Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membeberkan alasan penundaan publikasi kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bulan Januari 2025. Laporan APBN KiTa (Kinerja dan Fakta) Januari 2025 seharusnya diumumkan akhir Februari lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sri Mulyani mengatakan Kementerian melihat data awal tahun 2025 belum stabil lantaran sejumlah faktor. Ia pun menyebutkan ada banyak pertanyaan soal molornya pengumuman kinerja APBN per bulan Januari yang di luar kebiasaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Mungkin untuk menjelaskan, terkait pelaksanaan APBN di awal tahun kami melihat datanya masih sangat belum stabil karena berbagai faktor,” ucap Sri Mulyani dalam jumpa pers realisasi APBN KiTa periode Januari dan Februari 2025 yang dihelat di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Kamis, 13 Maret 2025.
Bendahara Negara itu berujar, Kementerian mempertimbangkan perkembangan belanja negara, pendapatan, dan juga pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025.
“Kami menunggu sampai ternyata cukup stabil sehingga kami bisa memberikan suatu pelaporan mengenai pelaksanaan APBN KiTa 2025 dengan dasar yang jauh lebih bisa stabil dan diperbandingkan,” ujar eks Direktur Pelaksana Bank Dunia itu. “Mungkin kalau istilahnya mangga dengan mangga, sehingga tidak terjadi kemungkinan salah interpretasi.”
Adapun Sri Mulyani akhirnya mengumumkan realisasi APBN hingga Februari 2025. Data APBN KiTa biasanya dipublikasikan Kementerian Keuangan di pekan kedua atau ketiga pada bulan berikutnya. Namun Sri Mulyani baru membacakan publikasi kinerja APBN bulanan pada Kamis, 13 Maret 2025. Publikasi tersebut merupakan kalkulasi realisasi APBN periode Januari dan Februari 2025.
Ia melaporkan sampai akhir Februari 2025 APBN mengalami defisit Rp 31,3 triliun atau 0,13 persen dari produk domestik bruto (PDB). “APBN 2025 didesain dengan defisit Rp 616,2 triliun, jadi defisit ini masih di dalam target yang didesain dari APBN,” tutur Sri Mulyani.
Seperti diketahui, defisit APBN tahun ini ditargetkan 2,53 persen terhadap PDB. Defisit terjadi saat belanja lebih tinggi dari pendapatan. Dalam APBN 2025, pemerintah menargetkan belanja negara dalam sebesar Rp 3.621,3 triliun dan pendapatan negara Rp 3.005,1 triliun. Sehingga defisit anggaran dibatasi Rp 616,2 triliun.
Sri Mulyani memaparkan realisasi belanja negara sampai akhir Februari sebesar Rp 348,1 triliun. “Hingga akhir Februari kami masih melihat belanja negara Rp 348,1 triliun. Ini 9,6 persen dari belanja yang dianggarkan tahun ini,” ujarnya.
Sementara itu, pendapatan negara hingga akhir Februari mencapai Rp 316,9 triliun. Penerimaan perpajakan mencapai Rp 240,4 triliun terdiri dari pajak 187,8 triliun dan penerimaan bea dan cukai Rp 52,6 triliun. Sementara penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp 76,4 triliun.
Ilona Estherina berkontribusi dalam penulisan artikel ini.