Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosial

Alamsyah, Dengan SE

Surat edaran Menteri Agama yang mengatur penyelenggaraan hari besar agama, mendapat dukungan dan reaksi. ada yang menyebut mencampuri urusan intern agama. instruksi ke eselon bawahan sudah dikeluarkan.

3 Oktober 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ENAM orang pemuka Kristen dan Katolik menemui Menteri Agama -- Sabtu pekan lalu. Mereka para pimpinan Dewan Gereja-Gereja di Indonesia (DGI) dan Majelis Agung Waligereja Indonesia (MAWI). Ini memang bagian dari kontroversi sekitar Surat Edaran Menteri --yang mengatur penyelenggaraan perayaan hari besar agama. "Menteri Agama menerima usul, agar diadakan Sidang Musyawarah Antar Umat Beragama untuk membicarakan SF. Menteri itu." Ini keterangan Dr. S.A.E. Nababan, Sekjen DGI. Kalangan Protestan dan Katoliklah terutama yang keberatan terhadap buah kebijaksanaan Alamsyah tersebut. Alasan, pada pokoknya: isi SE dalam garis besarnya tidak sama dengan hasil Sidang Musyawarah Antar Umat Beragama -- yang diadakan empat kali sejak 14 Mei, dan berakhir 25 Agustus. Sabam Sirait, anggota DPR dari FPDI, seperti disiarkan pers ada menunjukkan satu contoh. Dalam keputusan musyawarah, misalnya, disebut agar para guru "dapat membina jiwa kerukunan anak didiknya menjadi lebih mantap tanpa mengurangi keyakinan dan keimanan agama yang dipeluknya masing-masing." Sedang dalam SE para guru diharap mendidik anak asuhannya, dan seterusnya, "sehingga penyelenggaraan peringatan hari-hari besar keagamaan diadakan sesuai dengan ketentuan surat edaran)." Sedang surat edaran itu bisa dirasakan sebagai lebih mengkotak-kotakkan -- meski taruhlah bertujuan merukunkan. Udara yang bangkit dari keputusan musyawarah memang bisa dianggap lebih umum. Atau lebih samar pembeda-bedaan di situ tenggelam dalam berbagai pengertian kebersamaan yang bertaburan. Sehingga, seperti juga kata Ketua Dewan Pimpinan Pusat Walubi (Perwalian Umat Budha Indonesia), Suparto Hardjo Sutrisno, "Kalau dilihat secara keseluruhan SE itu, bukan lagi Menteri agama meneruskan hasil perumusan itu, tapi sudah menjadi versi Menteri" meski ia sendiri berpedapat: "Surat edaran itu wajar bagi kami." Memang bisa saja terdapat perbedaan penafsiran. Bagi Drg. Willy P. Surya misalnya, Ketua 111 Parisadha Hindu Dharma, "jiwa SE itu sesuai dengan yang telah dimufakati bersama. Menurut saya hanya kulitnya saja yang diubah." Betapapun, bila SE tersebut untuk mengikat semua lembaga negara, maka di sinilah Ir. Sarwono Kusumaatmaja, Sekretaris F-KP di DPR menyatakan reaksinya. Diketahui sebagai tokoh yang pertama memberikan tanggapan, Sarwono menyatakan bahwa untuk maksud seperti itu sebuah SE tidak cukup. "Harus berupa penetapan Presiden atau undang-undang." Sarwono juga menuding SE mencampuri masalah peribadatan-dan dengan demikian tidak sesuai dengan penegasan Presiden di Depan Rapat Kerja Departemen Agama 25 Mei. Tapi khusus untuk yang terakhir, pendapat yang sebaliknya juga bisa didapat. Tak kurang dari Ketua DPR/MPR Daryatmo yang menyatakan SE tersebut "bukan untuk mencampuri urusan intern tiap agama" --sambil mengingatkan bahwa baik Menteri maupun para anggota DPR berniat baik. 'Kebebasan' Anggapan 'mencampuri' memang bisa timbul bila peribadatan dipandang dari seginya yang "menyangkut hubungan pribadi dengan Tuhan YME"--meminjam kalimat keputusan musyawarah. Atau sebagai bagian dari kebebasan beragama, yang "merupakan salah satu hak paling asasi". Jadinya: SE itu menentukan apa yang boleh dan tak boleh diperbuat seseorang dalam hubungan peribadatan agama-agama -- bukan mencampuri tata ibadat masing-masing agama itu sendiri--dan itu, kira-kira, mengurangi hak kebebasan. Malangnya, justru kebebasan itu yang tak diinginkan terutama oleh kalangan Islam--bila itu berarti "kesimpangsiuran", seperti yang sering mereka katakan. Dengan kata lain 'pengaburan'. Bahkan Suparto Hardjo Sutrisno dari Walubi itu berpendapat, "dalam acara ritual keagamaan memang sebaiknya wakil pemerintah yang beragama lain tidak hadir--meskipun bukan tidak boleh hadir." Makin jelaslah perbedaan isu. Satu pihak menginginkan pelonggaran dinding batas. Pihak lain justru mengkhawatirkan pengaburan. Surat-surat dari orang Islam, yang masuk ke Majelis Ulama Indonesia maupun Departemen Agama, yang dikatakan menjadi pendorong dilahirkannya fatwa MUI tempo hari, jelas menunjuk pada penolakan terhadap "pengaburan" itu -- khususnya dalam penyelenggaraan perayaan agama di sekolah-sekolah, tempat yang kebetulan juga jadi perhatian Sabam Sirait waktu memberikan contoh tadi. Jelas pihak Islam merasa dirugikan. "Usaha pemurtadan" adalah isu yang cukup besar. Sedang kalangan Hindu maupun Budha, menyatakan bisa menerima SE bukan hanya karena menilainya sebagai wajar, tapi juga karena "tidak ada kasus-kasus yang menyangkut kami selama ini," seperti kata Willy dan Suprapto senada. Dukungan dari kalangan Islam kepada SE pun lantas mengalir. Mula-mula PP Muhammadiyah. Kemudian PB-NU. Juga Dewan Masjid Seluruh Indonesia. Bahkan musyawarah organisasi-organisasi Islam Keluarga Besar Golkar, 23 September, di kantor DPP GUPPI. Mereka semuanya menemui Menteri Agama. Presiden, menurut Alamsyah, memesankan agar masalah ini tidak dibikin panjang. Dalam pada itu Menteri sendiri sudah mengeluarkan instruksi ke eselon bawahannya untuk pelaksanaan SE. Musyawarah mungkin akan diadakan lagi. Tapi, rembukan apa pun yang masih akan diambil, ada baiknya juga pesan Menteri Agama seperti yang diberikannya kepada para pimpinan Perhimpunan Pemuda Masjid Jakarta. Yakni agar SE tersebut tidak dikomentari--dalam kesempatan apa pun di masjid-masjid.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus