INILAH upacara pengukuhan seorang guru besar yang barangkali
paling semarak dalam sejarah Universitas Airlangga (Unair)
Surabaya. Ada tv sirkuit untuk para undangan di luar ruangan,
ada puluhan karangan bunga dari berbagai bank dan perusahaan
swasta. Disertai jamuan yang cukup meriah. Di antara yang hadir
nampak Irjenbang Soedjono Humardhani, Menteri Perindustrian A.R.
Soehoed dan Mohamad Noer, bekas Gubernur Ja-Tim yang kini Ketua
Dewan Penyantun Unair. Maklum. "Bintang" Sabtu pagi pekan lalu,
adalah seora.g ekonom beken dan tokoh bisris Dr. J.
Panglaykim, 59 tahun. Dia dikukuhkan sebagai guru besar luar
biasa pada Fakultas Ekonomi Unair.
Punya nama Indonesia yang jarang dipakai, Jusuf Elka Pangestu,
laki-laki asal Cianjur itu kini adalah Dirut Bank Sejahtera
Umum, salah seorang komisaris dari Pan Indonesia (Panin) Bank,
perusahaan asuransi dan beberapa perusahaan lain. "Pokoknya
sudah cukuplah. Ada bank, asuransi dan pabrik," katanya. Dia
juga duduk sebagai anggota dewan direksi CSIS (Centre for
Strategic and International Studies).
Di CSIS itu pula Panglaykim merasa banyak mendalami teori
ekonomi dan bisnis internasional. Bidang itu yang ia pilih
sebagai pidato pengukuhannya: Peranan Bisnis Internasional dalam
Pengembangan Teori dan Penyelenggaraan Perdagangan
Internasional. Dalam pidato yang 20 halaman itu, yang disertai
"segudang" kutipan para ahli ekonomi dan literatur, Panglaykim
mencoba untuk menggabungkan antara teori klasik dengan teori
bisnis internasional yang dipengaruhi oleh perusahaan-perusahaan
multinasional (MNC).
"Dunia kita ini dipengaruhi oleh MNC Barat dan Jepang. Sangat
dibutuhkan studi tentang bisnis internasional dan MNC itu
sendiri untuk kepentingan nasional kita," katanya. "Terutama
buat mereka yang berkecimpung dalam bisnis internasional dan
para pengambil keputusan nasional." Dengan kata lain, ia tak
melihat gurita MNC itu sebagai suatu bahaya yang perlu dijauhi.
Panglaykim menunjuk Jepang sebagai kampiun bisnis internasional,
karena berhasil dalam mengkombinasikan dan memobilisasikan tujuh
kekuatan yang mereka miliki: pengelompokan usaha, ketrampilan
memimpin, akses ke pasar uang/modal, akses ke pasar teknologi,
rasa misi nasional, dukungan penuh dari pemerintah dan rnemiliki
jaringan internasional.
Mengenang CTC
Indonesia, seperti dikatakan Panglaykim kepada Dahlan Iskan dari
TEMPO, sudah punya semua itu, kecuali jaringan internasional
yang memang masih lemah. "Jadi tinggal bagairnana
mengkombinasikan dan memobilisasikannya," katanya.
Hasil kombinasi dan mobilisasi kekuatan itu menurut Panglaykim
tidak bisa terwujud dalam waktu pendek. "Jepang memerlukan
hampir 20 tahun," katanya. Dia juga mengingatkan di negara yang
memiliki sumber daya alam seperti Amerika (AS, pemerintahnya
boleh dibilang tidak banyak campur tangan. Ini berbeda dengan
Jepang dengan peranan MITI-nya (departemen industri dan
perdagangan internasional) yang bertugas menggalakkan bisnis
Jepang di mancanegara. MNC di AS dan Eropa umumnya hanya
mengkombinasikan dan memobilisasikan empat unsur kekuatan:
organisasi, teknologi, modal dan jaringan internasional.
Dalam bisnis internasional itu, Panglaykim menilai usaha Central
Trading Company (CTC) di tahun 1955-1960 adalah "jago" yang
sampai sekarang belum terkalahkan. CTC, yang dulu antara lain
dipimpin oleh Teuku Azwar dan Daud bersaudara itu belakangan
ganti nama menjadi PT Panca Niaga sampai sekarang. Menurut
ekonom yang banyak menulis itu, PT Garuda Indonesian Airways
juga sudah terjun ke bisnis internasional yang cukup berarti,
meskipun tak sehebat CTC dulu.
Panglaykim memang tahu banyak tentang perusahaan negara. Itu
pula yang merupakan disertasinya ketika mengambil gelar Doktor
pada FE-UI (1963). Ayah dari tiga anak--dua putri dan seorang
laki-laki--yang semuanya sudah "jadi" dan mengajar di
universitas di luar negeri itu, juga pernah menjadi dosen tamu
di Australia dan jadi dekan pada School of Accountancy and
Business Administration Singapore University, serta mengajar di
Nanyang University.
Dari sederetan pengalamannya itu, Panglaykim mencatat bahwa
Indonesia perlu menganut strategi ekonomi perdagangan: "Suatu
strategi yang turut memperhitungkan aspek-aspek seperti hubungan
yang erat antara investasi dan pemberian bantuan, dengan tujuan
untuk mengubah pola perdagangan luar negeri dan pola produksi di
dalam negeri." Ini dijalankan oleh Jepang sekarang. Sedang
strategi ekonomi ekspor, seperti di tempuh Korea Selatan dan
Taiwan misalnya, menurut Panglaykim masih mengarah pada ekspor
saja. Suatu strategi yang nampaknya masih dianut ekonomi
Indonesia sekarang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini