MMSCFD atau sekitar 92 persen dari target APBN 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Belum tercapainya target ini tidak semata-mata karena ketidakmampuan KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) dalam memproduksikan gas bumi. Pasalnya, di beberapa wilayah terdapat gas yang tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan,” kata dia dikutip dari keterangannya, Jumat, 21 Juni 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Shinta mencontohkan di Jawa Timur tahun 2024 terdapat gap relatif besar antara kemampuan pasok KKKS dengan penyerapan pembeli. Gap tersebut setara 100 MMSCFD. Hal sama juga terjadi di wilayah Natuna dengan gap antara kemampuan pasok dan penyerapan pembeli sekitar 90 MMSCFD.
“Kondisi ini menjadi pelajaran bagi kita semua, dibutuhkan perencanaan yang matang agar penyerapan gas bumi optimal, karena karakteristik gas bumi yang berbeda dengan minyak bumi, sekali diproduksi harus disalurkan,” kata Shinta.
Ia mengatakan, pemanfaatan gas bumi dalam10 tahun terakhir secara volumer tidak mengalami peningkatan signifikan. Catatan SKK Migas di Tahun 2013 kebutuhan gas bumi dalam negeri sebesar 3.774 BBtud. Tahun 2023 hanya naik di bawah 10 persen.
“Tahun 2023, serapannya berada diangka 4.075 BBtud atau hanya naik di bawah 10 persen selama 10 tahun,” kata dia.
Shinta mengatakan, SKK Migas menyiapkan dua strategi untuk mendorong penyerapan gas bumi tersebut. Strategi pertama dengan Push, yakni strategi komersialisasi yang bertujuan mengirimkan pasokan gas ke pusat kebutuhan menggunakan infrastruktur seperti pipa, kilang LNG skala kecil dan menengah, serta terminal regasifikasi.
Selanjutnya: Strategi kedua, Pull, yakni strategi komersial yang bertujuan mengembangkan....
Strategi kedua, Pull, yakni strategi komersial yang bertujuan mengembangkan kebutuhan di dekat sumur gas bumi. Misalnya dengan mendorong pembangunan industri petrokimia, smelter, serta pembangkit listrik.
“Dengan dua strategi ini, kami berharap cadangan gas bumi yang ditemukan, dapat diproduksi dan tersalurkan dengan optimal untuk pemenuhan dalam negeri,” kata Shinta.
Shinta Jumat, 21 Juni 2024, menutup Forum Gas Bumi 2024 yang telah berlangsung tiga hari di Bandung. Forum tersebut untuk mensosialisasikan pentingnya infrastruktur jaringan gas yang terintegrasi yang menjadi kunci pemenuhan kebutuhan gas dalam negeri maupun optimalisasi lifting gas bumi.
“Harus dipahami, pembangunan infrastruktur membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Sedangkan target lifting gas bumi nasional adalah suatu keniscayaan yang harus kita upayakan semaksimal mungkin,” kata Shinta.
Shinta mengatakan, dibutuhkan kesepahaman semua pihak agar optimasi pemanfaatan gas bumi dapat tercapai. Ia berharap, KKKS dan pembeli gas bumi dapat mendukung dan memiliki pandangan yang sama atas strategi komersialisasi ini.
“Komitmen ini perlu diimbangi dengan kepastian komersialisasi potensi gas, sehingga target produksi gas 12 BSCFD (miliar standar kaki kubik per hari) dapat tercapai,” kata dia.
Dalam Forum Gas Bumi 2024 tersebut ditandatangani kesepakatan kerja sama gas bumi dengan nilai menembus Rp 94.4 triliun. Kesepakatan tersebut berasal dari penandatanganan sejumlah kesepahaman, di antaranya MOU antara Husky-CNOOC Madura Ltd. dan PT Pupuk Kujang; Husky-CNOOC Madura Ltd. dan PT Cikarang Listrindo Tbk.; amandemen Perjanjian Jual Beli Gas antara EMP Bentu dengan PT Kilang Pertamina Internasional; serta 27 Perjanjian Jual Beli Gas lainnya.
Pilihan Editor: Rupiah Terperosok hingga Rp16.475, HIPMI: Momen yang Mengkhawatirkan Bagi Ekonomi Nasional