Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil menepis isu bahwa pembentukan bank tanah akan menghidupkan sistem hukum masa penjajahan Belanda, yakni eigendom verponding. Eigendom verponding adalah hukum pertanahan yang menyatakan kepemilikan seseorang atas sebidang tanah.
“Selama ini ada orang katakan bank tanah itu menghidupkan verponding, ketentuan hukum Belanda, yang mengatakan tanah yang tidak ada pemiliknya itu adalah milik negara. Bukan, bank tanah itu adalah untuk penataan tanah,” ujar Sofyan dalam konferensi pers virtual pada Rabu, 7 Oktober 2020.
Sofyan menjelaskan, bank tanah sejatinya merupakan perantara alias intermediary yang mengelola tanah-tanah telantar atau yang habis masa hak guna usahanya (HGU) dan tidak diperpanjang. Sesuai dengan fungsinya, bank tanah bakal mengalihkan manfaat tanah-tanah tak bertuan menjadi lahan untuk kepentingan masyarakat.
Misalnya, digunakan sebagai lahan perumahan rakyat di perkotaan yang diberikan kepada rakyat dengan harga murah, bahkan gratis. Bisa juga digunakan untuk pembangunan taman-taman kota.
“Misalnya HGU telantar, kita ambil (tanahnya) masukkan ke bank tanah dan 100 persen di-redistribusi ke masyarakat,” ucap dia.
Menurut Sofyan, keberadaan bank tanah akan memudahkan masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah memperoleh lahan untuk membangun tempat tinggal di perkotaan. Di dunia internasional, Sofyan mengatakan, keberadaan bank tanah sudah lazim digunakan dalam sistem pertanahan.
Sebab umumnya, pemerintah negara lain memiliki dua tangan yang masing-masing bertugas sebagai regulator dan land manager atau manajer pertanahan. Sedangkan selama ini, Kementerian ATR/BPN hanya berfungsi sebagai regulator, bukan pengelola pertanahan.
“Ini tradisi sudah lama, dan sekian puluh tahun (ATR/BPN) tidak punya fungsi land manager,” ucapnya.
Karena itu, Sofyan mengungkapkan pentingnya keberadaan bank tanah. Ia mengatakan bank tanah akan menjadi institusi negara seperti yang diatur dalam Pasal 125 hingga 135 Undang-undang atau UU Cipta Kerja.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini