Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Serikat Petani Indonesia atau SPI, Henry Saragih menilai keputusan pemerintah impor beras 2 juta ton tahun ini tidak tepat dan merugikan petani. Pasalnya, keputusan impor tersebut diambil justru saat panen raya sedang berlangsung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Pengumuman impor beras dalam waktu dekat ini pasti berpengaruh, baik itu secara psikologis maupun langsung terhadap harga di tingkat petani," ucap Henry dalam keterangannya kepada Tempo pada Senin, 27 Maret 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Henry, semestinya pengumuman impor beras tidak dilakukan saat petani sedang panen raya. Apa lagi impor beras tersebut sangat besar, hingga 2 juta ton. Sehingga meski impor belum jalan, namun petani sudah terkena dampaknya.
Henry melanjutkan, pemerintah seharusnya belajar dari peristiwa surat edaran badan pangan nasional atau Bapanas beberapa waktu lalu yang sempat membuat harga gabah di tingkat petani anjlok. Aturan harga tersebut dibuat juga menjelang panen raya sehingga banyak petani merugi. Belakangan, Bapanas mencabut surat edaran setelah marak protes dari para petani.
Kini, pemerintah kembali membuat keputusan yang berpotensi menyebabkan harga gabah dan beras petani turun. Pemerintah mengumumkan akan melakukan impor beras sebesar 2 juta ton tahun ini. Pemerintah berdalih hasil produksi dalam negeri tidak mencukupi kebutuhan CBP sehingga perlu dilakukan impor.
Henry mempertanyakan data pemerintah yang menyebut produksi dalam negeri tidak mencukupi karena saat ini justru panen melimpah. Dia menduga, alasan tersebut hanya untuk menutupi ketidakmampuan pemerintah menyerap gabah dan beras di tingkat petani. “Jika memang terjadi penurunan produksi, datanya mesti jelas,” ujarnya.
Koordinator Nasional Koalisi Rakyat Kedaulatan Pangan (KRKP) Said Abdullah mempertanyakan alasan keputusan pemerintah melakukan impor beras 2 juta ton tahun ini. Menurut Said, saat ini tidak ada persoalan di produksi beras dalam negeri.
Selanjutnya: Tahun lalu, impor dilakukan saat swasembada beras ...
Menurut Said, hal serupa juga terjadi tahun lalu. Pemerintah memutuskan impor beras ketika Indonesia justru sedang swasembada beras. Dengan demikian, menurutnya, tidak ada korelasi linear antara produksi dengan impor.
Said menduga, persoalan impor beras di Tanah Air justru disebabkan oleh ketidakmampuan Badan Urusan Logistik atau Bulog menyerap hasil panen petani. Ketidakmampuan Bulog menyerap beras petani itu menyebabkan persediaan beras di gudang Bulog belum mencapai batas aman, yakni 1,2 juta ton. Belum cukupnya persediaan beras Bulog itu kemudian yang menjadi alasan keputusan impor beras.
"Impor ini disebabkan Bulog tidak memenuhi target penyerapan panen petani, sekalipun produksi lebih dari cukup," ujar Said.
Seperti diketahui, pemerintah berencana melakukan impor beras sebesar 2 juta ton untuk mengisi CBP. Berdasarkan salinan surat penugasan impor beras yang diterima Tempo, Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi menugaskan Direktur Utama Bulog Budi Waseso untuk melakukan impor beras tahun ini.
Arief mengatakan langkah impor beras ini mendesak mengingat cadangan beras di gudang Bulog hanya tersisa 220.000 ton dari batas aman 1,2 juta ton. Beras impor itu nanti akan digunakan untuk program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) beras. Selain itu, beras impor ini juga akan digunakan untuk kebutuhan bantuan pangan kepada 21,3 juta keluarga penerima manfaat bantuan sosial pemerintah.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.