Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Pesawaran, Lampung - Kepala Divisi Riset Ekonomi dan Chief Economist PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) atau SMF Martin Daniel Siyaranamual menyatakan tengah mempersiapkan pembiayaan rumah murah bagi pekerja informal melalui kolaborasi dengan Asian Development Bank (ADB).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Apa yang kami kerja samakan dengan ADB itu produk keuangan yang masa cicilnya, proses mencicilnya itu fleksibel,” kata Martin Daniel Siyaranamual di Pesawaran, Lampung, Minggu malam, 29 September 2024, seperti dikutip dari Antara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia mengatakan bahwa produk serupa sudah dikembangkan di sejumlah negara di Afrika dan Amerika Latin yang juga memiliki jumlah pekerja informal yang besar, seperti di Indonesia.
Tidak hanya memberikan pembiayaan yang terjangkau, Martin mengatakan, upaya tersebut merupakan salah satu cara untuk menjaga agar jumlah masyarakat kelas menengah tidak semakin tergerus.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah masyarakat kelas menengah mengalami penurunan sejak pandemi Covid-19 pada 2019, dari 57,33 juta (21,45 persen) pada 2019 menjadi 47,85 juta (17,13 persen) pada 2024.
Martin mengatakan sebagian besar masyarakat kelas menengah adalah pekerja informal, sementara selama ini belum banyak produk pembiayaan yang dapat memfasilitasi kelompok pekerja tersebut.
Selanjutnya: “Pekerja informal di Indonesia itu, yang mayoritas itu adalah kelas menengah...."
“Pekerja informal di Indonesia itu, yang mayoritas itu adalah kelas menengah ke bawah, mencapai hampir 60 persen dari total seluruh pekerja. Tapi pada saat yang sama produk-produk keuangan untuk pekerja informal Itu relatif tidak ada,” ujarnya.
Selain produk pembiayaan yang tengah dikembangkan bersama ADB tersebut, ia mengatakan, SMF juga telah memiliki dua produk lainnya yang ditunjukkan untuk kelompok pekerja informal, yakni microfinance dan rent to own.
Martin menuturkan SMF mengembangkan kedua produk pembiayaan tersebut karena mempertimbangkan ada kelompok-kelompok masyarakat yang masih sulit untuk mengakses pembiayaan formal, terutama pekerja informal yang seringkali terganjal persyaratan terkait bukti pendapatan.
Untuk memastikan program pembiayaan tersebut berjalan dengan baik, pihaknya pun melakukan audiensi dengan para regulator agar terbentuk payung hukum bagi program-program tersebut.
“Sebelum ada berita soal kelas menengah itu turun, kami sudah melihat ada kelompok-kelompok masyarakat yang belum terlayani dengan baik dan itu besar jumlahnya. Sekarang makin tambah besar. Nah, kami sudah menyiapkan program-program tersebut,” imbuhnya.