Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Tak Pantas Tanpa Saudi

Pertemuan di bonn yang direncanakan bulan juli 1978 untuk membicarakan keadaan ekonomi dunia tak pantas kalau tak mengikut sertakan arab saudi si raksasa minyak. (eb)

18 Maret 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ANGKA statistik yang mulai keluar dengan indikator 1977 menunjukkan betapa ekonomi dunia masih belum pulih dari resesi yang paling parah sejak malaise 1930. Pengangguran dan inflasi masih merajalela di negara industri, sementara dunia usaha masih terus lesu. Permintaan komoditi ekspor dari negara berkembang lemah dan tak menentu, dan inilah yang menyebabkan Indonesia masih was-was prospek ekonominya pada 1978 ini. Sejak 1975 para pemimpin negara industri sudah mengadakan tiga kali pertemuan puncak untuk mencoba mengangkat ekonomi dunia dari resesi. Selama itu mereka gagal untuk menghasilkan apa yang mereka inginkan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi mereka rata-rata berkisar sekitar 3% atau 4%7 satu tingkat yang jauh lebih rendah dibanding sebelum 1973. Yang tidak diduga adalah pertumbuhan ekonomi Jerman Barat yang hanya 274%. Ekonomi Jerman Barat, bersama Jepang, paling kuat di antara negara industri. Jerman Barat selama ini diharapkan berperan sebagai "lokomotif" yang lewat kekuatannya bisa menarik pertumbuhan ekonomi negara lain. Karena itu Jerman Barat mendapat tekanan keras dari rekan-rekannya untuk melakukan kebijaksanaan stimulatif. Kebijaksanaan ini menghasilkan ekspansi moneter dan fiskal tapi bisa menyulut inflasi. Orang Jerman tidak akan pernah hlpa inflasi yang mengamuk pada tahun 1930-an yang merupakan unsur penting dalam melahirkan Hitler. Secara psichologis orang Jetman makanya selalu melawan sesuatu tindakan yang bisa meriskir satu inflasi. Karenanya, pada pertemuan anggota Organisasi Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) -- satu organisasi yang beranggotakan 11 negara maju --belum lama ini di Paris tekanan terhadap Jerman untuk melakukan tindakan stimulatif mulai berkurang. Ide adanya satu atau dua negara yang berperan sebagai lokomotif sudah berkurang, dan suatu konsensus rupanya tercapai bahwa beban untuk mengakhiri resesi harus dipikul secara bersama oleh semua negara maju. Juga agak mengejutkan dari statistik akhir 1977 adalah tingkat pertumbuhan ekonomi AS yang mencapai 5,7%. Tingkat ini, sedikit di luar dugaan para pengamat ekonomi umumnya, ternyata masih lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi Jepang. Faktor utama di belakang tingkat pertumbuhan ekonomi AS adalah prestasi ekspornya yang cukup lumayan karena dibantu oleh merosotnya dollar AS, terutama terhadap beberapa mata-uang yang kuat seperti Mark dan Yen. Harga barang AS di luar negeri menjadi murah dan ini memperbesar ekspor AS. Sebaliknya harga barang Jerman di pasaran AS menjadi mahal, hingga sulit bersaing dan ini sedikit menghambat ekspor Jerman. Kalau diingat bahwa 30# Pendapatan Kotor Domestik (GDP) Jerman berasal dari ekspornya, jelaslah betapa ekonominya bisa terpukul. Inilah sebabnya kenapa tahun lalu ekonomi Jerman hanya tumbuh dengan 2,4% saja. Bagi Perdana Menteri Helmut Schmidt, ini berarti bertambahnya pengangguran di Jerman, yang belum pernah setinggi sekarang ini. Schmidt sadar bahwa ini akan punya implikasi serius mengingat tulangpunggung partai Sosial Demokratnya adalah ormas-ormas buruh. Jepang Digedor Bagaimana dengan Jepang? Ekonominya terus tumbuh, sekalipun dengan separuh tingkat pertumbuhan sebelum 1973, tapi masih lebih baik dari pertumbuhan negara industri lainnya surplus neraca perdagangannya terus menggunung. Ini disebabkan taktik dagang Jepang yang masih tetap licik seperti sediakala Menutup pintu bagi barang negara lain, tapi menggunakan segala cara--termasuk banting harga--untuk melempar barangnya di luar negeri. Begitu besarnya cadangan devisa Jepang hingga, kata seorang penjabat perdagangan AS, "diperlukan delapan tahun untuk menghabiskan cadangan devisa Jepang." Namun sesudah digedor berkali-kali, akhirnya Jepang harus mengalah. Dalam perundingan perdagangan dengan AS baru-baru ini di Tokyo, Jepang berjanji untuk menghapuskan berbagai hambatan perdagangan baik berupa tarip dan non-tarip. Bahkan lebih dari itu. Sebagai uluran tangan untuk negara berkembang, Jepang akan menghadiahkan berbagai keringanan bagi barang mereka dalam memasuki Jepang. Jepang bahkan akan membeli beberapa komoditi strategis lebih besar dari yang dibutuhkan sekedar untuk membelanjakan dollar surplusnya. Jepang juga sadar bahwa kalau mereka terap bersikeras dalam taktik dagangnya, orang lain akan kesal, dan munkin akan bertindak lebih kasar lagi terhadap Jepang. Ini berarti pengekangan ekspor Jepang, dan masalah bagi PM Fukuda dalam politik domestiknya. Maka sampai di mana kans pertemuan puncak di Ronn nanti yang direncanakan bulan Juli?: Para kepala negara industri jelas tak akan punya banyak waktu untuk berbincang-bincang tentang pembatasan percobaan nuklir, atau hak-hak azazi manusia, atau penanggulangan teror, seperti yang mereka lakukan di pertemuan puncak London, Puerto Rico, dan Rambouillet. Kini berkembang satu pendapat bahwa tak pantas kalau keadaan ekonomi dunia dibicarakan tanpa mengikut-sertakan Arab Saudi. Memang sudah ada pihak yang mengusulkan agar pertemuan di Bonn nanti juga dihadiri oleh raksasa minyak itu. Dan memang dalam hal GNP Arab Saudi tak kalah, bahkan unggul dari beberapa negara yang selama ini hadir di pertemuan puncak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus