CERITA terpilihnya Prof.Dr. Subroto sebagai Sekjen OPEC tak mungkin dilewatkan begitu saja. Bekas menteri pertambangan ini tidak dicalonkan oleh Indonesia, tapi terpilih secara aklamasi. Persyaratan yang diajukan Rilwani Lukman juga penting: dia hanya mau bertugas kembali sebagai Ketua OPEC kalau didampingi Subroto sebagai sekjen. Satu hal lagi: jabatan Sekjen OPEC yang diperebutkan itu telah kosong sejak lima tahun berselang, bukti lagi tentang betapa sangat menentukannya posisi itu. Terkesan di sini, kehadiran Subroto sangat diperlukan, khususnya di saat-saat OPEC kisruh menghadapi kalut di dalam, dan guncangan NOPEC di luar. Akankah ia tampil sebagai juru damai dan juru selamat yang didambakan itu? Inil perlu ditunggu. Bagi para wartawan, Prof. Subroto adalah pribadi menyenangkan, murah senyum, dan mudah dikenali dengan rambut putih dan dasi kupu-kupunya. Pada usia menjelang 60 tahun, ia berniat menunaikan ibadat haji sebelum akhir Juni nanti mulai mengendalikan sekretariat OPEC di markas besarnya di Wina, Austria. Sabtu pekan lalu, Subroto ditemui dikantornya yang lama, Departemen Pertambangan dan Energi. Di tengah kesibukannya mengepak buku-buku, ia sempat juga berbincang-bincang dengan Bachtiar Abddullah dari TEMPO. Petikannya: Kapan Anda diminta menjadi Sekjen OPEC? Adakah Anda di-approach lebih dahulu? Jabatan sekjen memang sudah lima tahun lowong. Mencari Sekjen OPEC tidak gampang. Calon memang ada, tapi harus memenuhi ketentuan yang menyangkut usia, pendidikan, dan pengalaman. Semula menurut alfabetis negara-negara pendiri: Iran, Irak, Kuwait, Saudi, dan Venezuela. Kemudian dari negara anggota lain, juga alfabetis. Sampai terakhir, yang menjadi sekian adalah Nanguema dari Gabon (1981 1983). Lalu timbul masalah, dasar apa lagi yang dipakai untuk memilih sekjen. Iran bilang itu hak saya, tapi diveto Irak. Dalam sidang terakhir Saudi dan Venezuela mengajukan calon. Kemudian mereka menarik calonnya masing-masing, lalu kembali ke Lukman yang akhirnya mau, dengan syarat Subroto jadi sekjennya. Yang lain setuju. Apa tugas sekjen? Pertama, harus meningkatkan efisiens dan efektivitas sekretariat Kedua, melaksanakan keputusan-keputusan OPEC. ketiga, menjadi wakil resmi OPEC bila berhubungan dengan pihak ketiga. Jadi, dalam OPEC, ketua hanya berfungsi pada wakil konperensi. Selain tak ada sekjen, wajar kalau ketua jadi capek. Itu dirasakan Lukman. Saya dulu juga capek (Subroto pernah menjabat ketua OPEC pada periode 1980-1981 dan 1984-1985). Tugas sekjen mestinya 'kan menarik? Ya, di OPEC bisa memantau perkembangan ekonomi dunia. Itu menarik. Kedua, saya ini guru besar ekonomi internasional FE UI. Banyak masukan bisa diperoleh untuk dihubungkan dengan rencana saya dan bahan-bahan kuliah mahasiswa. Ketiga, saya menerimanya sebagai tantangan. alau kita bisa memperkukuh OPEC sehingga bisa berperan di pasaran, 'kan manfaatnya akan dirasakan langsung. Ini memang berat. Karena itu, sebelum ke Wina, saya mau naik haji dulu, 20-28 Juni. Bersama keluarga? Ya, tentu, bersama ibu (istri). Anak saya tiga, semuanya laki. Yang pertama dan kedua kuliah mechanical engineering di Portland, oregon. Yang bungsu di Cushing Academy, setingkat MA, di Boston. Apa saja fasilitas Yang akan diterima? Gaji, itu saya belum tanya (tertawa). Rumah juga belum tahu, karena yang dulu sudah dilego (tertawa lagi). Pernah ada berita menyatakan bahwa sulit menentukan tingkat produksi selama enam bulan mendatang. Juga sulit merumuskan produksi dalam sistem kuota OPEC. Maksudnya ini bagaimana? Ada dua masalah, karena ada perbedaan antisipasi. Di satu pihak diperkirakan permintaan minyak akan naik, sehingga produksi bisa ditingkatkan. Namun, pihak lain bilang, stok di pasar masih cukup, sehingga permintaan tak akan naik. Jadi, kalau mau menaikkan harga, produksi perlu dikurangi. Tapi siapa bisa memastikan, apa yang akan terjadi dalam enam bulan mendatang? Bukankah ada auditor? Ya, sejak Januari 1988, kita mmakai perusahaan auditor dari Belanda, Kraaienhof Kleinveld. Masalahnya, di dalam OPEC, ada dua negara berperang. Si auditor tak bisa melihat sumber di front perang, karena tidak terjamin keamanannya. Jadi, ada kelemahan Tetapi, kalau semua negara berkemauan baik, mau memberitahukan produksinya yang sebenarnya, bisa saja. Itu pernah terjad pada periode Januari-Mei 1987. Kelemahan kedua, tidak ada penalti bagi pelanggar kuota. Semua negara berdaulat maka sulit menjatuhkan sanksi. Dalam anggaran dasar OPEC, tidak pernah diupayakan untuk mengatur sanksi ini, karena sulit diterima anggota-anggotanya Indonesi pun barangkali juga tidak mau.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini