Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemerintah mencabut subsidi minyak goreng satu harga serta menetapkan harga eceran terbaru.
Pelaku usaha wajib memenuhi kebutuhan CPO domestik sebanyak 20 persen dari volume ekspor.
Kebijakan DMO dan DPO diharapkan menjaga stabilitas pasokan dan harga minyak goreng.
JAKARTA — Pemerintah segera menyetop program subsidi minyak goreng sehingga kebijakan minyak goreng satu harga Rp 14 ribu per liter segera berakhir pada 31 Januari 2022. Meski demikian, Kementerian Perdagangan telah menetapkan harga eceran tertinggi (HET) pasca-pencabutan subsidi ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Selama masa transisi hingga 1 Februari 2022, kebijakan minyak goreng satu harga Rp 14 ribu per liter tetap berlaku, dengan pertimbangan agar produsen dan pedagang melakukan penyesuaian," kata Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi dalam konferensi pers, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kementerian Perdagangan menetapkan HET minyak goreng curah sebesar Rp 11.500 per liter. Sedangkan harga minyak goreng kemasan sederhana dibanderol Rp 13.500 per liter dan minyak goreng kemasan premium Rp 14 ribu per liter. HET ini akan berlaku mulai 1 Februari 2022.
Selain itu, kata Lutfi, pemerintah bakal menerapkan kebijakan pemenuhan pasar dalam negeri alias domestic market obligation (DMO) serta penetapan harga domestik atau domestic price obligation (DPO). Keduanya mulai berlaku sejak kemarin. Aneka kebijakan ini diambil setelah Kementerian mempertimbangkan hasil evaluasi atas program minyak goreng satu harga yang dijalankan sejak 19 Januari lalu.
Kebijakan DMO diberlakukan wajib kepada seluruh eksportir minyak goreng. "Mereka wajib memasok minyak goreng untuk pasar dalam negeri sebesar 20 persen dari volume ekspor mereka masing-masing pada 2022," ujar Lutfi dalam konferensi pers virtual, kemarin.
Lutfi mengatakan kebutuhan minyak goreng nasional pada tahun ini mencapai 5,75 juta kiloliter. Jumlah itu terdiri atas kebutuhan rumah tangga sekitar 3,9 juta kiloliter serta kebutuhan industri sekitar 1,87 kiloliter.
Adapun, pada kebijakan DPO, pemerintah menetapkan harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) sebesar Rp 9.300 per kilogram dan Rp 10.300 per kilogram untuk olein. Kedua harga ini sudah termasuk pajak pertambahan nilai (PPN).
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Oke Nurwan, mengatakan kebijakan DMO minyak goreng dan DPO minyak sawit akan memberikan kepastian harga CPO bagi produsen. Dengan begitu, produk minyak goreng akan tetap terjaga di level Rp 14 ribu per liter. Tanpa kebijakan ini, harga CPO akan bergantung pada harga internasional.
Sebelumnya, pemerintah menutup selisih harga CPO dengan harga jual minyak goreng melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Pemerintah menyiapkan anggaran sebesar Rp 7,6 triliun untuk 1,5 miliar liter selama enam bulan. "Ternyata, ada berbagai kendala yang dihadapi sehingga ketersediaan minyak goreng di pasar tak optimal.”
Pedagang menunjukkan stok sisa minyak goreng di Pasar Cihapit, Bandung, Jawa Barat, 24 Januari 2022. TEMPO/Prima mulia
"Mulai 1 Februari 2022 (subsidi minyak goreng) dihentikan. Karena harga CPO sebagai bahan bakunya sudah diturunkan melalui kebijakan DPO. Maka, dalam hal ini, pembayaran selisih harga dari harga keekonomian minyak goreng ke harga HET tidak lagi diperlukan. Jadi, BPDPKS tak perlu lagi menyiapkan anggarannya," ujar Oke.
Meski begitu, Oke belum bisa memastikan seberapa besar anggaran BPDPKS yang sudah disalurkan untuk subsidi minyak goreng hingga saat ini. Menurut dia, sebanyak 72 perusahaan yang terdaftar belum mengklaim tagihan perbedaan selisih harga antara produsen dan masyarakat. Ia menduga perusahaan masih melengkapi dokumen dan administrasinya untuk klaim subsidi.
"Masa klaim subsidi bagi produsen tidak dibatasi. Mereka masih bisa melakukan klaim meski sudah lewat Februari,” kata Oke. Namun, ia menambahkan, BPDPKS hanya akan memperhitungkan klaim atas subsidi minyak goreng yang disalurkan hingga 31 Januari mendatang.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Indrasari Wisnu Wardhana, memastikan kewajiban DMO yang harus dipenuhi produsen tidak akan banyak mempengaruhi kinerja ekspor CPO. Dia mengatakan sejatinya kebutuhan CPO dalam negeri selama ini selalu terpenuhi. "Volume pasokan CPO untuk dalam negeri sesuai dengan ketentuan DMO. Namun penerapan kewajiban ini akan memastikan pasokan domestik terjamin.”
Meski demikian, Wisnu tidak memungkiri adanya potensi penurunan ekspor dalam jangka pendek. Namun ia memperkirakan penurunan volume tersebut dapat terkompensasi dengan harga CPO yang terkerek. "Harga CPO internasional bisa naik dan penurunan volume ini akan terkompensasi dengan kenaikan harga di pasar internasional," ujar Wisnu.
Sekretaris Jenderal Gabungan Perusahaan Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Eddy Martono, belum bisa berkomentar soal kebijakan anyar tersebut. Menurut dia, pelaku usaha masih menunggu mekanisme rinci kebijakan DMO dan DPO. "Mudah-mudahan besok (hari ini) sudah ada kejelasan," ujar Eddy.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara, mengapresiasi penerapan DMO dan DPO untuk menjaga stabilitas harga minyak goreng. “Sejak lama banyak yang mengusulkan DMO menjadi solusi. Meski baru dilaksanakan sekarang, setidaknya pemerintah mengakui DMO sebagai solusi yang perlu dicoba.”
Ia menyarankan agar pemerintah fleksibel dalam mengatur porsi kewajiban DMO. Di antaranya menaikkan pemenuhan pasokan domestik menjadi 25-35 persen dalam kondisi tertentu. Misalnya ketika permintaan masyarakat tinggi, seperti saat menjelang Ramadan dan Lebaran.
Dengan adanya aturan pengganti subsidi minyak goreng ini, kata Bhima, pemerintah bisa lebih tegas mengatur HET minyak goreng sehingga disparitas harga bisa teratasi. Ia berharap keberanian pemerintah berpihak kepada daya beli masyarakat juga diikuti oleh pengendalian harga dan pasokan komoditas lainnya. Dengan demikian, tingkat inflasi diharapkan bisa terjaga.
LARISSA HUDA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo