Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bukan Model Turis

Para broker asuransi membentuk wadah APAAI(Asosiasi Perantara Ahli Asuransi Indonesia). Depkeu membatasi perusahaan broker sampai 15 saja. Tujuan asosiasi broker ialah mencegah larinya premi ke ln.

10 Juni 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MEREKA datang sebagai turis. Menginap 2-3 hari di Jakarta, mereka melakukan praktek broker asuransi yang sehnarnya terlarang. Pemerintah selama ini tidak bisa mengontrol praktek para broker asing itu. Maka premi asuransi banyak lari ke luar negeri. Lembaga broker asuransi belum dikenal di Indonesia. Tapi minggu lalu para pialang itu mengumumkan kehadirannya. Sudah ada 13 perusahaan mereka, tergabung dalam APAAI (Asosiasi Perantara Ahli Asuransi Indonesia). "Salah satu tujuan kami ialah mencegah larinya premi itu ke luar negeri," kata Ketua Sutanto Sudiro yang juga Direktur PT Iriawan, Tanjung & Sudiro. Premi itu bisa menetap di sini, tentu saja, jika SK Presiden no. 65/1969 dijalankan. Menurut SK itu, obyek asuransi di negeri ini harus ditutup oleh perusahaan asuransi di Indonesia, baik ia milik nasional maupun patungan. Selama ini obyek itu dicari sendiri oleh para agen yang biasanya merupakan karyawan maskapai asuransi bersangkutan. Tidak demikian halnya di negeri lain, Inggeris Raya misalnya, yang mengenal broker. Maka Departemen Keuangan RI tampaknya ingin mempraktekkan pula cara yang lazim di luar negeri. "Ruang gerak bagi para broker asuransi di Indonesia cukup luas," kata Moh. S. Hasjim, Direktur Lembaga-lembaga Keuangan dan Asuransi Depkeu. Belum jelas berapa besar bisnis yang alan diraih para broker itu. Namun di Indonesia kini terdapat sekitar 60 perusahaan asuransi kerugian yang menjadi ruang gerak mereka. Premi asuransi kerugian tahun 1977 diperkirakan mencapai Rp 70 milyar, naik sekitar Rp 10 milyar dari tahun sebelumnya. Komisi untuk broker biasanya 3-5%. Jika semua premi asuransi kerugian itu ditutup di dalam negeri, memang besar porsi broker, malah mungkin mendorong orang ramai-ramai membuka perusahaan broker. Tapi jatah Depkeu hanya memungkinkan untuk dua perusahaan lagi, hingga seluruhnya 15 saja. "Pembatasan ini perlu karena bidangnya masih baru," kata Hasjim. Dewan Asuransi Indonesia (DAI) menyambut baik kehadiran para broker itu. Tapi Ketua Herman Syaftari memberi peringatan supaya mereka "tidak merebut porsi" yang ditutup oleh perusahaan asuransi, agar "jangan membanting harga." Para calon pembeli jasa seharusnya gembira pula. Mereka umumnya kurang menguasai segi teknis perasuransian. Dalam hal ini broker yang benar-benar ahli akan bisa membantu, tanpa memungut komisi dari tertanggung. Pihak yang memberi komisi pada broker adalah perusahaan asuransi. Tapi peranan broker diduga akan membuat sesama perusahaan asuransi membanting harga. Broker bisa menggalakkan persaingan perasuransian untuk keuntungan pembeli jasa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus