PRESS Club di Jakarta menjual 150 karcis (per karcis Rp 2.500)
untuk makan siang minggu lalu. Ruangannya terpakai penuh. Belum
pernah ia selaris itu. Tapi banyak orang datang bukanlah sekedar
mau makan siang. Daya tarik ialah Menteri Perdagangan Radius
Prawiro, pembicara tamu, yang membawa topik: tures trading
(perdagangan dengan penyerahan kemudian) dan bursa komoditi.
Sebagian besar pengunjung bukanlah wartawan, melainkan para
nasabah dari 7 perusahaan pialang komoditi yang kini dilarang
pemerintah. Para nasabah itu rupanya datang dengan harapan
supaya didengar oleh Pak Radius, bukan cuma mendengar Menteri
itu. Umumnya mereka meminta bantuan pemerintah. "Kami ini korban
dari penyelewengan", beberapa di antara mcreka berkata.
Bisakah pemerintah memhantu? Bisakah perusahaan pialang ditekan
supaya mengembalikan dana nasabahnya secepat mungkin? Semua itu
belum terjawab dari keterangan Menteri Perdagangan. "Bikinlah
laporan tertulis", kata Mcnteri Radius. "Kami perlu banyak
informasi, guna meneliti manakah menyangkut perdata dan mana
yang pidana".
Pengembalian uang nasabah terutama macet di empat perusahaan -
PT Dharma Unicus, PT Tridaya Artha Universal, PT Duta Komoditi
Indra dan PT World Utama Traders. Keempatnya sampai awal minggu
ini masih bersikap maju-mundur, menunda-nunda pembayaran,
membuat kelompok nasabah merasa dipermair.kan. Besar kemungkinan
ini akan menjurus ke perkara perdata yang akan berlarut-larut di
pengadilan.
PT Tridaya Artha Universal minggu lalu sudah mulai memakai
pengacara Haryono Tjitrosubono SH dan Gani Djemat SH untuk
menghadapi para nasabah - suatu pertanda bahwa ia akan suka
pergi ke pengadilan, jika perlu. Mendengar laporan ini, Menteri
Radius menganjurkan supaya kelompok nasabah memakai pula
pengacara.
Di tiga perusahaan lainnya - PT Multi Pertiwi, PT Utama Growth
dan PT Pelangi Nusantara Trading - sudah ada pengertian dasar
tentang cara pengembalian uang pada nasabah. Maka sengketa, jika
ada di situ, tidaklah terlalu heboh.
Malah ketiganya, masih bisa melanjutkan trading guna
menyelesaikan kontrak yang bersisa. Ketika larangan pemerintah
diumumkan (7 Juni), terdapat banyak kontrak perdagangan dengan
jual beli sampai Nopember. Dan pemerintah, walaupun tidak tegas
memberi bataswaktu sampai Nopember, telah mengizinkan
tenggang-waktu sampai semua sisa kontrak settled (selesai).
Tenggang-waktu itu, jika nasabah mau, mungkin bisa dipakai untuk
hedging (pemagaran) supaya mengurangi risiko rugi. Tapi iklim di
keempat perusahaan sudah tidak memungkinkannya lagi. Namun, PT
Tridaya menawarkannya juga minggu lalu sebagai bagian dari usul
komprominya tapi ditolak oleh kelompok nasabah.
PT Tridaya, berbeda dengan kemauan nasabahnya, menafsirkan bahwa
larangan pemerintah berlaku 8 Juni, berdasar tanggal yang
tercantum dalam surat pemberitahuan yang diterimanya dari Kanwil
Departemen Perdagangan DKI. Jadi, pengembalian yang
dijanjikannya berpedoman pada posisi rekening nasabah tanggal 8
Juni. Ini menimbulkan sengketa dan problim juga di keenam
lainnya, tapi adalah di PT Tridaya para nasabah paling
mempersoalkannya.
Selisih satu hari itu penting sekali bagi mereka, berhubung
harga komoditi di bursa Jepang dilaporkan para pialag itu
sebagai merosot terus-menerus ketika itu. Jika 7 Juni dipakai,
ini berarti kerugian nasabah ata-l czlt loss makin berkurang. Di
PT Tridaya, kelompok nasabahnya menuntut supaya posisi keuangan
6 Juni dipakai sebagai pedoman pembayaran kembali. Tapi PT
Tridaya tetap bersikeras pada tanggal 8 Juni yang lebih
menguntungkannya. Perbedaan harga ntara 6 dan 8 Juni, tulis Yan
Apul SH dan L.J.N. Hoffinan kepada Menteri Perdagangan (21 Juni)
yang mewakili nasabah di perusahaan tersebut, "sangat jauh malah
hampir sama dengan modal pokok yang disetor . . . ".
HARGA di bursa Jepang, terutama menyangkut komoditi kacang merah
yang paling ramai diperdagangkan di Jakarta, secara aneh menurun
sejak awal Juni, sebelum dan sesudah tanggal 7, beruntun
sembilan hari. Kejadian ini tidak pernah terjadi dalam
sejarahnya, terutama tiap bulan Juni, ketika suplai di pasaran
biasanya menurun berhubung petani RRC dan Taiwan memasuki musim
tanam. Maka timbullah kecurigaan kaum spekulan, seakan-akan
rencana pemerintah melarang bisnis ini di Jakarta sudah bocor
terlebih dulu di Hongkong. Anjlok harganya telah sampai ke stop
low, batas terendah. Akibatnya, banyak nasabah memasukkan order
menjual tapi tidak mungkin lagi untuk dilaksanakan, hingga
terjadi kerugian besar. Biasanya tidak ada transaksi ketika stop
low.
Sesungguhnya, 7 Juni adalah tanggal keputusan sidang Dewan
Stabilisasi Ekonomi Nasional. Sedang 8 Juni adalah tanggal
instruksi Menteri Radius kepada kepala Kanwil Departemen
Perdagangan DKI Jakarta, yang kemudian meneruskannya kepada
semua perusahaan bersangkutan dengan surat tertanggal 8 Juni
juga.
Kini, sesudah para nasabah meminta perlindungan mengenai selisih
tanggal itu, Departemen Perdagangan nampaknya belum bisa tegas
memutuskan. Kecenderungan Menteri Radius ialah menyerahkan pada
pihak yang bersengketa. Kalau bisa, supaya berdamai
menyelesaikannya. Demikian pula kelihatan sikapnya terhadap
potongan sekian prosen oleh perusahaan yang mengembalikan uang
nasabah.
Pungutan atau potongan di luar perjanjian yang pernah dilakukan
antara pemilik uang dan perusahaan menurut perintah Kanwil
tertanggal 8 Juni, "tidak dibenarkan". Tapi ini sekarang
kelihatannya seperti sudah dibenarkan, jika ada persetujuan
kedua pihak. Banyak nasabah mau menerima syarat pemotonganoleh
perusahaan asalkan bisa memperoleh uang kembali. Tapi, ternyata
banyak nasabah masih saja dipermainkan para pialang itu,
meskipun sudah bersedia memberi potongan.
PT Tridaya, misalnya, pernan memberi cek kosong untuk mencicil
nasabahnya. Di PT World Utama Traders, satu pengurus menulis
cek pembayaran, sedang pengurus lainnya meminta banknya supaya
memblokir rekening perusahaannya. "Kami ini betul-betul
dikibuli", komentar satu nasabahnya.
PT World itu telah membikin perobahan mendadak dalam hubungan
kerjanya dengan grup Hongkong. Pada mulanya (16 Pebruari '77) ia
membikin perjanjian kerja dengan Kyoshin Traders Ltd untuk
bisnis pialang komoditi ini. Pihak Kyoshin, demikian perjanjian
itu, menyediakan modal dan memimpin perusahaan PT World dalam
kegiatannya sehari-hari serta mengkontrol keuangannya. Untuk itu
pihak Kyoshin boleh meraih 60% dari seluruh keuntungan, sedang
sisanya dibagi untuk para pengurus PT World (Imron Malik 20%,
Alex Chandra 5%, Sofian Elias 5% dan Sudirman 10%).
10 Juni, PT World mengumumkan kesediaannya membayar kembali uang
nasabah sampai posisi 7 Juni. Ini diperkuat lagi oleh kelima
tenaga Hongkong (Kyoshin) dalam perjanjian dengan kelompok
nasabah, a.l. diwakili A. Suryo (anak Letjen Suryo, Presdir PT
HII) tanggal 13 Juni. Tapi hampir bersamaan muncul pula
pernyataan PT World (10 Juni) bahwa sejak 6 Juni ia sudah tidak
ada hubungan apapun dengan pihak Kyoshin. Sebagai pengganti,
Godo Corp (juga grup Hongkong) dinyatakan bertanggungjawab atas
"segala order transaksi" dari PT World. Berarti, orang-orang
Kyoshin tidak diakui lagi kehadirannya, sementara Godo Corp
mengambil-alih rekening perusahaan di bank.
Apakah dengan perobahan itu PT World akan terbantu menyelesaikan
dana nasabahnya? Itu yang diharapkan. Tapi nyatanya PT World,
sampai awal minggu ini, masih mengecewakan para nasabahnya yang
selalu bisa dilihat menunggu, dalam jumlah puluhan, di Lantai
111 Duta Merlin. Meminjam istilah Menlu Adam Malik, mereka
"diakali tukang duit".
Di PT Dharma Unicus (cabang Lantai 12 Skyline Building), seorang
manajernya telah ditodong oleh sekelompok nasabah. "Dingin
terasa di punggung", manajer itu bercerita. Rasa "dingin" tetap
mengikutinya, malah sampai ke WC sekalipun. Akhirnya, direksi
perusahaan menandatangani persetujuan untuk mengembalikan dana
nasabah per 6 Juni, membatalkan cutting loss sesudah tanggal itu
dan memblokir dana PT Dharma Unicus di banknya.
TAPI itu belum berarti PT Dharma Unicus awal minggu ini sudah
sepenuhnya melaksanakannya. Direksinya melapor pada Kanwil
Departemen Perdagangan DKI secara tertulis (14 Juni): "Kondisi
saat itu (11 Juni) mengharuskan kami untuk menandatangani surat
tersebut. Kami berpendapat tuntutan (pihak nasabah) adalah tidak
wajar dan tidak mengikuti peraturan kontrak... Apabila masalah
trading ini akan diselesaikan di luar Rules of Commodity Trading
dan CustomerAgreement, maka kami tidak mungkin melaksanakannya".
PT Dharma Unicus mempunyai dana lebih Rp I milyar di Bank of
Tokyo. Entah bagaimana akal 2 orang nasabahnya, sebanyak kurang
lebih 40O dari jumlah dana itu sempat dicairkan dari bank itu
untuk dibagi-bagi kepada sesama nasabah. "Itu adalah risiko bank
yang sudah terlanjur mencairkannya", kata jurubicara PT Dharma
Unicus.
Di PT Duta Komoditi Indra, sudah ada juga "perjanjian
perdamaian". Tapi pelaksanaannya tidak lancar. Sebagian nasabah
berkeberatan menandatangani persyaratan "melepaskan segala
tuntutannya", sedang perusahaan memotong pembayaran, a.l. karena
berbeda tafsiran mengenai cut loss Seorang nyonya,misalnya, cuma
akan dibayar 20o saja dari sisa yang diketahuinya Rp 725 juta.
"Saya tak terima, pak. Ini namanya menghisap darah", kata nyonya
itu.
Satu nasabah, kebetulan adik ipar dari seorang panglima, dan
sejurnlah orang yang berotot keras telah menerima pembayaran PT
Duta tanpa protes minggu lalu. Minggu lalu, pernah seseorang
mengancam akan membawa granat ke situ.
Beberapa perusahaan membikin alasan untuk tak bisa membayar
kembali karena dana sudah keburu dikirim ke Hongkong dan Tokio.
Benarkah demikian? Gubernur Bl, Rachmat Saleh, minggu lalu tidak
bisa menjawab pertanyaan pers. Tapi satu nasabah ketika makan
siang dengan Menteri Radius di Press Club mendesak supaya pihak
berwajib aktif meneliti transfer itu, yang ditaksirnya sebanyak
Rp 16 milyar. Sudarso, nasabah itu, berkata: "Kita masih
meragukan apakah perusahaan-perusahaan itu mampu membayar
kita... Terserah Menteri, bagaimana caranya mengembalikan uang
itu ke Indonesia". (Hadirin riuh bertepuk).
Sebagian kalangan bisnis tidak begitu yakin tentang transfer
itu. "Suatu excuse (dalih) saja dari piaiang 'tu", kata satu
bankir nasional, umpamanya. Ia mempunyai teori begini: Sukubunga
kredit di sini jauh lebih tinggi. Maka dana yang tersedot dari
para nasabah akanlebihmenguntungkanjika diputar di sini saja.
Kenapa musti susah-susah dibawa ke Hongkong? Di sini kredit
mahal, sedang banyak usahawan domestik memerlukannya.
Ada transfer atau tidak, perusahaanperusahaan pialang komoditi
itu sudah jelas berada dalam oposisi jauh lebih mujur dibanding
nasib nasabah. Makin lama nasabah menerima kembali uangnya,
makin lama perusahaan bisa memanfaatkan fana yang dikumpulnya.
Makin lama perusahaan bisa mengundur waktu pembayaran, terutama
jika dijadikan kasus perdata, makin lemah kedudukan nasabah.
Maklum, perkara perdata bisa berakhir tahunan di pengadilan
negeri, apalagi bila menempuh tingkat banding pula.
Maka anjuran Menteri Radius supaya kelompok nasabah memakai
pengacara, tampaknya mengandung suatu pesan agar baiknya
"berdamai" saja. Satusatunya tekanan Departemen Perdagangan yang
terbayang minggu lalu terhadap pihak perusahaan ialah cuma
ancaman halus: Izin usaha akan dicabut jika perusahaan ternyata
tidak mengembalikan uang. Tak dijelaskan kapan batas
pengembalian uang para nasabah itu.
Sebaliknya, pihak perusahaan umumnya menyatakan bersedia
mengembalikan uang jika sesuai dengan kontrak. Setuju?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini