Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Teringat nyonya dukun

Perusahaan jamu cap jago memperingati hari jadinya ke-60. bermula dari kepandaian ny. phon ting goan me racik, meramu macam-macam jamu, produknya meningkat ke kapsul. bkkbn memanfaatkan pemasaran kondomnya.(eb)

10 Juni 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NY. Phoa Ting Goan pandai meracik, meramu berbagai macam jamu dari akar-akaran, daun-daunan dan tumbuh-tumbuhan lainnya. Karena itu dia mendapat julukan Nyonya Dukun di Wonogiri. Suaminya, karena pekerjaannya sebagai kasir di kantor cukai candu, disebut Baba Tukang Uang. Satu-satunya anak mereka bernama Poa Tjong Kwan, karena berbakat wiraswasta, mendirikan perusahaan kecil yang, tentu saja, menjual jamu Jawa dan rempah-rempah. Dari usaha kecil-kecilan itu lahir cap Djago. Minggu lalu, 60 tahun kemudian di Semarang, cap Djago itu merayakan hari jadinya. Resepsinya di Wisma Pancasila berlangsung meriah, dengan band musik Djago sendiri. Dari Jakarta akhir minggu ini, menurut rencana, akan didatangkannya pula Orkes Simfoni Remaja pimpinan Rudy Laban untuk melanjutkan perayaan HUT Djago ini. Kini cap Djago sudah diusahakan secara industri oleh keturunan Poa. Sesuai dengan zaman, pabriknya dilengkapi dengan laboratorium. Produknya pun sudah meningkat ke kapsul. Kampanye promosinya sampai ke seluruh pelosok Indonesia. Pemasaran oleh para agennya sampai ke Singapura, Malaysia dan Pilipina. Malah di Negeri Belanda juga ada penggemarnya. BKKBN, badan resmi yang mempromosikan KB, juga tertarik, tapi bukan karena jamunya, melainkan karena capnya. Maka sudah sejak 1974 banyak bungkusan jamu cap Djago khusus dilampiri kondom. Djago terjual, kontraseptif pun tersebar secara cuma-cuma. BKKBN, menurut jurubicaranya, dengan demikian menghemat biaya penyebarannya, "apalagi Djago mempunyai daya tarik tersendiri." Salah satu keturunan Poa, kini bernama Panji Suprono, mengatakan kepada pembantu TEMPO Metese Mulyono: "Kini memang ada persaingan. Tapi itu lumrah. Satu hal kami pertahankan: Mutu dan harga rendah." Suprono ini adalah generasi ke-2 yang memimpin usaha Djago. Orangnya agak tinggi, bertubuh kecil, mengenakan kacamata bening. Dia dan kaumnya tidak perlu lagi turut meracik jamu. Namun mereka mengaku tidak lupa pada zaman Nyonya Dukun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus