Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Berita Tempo Plus

Sulitnya Mengerek Turun Suku Bunga

30 November 2015 | 00.00 WIB

Sulitnya Mengerek Turun Suku Bunga
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Manggi Habir
*) Kontributor Tempo

TEKANAN agar Bank Indonesia menurunkan suku bunga, untuk menggairahkan ekonomi kita yang lesu, terus berlanjut. Permintaan ini bersumber tidak hanya dari kalangan bisnis dan konsumen, tapi juga dari pemerintah, terutama dari Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution, dan akhir-akhir ini dari Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Permintaan mereka cukup beralasan kalau kita mengamati tren inflasi tahunan Oktober yang terus turun ke angka 6,25 persen, mendekati target BI akhir tahun, yaitu 4-5 persen. Bunga yang rendah akan meringankan beban pinjaman dan cicilan barang sehingga meningkatkan konsumsi—pendorong utama pertumbuhan ekonomi pada tahun-tahun lampau. Sekarang pendorong utama pertumbuhan hanya datang dari belanja pemerintah karena ekspor juga lesu.

Tapi BI memiliki tanggung jawab yang agak beda dari Kementerian Keuangan, yaitu menjaga nilai rupiah agar tak tergerus inflasi dan kestabilan terhadap mata uang dunia dipertahankan. Makanya BI dibuat agar lebih independen dari pemerintah. BI pun menginginkan pertumbuhan ekonomi, tapi nilai rupiah harus stabil dulu, sebelum bunga diturunkan.

Di satu sisi inflasi memang sudah turun, tapi belum sampai ke zona yang BI anggap lebih aman. Para ekonom kebanyakan memprediksi inflasi terus turun pada sisa dua bulan ini untuk sampai ke tingkat tersebut. Namun, di sisi nilai tukar rupiah, ada kekhawatiran terhadap rencana Federal Reserve Amerika Serikat (The Fed) yang hendak meningkatkan bunga dolar mereka akhir tahun ini. Jika ini terjadi, dana asing dari banyak negara akan balik ke Amerika, sehingga melemahkan mata uang negara-negara lain.

BI akan memantau dulu reaksi pasar terhadap kenaikan bunga Amerika sebelum memikirkan arah suku bunga rupiah. Jika reaksi pasar normal dan arus dana asing yang keluar minim, bunga diperkirakan dapat turun. Tapi, kalau arus dana asing yang keluar cukup deras sehingga rupiah melemah jauh, suku bunga rupiah justru bisa naik. Ini dilema yang dihadapi BI.

Sudah lama dan berkali-kali The Fed mengingatkan dan mempersiapkan pasar bahwa bunga Amerika akan dinaikkan. Mereka menunggu sampai pertumbuhan ekonomi Amerika sudah dianggap stabil. Dan, karena angka ekonomi Amerika terakhir sudah terlihat baik, semua memperkirakan kenaikan bunga terjadi akhir tahun ini. Kenaikannya juga diperkirakan pelan dan bertahap, mengingat pengaruh dolar Amerika terhadap mata uang dunia lainnya, yakni 25 basis point dan ditahan di tingkat ini untuk waktu yang cukup lama.

Yang mengundang perdebatan adalah bagaimana reaksi pasar terhadap naiknya suku bunga Amerika. Di satu sisi, ada kelompok pesimis yang khawatir hengkangnya dana asing akan cukup deras sehingga melemahkan rupiah sampai mendorong BI harus menaikkan bunga. Kekhawatiran ini dipicu antara lain oleh tingkat ekspor kita yang masih lemah dan tingginya kepemilikan asing atas obligasi pemerintah, yang mencapai 37,4 persen, sehingga rentan terhadap pergerakan kurs.

Sebaliknya, mereka yang optimistis yakin dana asing di Indonesia lebih bersifat jangka panjang. Selain itu, pasar sudah lama mengantisipasi naiknya suku bunga Amerika, sehingga sudah diperhitungkan pada waktu membeli obligasi negara kita. Kalaupun ada dana asing yang keluar nanti, jumlahnya minim dan terkendali. Saat ini minat investor asing terhadap obligasi pemerintah, dengan bunga 8,6 persen, masih cukup tinggi.

Akhirnya yang menentukan adalah persepsi pelaku pasar. Tapi jika kita perhatikan beberapa indikator terakhir, antara lain harga minyak sawit dan penjualan semen, sudah mulai ada indikasi membaik. BI pun sudah menambah likuiditas dengan menurunkan giro wajib minimum menjadi 7,5 persen dari 8,0 persen. Walau tak langsung, ini akan membantu menurunkan biaya bunga perbankan. Penelitian beberapa perusahaan keuangan global, termasuk Dana Moneter Internasional (IMF), juga mencatat bahwa pasar negara berkembang akan membaik tahun depan.


KURS
Rp per US$
Pekan sebelumnya 13.787
13.733
Penutupan 26 November 2015

IHSG
Pekan sebelumnya 4.519
4.597
Penutupan 26 November 2015

INFLASI
Bulan sebelumnya 6,83%
6,25%
Okt 2015 YoY

BI RATE
Bulan sebelumnya 7,5%
7,5%

CADANGAN DEVISA
30 September 2015
US$ 101,7 miliar
US$ miliar
100,7
30 Oktober 2015

Pertumbuhan PDB
2014 5,0%
5,1%
Target 2015

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus