Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bursa komoditi dan uang panas tak banyak harapan bagi nasabah

Uang nasabah macet di 4 perusahaan pialang komoditi. ijin usaha diselewengkan keusaha spekulasi. yang tidak profesional selalu rugi. keuntungan sulit diambil. jailani naro pelopor usaha pialang.

2 Juli 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PRESS Club di Jakarta menjual 150 karcis (per karcis Rp 2.500) untuk makan siang minggu lalu. Ruangannya terpakai penuh. Belum pernah ia selaris itu. Tapi banyak orang datang bukanlah sekedar mau makan siang. Daya tarik ialah Menteri Perdagangan Radius Prawiro, pembicara tamu, yang membawa topik: tures trading (perdagangan dengan penyerahan kemudian) dan bursa komoditi. Sebagian besar pengunjung bukanlah wartawan, melainkan para nasabah dari 7 perusahaan pialang komoditi yang kini dilarang pemerintah. Para nasabah itu rupanya datang dengan harapan supaya didengar oleh Pak Radius, bukan cuma mendengar Menteri itu. Umumnya mereka meminta bantuan pemerintah. "Kami ini korban dari penyelewengan", beberapa di antara mcreka berkata. Bisakah pemerintah memhantu? Bisakah perusahaan pialang ditekan supaya mengembalikan dana nasabahnya secepat mungkin? Semua itu belum terjawab dari keterangan Menteri Perdagangan. "Bikinlah laporan tertulis", kata Mcnteri Radius. "Kami perlu banyak informasi, guna meneliti manakah menyangkut perdata dan mana yang pidana". Pengembalian uang nasabah terutama macet di empat perusahaan - PT Dharma Unicus, PT Tridaya Artha Universal, PT Duta Komoditi Indra dan PT World Utama Traders. Keempatnya sampai awal minggu ini masih bersikap maju-mundur, menunda-nunda pembayaran, membuat kelompok nasabah merasa dipermair.kan. Besar kemungkinan ini akan menjurus ke perkara perdata yang akan berlarut-larut di pengadilan. PT Tridaya Artha Universal minggu lalu sudah mulai memakai pengacara Haryono Tjitrosubono SH dan Gani Djemat SH untuk menghadapi para nasabah - suatu pertanda bahwa ia akan suka pergi ke pengadilan, jika perlu. Mendengar laporan ini, Menteri Radius menganjurkan supaya kelompok nasabah memakai pula pengacara. Di tiga perusahaan lainnya - PT Multi Pertiwi, PT Utama Growth dan PT Pelangi Nusantara Trading - sudah ada pengertian dasar tentang cara pengembalian uang pada nasabah. Maka sengketa, jika ada di situ, tidaklah terlalu heboh. Malah ketiganya, masih bisa melanjutkan trading guna menyelesaikan kontrak yang bersisa. Ketika larangan pemerintah diumumkan (7 Juni), terdapat banyak kontrak perdagangan dengan jual beli sampai Nopember. Dan pemerintah, walaupun tidak tegas memberi bataswaktu sampai Nopember, telah mengizinkan tenggang-waktu sampai semua sisa kontrak settled (selesai). Tenggang-waktu itu, jika nasabah mau, mungkin bisa dipakai untuk hedging (pemagaran) supaya mengurangi risiko rugi. Tapi iklim di keempat perusahaan sudah tidak memungkinkannya lagi. Namun, PT Tridaya menawarkannya juga minggu lalu sebagai bagian dari usul komprominya tapi ditolak oleh kelompok nasabah. PT Tridaya, berbeda dengan kemauan nasabahnya, menafsirkan bahwa larangan pemerintah berlaku 8 Juni, berdasar tanggal yang tercantum dalam surat pemberitahuan yang diterimanya dari Kanwil Departemen Perdagangan DKI. Jadi, pengembalian yang dijanjikannya berpedoman pada posisi rekening nasabah tanggal 8 Juni. Ini menimbulkan sengketa dan problim juga di keenam lainnya, tapi adalah di PT Tridaya para nasabah paling mempersoalkannya. Selisih satu hari itu penting sekali bagi mereka, berhubung harga komoditi di bursa Jepang dilaporkan para pialag itu sebagai merosot terus-menerus ketika itu. Jika 7 Juni dipakai, ini berarti kerugian nasabah ata-l czlt loss makin berkurang. Di PT Tridaya, kelompok nasabahnya menuntut supaya posisi keuangan 6 Juni dipakai sebagai pedoman pembayaran kembali. Tapi PT Tridaya tetap bersikeras pada tanggal 8 Juni yang lebih menguntungkannya. Perbedaan harga ntara 6 dan 8 Juni, tulis Yan Apul SH dan L.J.N. Hoffinan kepada Menteri Perdagangan (21 Juni) yang mewakili nasabah di perusahaan tersebut, "sangat jauh malah hampir sama dengan modal pokok yang disetor . . . ". HARGA di bursa Jepang, terutama menyangkut komoditi kacang merah yang paling ramai diperdagangkan di Jakarta, secara aneh menurun sejak awal Juni, sebelum dan sesudah tanggal 7, beruntun sembilan hari. Kejadian ini tidak pernah terjadi dalam sejarahnya, terutama tiap bulan Juni, ketika suplai di pasaran biasanya menurun berhubung petani RRC dan Taiwan memasuki musim tanam. Maka timbullah kecurigaan kaum spekulan, seakan-akan rencana pemerintah melarang bisnis ini di Jakarta sudah bocor terlebih dulu di Hongkong. Anjlok harganya telah sampai ke stop low, batas terendah. Akibatnya, banyak nasabah memasukkan order menjual tapi tidak mungkin lagi untuk dilaksanakan, hingga terjadi kerugian besar. Biasanya tidak ada transaksi ketika stop low. Sesungguhnya, 7 Juni adalah tanggal keputusan sidang Dewan Stabilisasi Ekonomi Nasional. Sedang 8 Juni adalah tanggal instruksi Menteri Radius kepada kepala Kanwil Departemen Perdagangan DKI Jakarta, yang kemudian meneruskannya kepada semua perusahaan bersangkutan dengan surat tertanggal 8 Juni juga. Kini, sesudah para nasabah meminta perlindungan mengenai selisih tanggal itu, Departemen Perdagangan nampaknya belum bisa tegas memutuskan. Kecenderungan Menteri Radius ialah menyerahkan pada pihak yang bersengketa. Kalau bisa, supaya berdamai menyelesaikannya. Demikian pula kelihatan sikapnya terhadap potongan sekian prosen oleh perusahaan yang mengembalikan uang nasabah. Pungutan atau potongan di luar perjanjian yang pernah dilakukan antara pemilik uang dan perusahaan menurut perintah Kanwil tertanggal 8 Juni, "tidak dibenarkan". Tapi ini sekarang kelihatannya seperti sudah dibenarkan, jika ada persetujuan kedua pihak. Banyak nasabah mau menerima syarat pemotonganoleh perusahaan asalkan bisa memperoleh uang kembali. Tapi, ternyata banyak nasabah masih saja dipermainkan para pialang itu, meskipun sudah bersedia memberi potongan. PT Tridaya, misalnya, pernan memberi cek kosong untuk mencicil nasabahnya. Di PT World Utama Traders, satu pengurus menulis cek pembayaran, sedang pengurus lainnya meminta banknya supaya memblokir rekening perusahaannya. "Kami ini betul-betul dikibuli", komentar satu nasabahnya. PT World itu telah membikin perobahan mendadak dalam hubungan kerjanya dengan grup Hongkong. Pada mulanya (16 Pebruari '77) ia membikin perjanjian kerja dengan Kyoshin Traders Ltd untuk bisnis pialang komoditi ini. Pihak Kyoshin, demikian perjanjian itu, menyediakan modal dan memimpin perusahaan PT World dalam kegiatannya sehari-hari serta mengkontrol keuangannya. Untuk itu pihak Kyoshin boleh meraih 60% dari seluruh keuntungan, sedang sisanya dibagi untuk para pengurus PT World (Imron Malik 20%, Alex Chandra 5%, Sofian Elias 5% dan Sudirman 10%). 10 Juni, PT World mengumumkan kesediaannya membayar kembali uang nasabah sampai posisi 7 Juni. Ini diperkuat lagi oleh kelima tenaga Hongkong (Kyoshin) dalam perjanjian dengan kelompok nasabah, a.l. diwakili A. Suryo (anak Letjen Suryo, Presdir PT HII) tanggal 13 Juni. Tapi hampir bersamaan muncul pula pernyataan PT World (10 Juni) bahwa sejak 6 Juni ia sudah tidak ada hubungan apapun dengan pihak Kyoshin. Sebagai pengganti, Godo Corp (juga grup Hongkong) dinyatakan bertanggungjawab atas "segala order transaksi" dari PT World. Berarti, orang-orang Kyoshin tidak diakui lagi kehadirannya, sementara Godo Corp mengambil-alih rekening perusahaan di bank. Apakah dengan perobahan itu PT World akan terbantu menyelesaikan dana nasabahnya? Itu yang diharapkan. Tapi nyatanya PT World, sampai awal minggu ini, masih mengecewakan para nasabahnya yang selalu bisa dilihat menunggu, dalam jumlah puluhan, di Lantai 111 Duta Merlin. Meminjam istilah Menlu Adam Malik, mereka "diakali tukang duit". Di PT Dharma Unicus (cabang Lantai 12 Skyline Building), seorang manajernya telah ditodong oleh sekelompok nasabah. "Dingin terasa di punggung", manajer itu bercerita. Rasa "dingin" tetap mengikutinya, malah sampai ke WC sekalipun. Akhirnya, direksi perusahaan menandatangani persetujuan untuk mengembalikan dana nasabah per 6 Juni, membatalkan cutting loss sesudah tanggal itu dan memblokir dana PT Dharma Unicus di banknya. TAPI itu belum berarti PT Dharma Unicus awal minggu ini sudah sepenuhnya melaksanakannya. Direksinya melapor pada Kanwil Departemen Perdagangan DKI secara tertulis (14 Juni): "Kondisi saat itu (11 Juni) mengharuskan kami untuk menandatangani surat tersebut. Kami berpendapat tuntutan (pihak nasabah) adalah tidak wajar dan tidak mengikuti peraturan kontrak... Apabila masalah trading ini akan diselesaikan di luar Rules of Commodity Trading dan CustomerAgreement, maka kami tidak mungkin melaksanakannya". PT Dharma Unicus mempunyai dana lebih Rp I milyar di Bank of Tokyo. Entah bagaimana akal 2 orang nasabahnya, sebanyak kurang lebih 40O dari jumlah dana itu sempat dicairkan dari bank itu untuk dibagi-bagi kepada sesama nasabah. "Itu adalah risiko bank yang sudah terlanjur mencairkannya", kata jurubicara PT Dharma Unicus. Di PT Duta Komoditi Indra, sudah ada juga "perjanjian perdamaian". Tapi pelaksanaannya tidak lancar. Sebagian nasabah berkeberatan menandatangani persyaratan "melepaskan segala tuntutannya", sedang perusahaan memotong pembayaran, a.l. karena berbeda tafsiran mengenai cut loss Seorang nyonya,misalnya, cuma akan dibayar 20o saja dari sisa yang diketahuinya Rp 725 juta. "Saya tak terima, pak. Ini namanya menghisap darah", kata nyonya itu. Satu nasabah, kebetulan adik ipar dari seorang panglima, dan sejurnlah orang yang berotot keras telah menerima pembayaran PT Duta tanpa protes minggu lalu. Minggu lalu, pernah seseorang mengancam akan membawa granat ke situ. Beberapa perusahaan membikin alasan untuk tak bisa membayar kembali karena dana sudah keburu dikirim ke Hongkong dan Tokio. Benarkah demikian? Gubernur Bl, Rachmat Saleh, minggu lalu tidak bisa menjawab pertanyaan pers. Tapi satu nasabah ketika makan siang dengan Menteri Radius di Press Club mendesak supaya pihak berwajib aktif meneliti transfer itu, yang ditaksirnya sebanyak Rp 16 milyar. Sudarso, nasabah itu, berkata: "Kita masih meragukan apakah perusahaan-perusahaan itu mampu membayar kita... Terserah Menteri, bagaimana caranya mengembalikan uang itu ke Indonesia". (Hadirin riuh bertepuk). Sebagian kalangan bisnis tidak begitu yakin tentang transfer itu. "Suatu excuse (dalih) saja dari piaiang 'tu", kata satu bankir nasional, umpamanya. Ia mempunyai teori begini: Sukubunga kredit di sini jauh lebih tinggi. Maka dana yang tersedot dari para nasabah akanlebihmenguntungkanjika diputar di sini saja. Kenapa musti susah-susah dibawa ke Hongkong? Di sini kredit mahal, sedang banyak usahawan domestik memerlukannya. Ada transfer atau tidak, perusahaanperusahaan pialang komoditi itu sudah jelas berada dalam oposisi jauh lebih mujur dibanding nasib nasabah. Makin lama nasabah menerima kembali uangnya, makin lama perusahaan bisa memanfaatkan fana yang dikumpulnya. Makin lama perusahaan bisa mengundur waktu pembayaran, terutama jika dijadikan kasus perdata, makin lemah kedudukan nasabah. Maklum, perkara perdata bisa berakhir tahunan di pengadilan negeri, apalagi bila menempuh tingkat banding pula. Maka anjuran Menteri Radius supaya kelompok nasabah memakai pengacara, tampaknya mengandung suatu pesan agar baiknya "berdamai" saja. Satusatunya tekanan Departemen Perdagangan yang terbayang minggu lalu terhadap pihak perusahaan ialah cuma ancaman halus: Izin usaha akan dicabut jika perusahaan ternyata tidak mengembalikan uang. Tak dijelaskan kapan batas pengembalian uang para nasabah itu. Sebaliknya, pihak perusahaan umumnya menyatakan bersedia mengembalikan uang jika sesuai dengan kontrak. Setuju?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus