Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Modal Ventura untuk Startup Indonesia (Amvesindo) Eddi Danusaputro mengatakan fenomena tech winter perusahaan rintisan (startup) masih berlanjut di 2024. Tech winter adalah istilah untuk menggambarkan kondisi startup yang berguguran atau untuk menyebut penurunan minat dan investasi dalam sektor teknologi. Padahal, kata Eddi, peningkatan investasi sudah muncul sejak kuartal ketiga 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dampaknya adalah efisiensi yang lazim dilakukan startup yang bentuknya ada berbagai macam. Dia mencontohkan seperti, mengurangi marketing, promo atau diskon, menunda ekspansi, mengurangi fitur, mengurangi gaji, dan mengurangi karyawan (layoffs) alias pemutusan hubungan kerja atau PHK.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Efisiensi bisa dilakukan semua jenis startup yang belum mencapai profitability dan sulit lakukan fundraising di saat tech winter ini,” ujar dia saat dihubungi pada Senin, 1 Januari 2023.
Sebelumnya, Eddi yang juga Steering Committee Indonesia Fintech Society atau ISFoc menjelaskan berbagai hal yang bisa menyebabkan tech winter, di antaranya adalah gejolak ekonomi makro. Selain itu, kata dia, penyebab lainnya adalah perang di sejumlah negara. Di mana dampaknya banyak negara mengurangi ekspor pangannya, hingga kenaikan suku bunga. Eddi menggarisbawahi faktor kenaikan suku bunga.
Menurut dia, kenaikan suku bunga menjadikan capital cost dan opportunity cost naik. Eddi menuturkan, di tengah kenaikan suku bunga, investor di luar negeri lebih suka menyimpan uangnya di bank.
"Jadi untuk mereka melirik investasi di aset startup yang berpotensi memberikan return tapi lebih riskan, mereka pikir dua kali," tutur Eddi dalam Press Briefing Catatan Akhir Tahun secara virtual pada Jumat, 29 Desember 2023.
Senada dengan Eddi, Peneliti Senior Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Etikah Karyani Suwondo mengatakan fenomena tech winter bisa membuat startup menghemat anggaran, termasuk memotong gaji pimpinannya. “Untuk menghindari layoff karyawan sebagai bumper dan resiliensi finance longterm,” kata dia.
Etikah yang juga ekonomi dari Fintech Center Universitas Sebelas Maret itu menjelaskan, pendanaan untuk startup juga diperkirakan akan melambat pada 2024. Penyebabnya, adanya berbagai faktor seperti suku bunga yang tinggi, kenaikan harga, dan kondisi geopolitik dunia yang memperburuk prospek keuangan global.
Investor, kata dia, juga diprediksikan akan selektif memberikan pendanaan. Oleh karena itu, hanya startup yang mampu beradaptasi dan membaca perubahan pasar dengan cepat, merespons kebutuhan pelanggan, serta mengubah strategi sesuai dengan dinamika ekosistem yang dapat bertahan. “Juga menarik bagi investor,” tutur Etikah.
MOH KHORY ALFARIZI | AMELIA RAHIMA SARI
Pilihan Editor: Musim Dingin Startup akan Berlanjut di 2024, Apa Dampaknya?