Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Tepuk Tangan Buat BI

Bank indonesia mendorong bank swasta nasional ber gabung. tujuannya meningkatkan modal pribumi, mencegah masuknya dominasi asing, agar perbankan swasta nasional sehat.

15 Oktober 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIDAK gampang untuk menjadi bank devisa. Bank Indonesia selama ini membatasi jumlahnya, sedang banyak permintaan dari bank umum swasta nasional supaya bisa naik tingkat. Sejak dua atau tiga tahun terakhir ini nampaknya BI paling banyak ingin mencapai 10 bank devisa saja untuk swasta nasional. Sekian jam sudah ada 8 PT Bank Dagang Nasional Indonesia, PT Bank Umum Nasional, PT Bank Bali, PT Pan Indonesia Bank Ltd, PT Bank Niaga, PT Bank Pasific, PT Bank Buana Indonesia dan terakhir PT Bank Central Asia. Maka 2 lagi sisanya telah menjadi rebutan. Tapi, berdasar SK Direksi BI tertanggal 20 September yang baru beredar minggu lalu, kini tiada lagi pembatasan. Kalangan bankir swasta nasional menyambutnya secara positif. Misalnya A. Sjahaboedin, Dir-Ut PT Bank Perniagaan Indonesia, salah satu dari sekian banyak yang menunggu kenaikan tingkat, memandangnya sebagai "cukup riil dan maju." Namun persyaratan menjadi bank devisa akan lebih sukar dicapai, terutama oleh bank pribumi. Paling berat persyaratannya a.l.:  Wajib bermodal sedikitnya Rp 6 milyar. Separoh dari jumlah itu sudah harus disetor ketika memajukan permohonan. Untuk sisa 50% lagi, jika dikehendaki, BI bersedia menyediakannya. Kemungkinan partisipasi BI dalam perbankan swasta nasional adalah melalui suatu lembaga yang ditunjuknya.  Wajib merger (penggabungan). Jika sudah mempunyai cabang, ia wajib bergabung dengan 6 bank lainnya. Jika belum mempunyai cabang, ia periu bergabung dengan 7 bank lainnya. Dan ia harus sudah mempunyai jaringan kantor yang operasionil pada 4 propinsi, termasuk 2 propinsi di luar Jawa. Jelas ini bertujuan makin menciutkan jumlah bank swasta nasional yang kini bersisa 87.  Selama 6 bulan terakhir, volume usahanya harus minimum 57O dari keseluruhan volume usaha bank umum swasta nasional. Ini bertujuan memastikan calon bank devisa itu benar sehat dan kuat.  Harus ia tergolong bank pribumi. Perlu dinyatakan dalam anggaran dasarnya bahwa sedikitnya 50% dari jumlah saham yang ditempatkan adalah milik golongan pribumi. Suntikan Kekuatan Pemerintah sudah mendorong merger bank swasta sejak 1971, malah dengan menawarkan kelonggaran perpajakan. Tapi kelonggaran perpajakan itu hanya berlaku bagi mereka yang merger sampai akhir Maret 1979. Sedang masa satu-setengah tahun lagi akan terlalu singkat bagi si calon bank devisa jika harus merger dengan 6 atau 7 bank lainnya, terutama untuk sekalian memperoleh cap pribumi. "Bank kecil bila dilamar," kata bankir Sjahaboedin pada Yunus Kasim dari TEMPO, "jual mahal pula. Maklum orang kita masih memilih klas warung asal jadi direktur." Tahun 1975, BI membagi 4 golongan bank umum swasta nasional, di antaranya A (sehat) sebanyak 21, B (cukup sehat) 17, sedang banyak sisanya dianggap kurang sehat dan tidak sehat sama sekali. Dari keduanya A dan B itu ternata mayoritas masih kecil modanya. Kebijaksanaan BI yang baru ini, menurut Dir-Ut I Nyoman Moena dari PT Overseas Express Bank, jelas mendorong ke arah sehat dan kuat, bukan sekedar sehat tapi kecil. BI nampaknya mau memberi suntikan kekuatan (modal) asalkan bank-bank swasta bersangkutan bersedia bergabung. Namun injeksi BI itu bukan sekedar bertujuan mencapai kwalitas tinggi, melainkan juga meningkatkan taraf pribumi, sambil mencegah masuknya dominasi asing yang terselubung. Partisipasi modal BI dalam perbankan swasta, terutama bila terjadi pada mereka yang menjadi bank devisa, nampaknya cuma untuk masa transisi. Sebab BI akan mendesak bank devisa untuk go pblic, menjual saham via Pasar Modal. Dengan demikian modal BI akan kembali, sedang bank devisa merasa berkepentingan untuk menjaga dirinya tetap sehat dan kuat. Cara begini, tentu saja, membuat PT Danareksa, lembaga yang mungkin mewakili BI, akan tidak kekurangan sertifikat untuk ditawarkan pada publik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus