Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pengusaha menilai ongkos produksi industri padat karya menjadi tantangan besar tahun ini.
Pelaku usaha meminta perlindungan dari barang impor murah.
Pemerintah masih optimistis industri padat karya bisa tumbuh positif.
ASOSIASI Pengusaha Indonesia (Apindo) memperkirakan tantangan industri padat karya masih berat pada tahun ini. Namun peluang untuk tumbuh tetap terbuka asalkan pemerintah berhasil menangani akar masalahnya.
Kementerian Ketenagakerjaan mencatat, sejak awal tahun hingga Desember 2024, setidaknya ada 80 ribu kasus pemutusan hubungan kerja di Indonesia. Sektor manufaktur menjadi penyumbang terbesar angka PHK dengan lebih dari 24 ribu orang. Adapun dalam dua tahun terakhir sekitar 60 pabrik tekstil tutup, baik yang beroperasi di sektor hulu, seperti pabrik bahan baku, maupun hilir, seperti pabrik kain jadi. Pabrik-pabrik itu banyak tersebar di daerah Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Banten.
Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani mengatakan salah satu tantangan industri padat karya pada tahun ini adalah biaya operasional yang tinggi. "Salah satunya karena ongkos logistik yang mencapai 23,5 persen dari pertumbuhan domestik bruto," ujarnya kepada Tempo, Selasa, 31 Desember 2024. Para pelaku usaha harus menghadapi kenaikan biaya produksi seiring dengan perubahan pajak pertambahan nilai, kenaikan suku bunga, serta upah minimum provinsi yang ditetapkan naik 6,5 persen.
Kebijakan pemerintah ikut memperkeruh iklim usaha di industri padat karya. Shinta mencontohkan keputusan soal pengupahan 2025 yang menambah biaya tenaga kerja dan menimbulkan ketidakpastian hukum. Indonesia tak lagi menjadi pasar yang menarik untuk investor domestik dan asing. Hal itu berbanding terbalik dengan Vietnam dan Bangladesh yang menawarkan biaya tenaga kerja lebih rendah serta memberikan kepastian hukum.
Kondisi ini bakal berkontribusi pada deindustrialisasi jika tak ditangani segera. Shinta mencatat kontribusi sektor manufaktur terhadap produk domestik bruto terus menurun. Pada 2020 kontribusinya bisa mencapai 29 persen. Sedangkan pada 2024 hanya 18,5 persen.
Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur juga masih berada di zona kontraksi selama lima bulan berturut-turut hingga November 2024, yang mencerminkan pelambatan aktivitas manufaktur. Pada November 2024, PMI manufaktur tercatat di level 49,6. Adapun terakhir kali manufaktur ekspansif terjadi pada Juni 2024 di level 50,7.
Apindo mengusulkan pemerintah agar meringankan biaya operasional industri padat karya. Caranya, antara lain, menurunkan pajak penghasilan badan untuk masa tertentu hingga menanggung sebagian iuran atau mensubsidi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Shinta juga berharap kelonggaran pajak daerah dan retribusi yang dapat diterapkan oleh pemerintah daerah untuk mendukung keberlanjutan usaha, khususnya usaha mikro, kecil, dan menengah di daerah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain itu, pengusaha butuh bantuan pemerintah untuk menderegulasi serta memangkas tingginya biaya bisnis. Dalam survei yang digelar Apindo, sebanyak 64,28 persen pelaku usaha menyatakan regulasi yang kompleks dan birokrasi perizinan masih menjadi hambatan.
Tantangan besar lain industri padat karya datang dari sisi permintaan. Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta menyatakan konsumen di dalam negeri masih cenderung mengutamakan harga saat berbelanja. Barang paling murahlah yang bakal laku. Masalahnya, pasar domestik dibanjiri barang-barang murah dari impor, baik yang legal maupun ilegal. Tanpa pelindungan pasar dari barang impor, Redma mengatakan industri padat karya dalam negeri sulit tumbuh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pasar domestik menjadi tumpuan pelaku usaha di tengah kendala ekspor. Tingginya biaya produksi di dalam negeri mengurangi daya saing produk dari industri padat karya Indonesia. Ditambah lagi kondisi perang dagang serta geopolitik, yang menciptakan ketidakpastian investasi dan mempengaruhi permintaan.
Meski begitu, Redma masih optimistis untuk pasar ekspor. "Ekspor masih ada harapan meskipun tidak akan ada pertumbuhan yang signifikan karena perang dagang dan proteksionisme Amerika Serikat," tuturnya.
Adapun untuk potensi pasar domestik, Redma menyebutkan performanya bergantung sepenuhnya pada pemerintah. "Presiden Prabowo harus turun tangan membereskan oknum pejabat yang terlibat importasi ilegal," ucapnya.
Di industri tekstil, tekanan sudah sangat berat. Selama periode 2022-2024 diperkirakan terdapat 250 ribu pekerja yang mengalami PHK. Teranyar, APSyFI mencatat terdapat 60 pabrik dari hulu hingga hilir yang tutup di wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Banten.
Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho pun mencatat tantangan terbesar industri padat karya saat ini terletak pada biaya produksi yang tinggi. Ia secara khusus menyoroti ongkos energi yang tinggi. Sejumlah industri padat karya masuk kategori penerima gas murah dari pemerintah dalam program Harga Gas Bumi Tertentu. Mereka bisa menerima harga gas sekitar US$ 6 per million British thermal unit (MMBTU). Bahkan, dengan stimulus ini, harganya masih lebih tinggi dari rata-rata harga gas di Asia Tenggara yang sebesar US$ 3-5 per MMBTU.
Tantangan lain adalah soal pasar. Andry mengatakan industri padat karya sekarang kesulitan bersaing tanpa bantuan pemerintah. Biang masalahnya adalah barang impor ilegal. Tapi barang impor legal juga bisa menekan industri domestik jika eksportir melakukan dumping atau menjual barang dengan harga lebih murah.
Andry mengatakan pemerintah perlu turun tangan untuk mengurangi ongkos produksi. Misalnya menyediakan energi dengan harga terjangkau. Selain itu perlu ada pelindungan pasar dengan memperketat penegakan hukum terhadap barang ilegal. "Untuk melindungi dari impor legal yang murah, butuh penguatan tarif bea masuk serta safeguards," ujarnya.
Proses pembuatan koper di konfeksi tas koper Kayla, Mustikasari, Bekasi, Jawa Barat, 17 Desember 2024. ANTARA/Fakhri Hermansyah
Di tengah kondisi industri yang lemah, Andry melihat kedatangan investor asing, khususnya di sektor tekstil dan produk tekstil. "Saya melihat beberapa investor datang, tapi hanya maklon," katanya. Pabrik ini bisa jadi tameng buat mereka menghadapi perang dagang. "Seolah-olah itu buatan Indonesia."
Jika industri makin lemah, Andry khawatir peran industri padat karya bakal diisi investor asing sepenuhnya. Dia mengatakan strategi ini jamak dilakukan investor dari Cina. Mereka menggempur pasar dengan harga murah, membuat produk domestik sulit bersaing. "Ketika industri merugi, investor asing tersebut masuk untuk menggantikan perusahaan yang tutup tadi," tuturnya.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita sepakat bahwa isu industri padat karya tahun ini masih berkutat di biaya produksi serta besarnya produk impor murah yang masuk secara legal dan ilegal. Namun dia optimistis peluang untuk tumbuh masih ada. "Para pelaku industri bisa memanfaatkan peluang untuk memperluas pasarnya melalui pengadaan barang pada berbagai program pemerintah yang dilaksanakan pada 2025."
Agus mencontohkan program makan bergizi gratis, pengadaan seragam pemerintah dan kedinasan, serta pengadaan perlengkapan sekolah dan pendidikan anak usia dini. Pada triwulan I 2025 pun terdapat sejumlah momen untuk mendorong permintaan, seperti tahun baru, Imlek, Nyepi, dan Idul Fitri.
Menurut Agus, pemerintah juga telah memberikan sejumlah insentif, seperti menanggung pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 serta memberi potongan iuran Jaminan Kecelakaan Kerja sebesar 50 persen selama enam bulan untuk membantu arus kas pelaku usaha. Selain itu, ada insentif untuk restrukturisasi permesinan dan peralatan produksi dengan memberikan kredit berbunga lebih rendah dari pinjaman komersial dan tenor yang fleksibel selama 5-8 tahun.
"Kementerian Perindustrian juga akan mengusulkan review atas regulasi mengenai pengendalian importasi barang jadi yang dipandang menjadi permasalahan utama menurunnya kinerja industri, termasuk industri padat karya," ucap Agus. ●
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo