Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Tidak istimewa, tapi mengapa tertunda?

Diberitakan, akan ada pergantian besar-besaran pada pucuk pimpinan BUMN Departemen Perhubungan. nama-nama sudah disiapkan, SK-nya tertahan di tempat lain. soal trend atau apa?

29 Januari 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KABAR angin yang bertiup sejak Oktober tahun lalu ternyata bukan isapan jempol belaka. Tampaknya, memang akan ada pergantian besar-besaran di kalangan direksi BUMN Departemen Perhubungan. Tak kurang dari 34 petinggi BUMN di departemen ini akan diganti dalam waktu dekat. Beritanya resmi dikeluarkan Departemen Perhubungan Jumat pekan lalu. Kendati ada berita resmi, belum tentu rencana pergantian itu akan mulus. Buktinya, jadwal pelaksanaan pelantikan yang telah ditetapkan Menteri Perhubungan Haryanto Dhanutirto sampai tertunda hingga dua kali. Yang pertama, pelantikan dijadwalkan akan dilakukan 15 Januari lalu, tapi gagal. Begitu pula nasib jadwal kedua yang ditetapkan jatuh pada 22 Januari. Adapun jadwal pelantikan yang baru, yang ditetapkan pekan lalu, jatuh pada 28 Januari 1994. Akankah jadwal baru itu tertunda juga, ini tentu sangat menarik untuk dipantau. Kabarnya, bahkan, sampai ada pihak-pihak yang memasang taruhan untuk itu. Ada-ada saja. Menurut sumber yang bisa dipercaya di Departemen Keuangan, usul yang diajukan Departemen Perhubungan itu masih belum ditandatangani oleh Menteri Keuangan, yang bertindak sebagai kuasa pemegang saham pemerintah di BUMN-BUMN itu. Tidak jelas pula faktor apa yang menghambatnya. Yang pasti, rencana mutasi telah mengundang pro-kontra di berbagai kalangan. Mereka, para pengamat itu, mempertanyakan apa yang dijadikan bahan pertimbangan dalam melakukan pergantian para pejabat BUMN. Padahal, melalui sebuah siaran pers, Departemen Perhubungan sudah menyatakan bahwa ini adalah soal biasa alias tidak ada keistimewaan apa-apa. Namun, ada dua hal yang hangat dibicarakan orang seputar rencana mutasi itu. Pertama, alasan yang dipakai oleh Departemen Perhubungan sehubungan dengan tour of duty ini. Kedua, tentang kriteria yang digunakan oleh Dewan Jabatan dalam menentukan orang-orang yang akan menggantikan pejabat lama. Dewan Jabatan? Terdengar asing, tentu saja. Tapi, dewan yang dipimpin langsung oleh sekretaris jenderal dan beranggotakan sembilan pejabat eselon I ini memang benar-benar ada di Departemen Perhubungan. Tugasnya, antara lain, menggodok calon- calon pengganti sekaligus mengusulkannya kepada Menteri Keuangan (untuk BUMN yang berstatus persero) dan Presiden (untuk jabatan direksi di perusahaan umum). Menurut Salam Susanto, Kepala Humas Departemen Perhubungan, untuk pergantian yang bersifat "biasa" ini, Dewan Jabatan sudah sejak beberapa bulan lalu mengevaluasi calon-calon pengganti. Bahkan, lebih jauh lagi, dewan ini telah mengevaluasi setiap personel, dari pendidikan, pangkat, pengalaman kerja, konduite, mental, sampai integritas pribadinya. Dari hasil rapat Dewan Jabatan terakhir, 7 Januari lalu, itulah ditelurkan 34 calon pengganti yang kini diusulkan ke Menteri Keuangan. Rinciannya, 32 diambil dari orang dalam Departemen Perhubungan (di antaranya dua staf ahli menteri) dan dua sisanya diambil dari luar. Mungkin orang luar yang dimaksud adalah Marsekal Madya Supandi, Kepala Badan Pelaksana Otorita Batam, yang akan menjadi Direktur Umum Garuda, dan Nasir Tamara, wartawan harian Republika. Tentang masuknya Supandi, tampaknya tidak banyak yang mempersoalkan. Tapi Nasir Tamara, yang dicalonkan sebagai Direktur Niaga Merpati, banyak dipertanyakan, terutama soal kemampuan profesionalnya. "Saya kira ini merupakan dampak dari pola kepemimpinan yang sedang ngetrend saat ini," kata Soenaryo Haddade, Wakil Ketua Komisi V DPR RI, yang membidangi Perhubungan, PU, dan Parpostel. Maksud Soenaryo, saat ini sudah menjadi kebiasaan, banyak menteri yang mengangkat pembantunya hanya berdasarkan loyalitas. Menteri Azwar Anas, misalnya, yang sebelumnya banyak mengangkat orang Minang, atau Menteri Yogie S.M., yang banyak mengangkat orang Sunda. Memang, Nasir yang doktor ekonomi itu memiliki pengalaman kerja di Jivas, perusahaan penerbangan di Prancis, selama tiga tahun. Tapi, kata sebuah sumber di Garuda, itu belum cukup sebagai bekal menjadi Direktur Niaga Merpati. Apalagi, maskapai ini sedang bersaing ketat di arena penerbangan swasta nasional, yang kian hari kian agresif. Lantas, apa yang menjadi pertimbangan Departemen Perhubungan dalam menentukan para pejabat pengganti ini? Itulah yang membikin penasaran. Dan bukan hanya "orang luar" yang dipersoalkan, tapi juga prosedur yang ditempuh. Menurut seorang pejabat tinggi di Departemen Keuangan, tertundanya persetujuan dari Menteri Keuangan, semata-mata, lantaran tidak melalui prosedur penunjukan pejabat pengganti. Dalam menentukan pengganti direksi Merpati, misalnya. Berdasarkan salah satu keputusan presiden (keppres), yang mengatur pengalihan penguasaan modal Negara RI di Merpati kepada Garuda, ditegaskan bahwa yang berhak mengangkat dan memberhentikan Dewan Komisaris dan Direksi PT Merpati Nusantara Airlines adalah Direktur Utama Garuda. Yang terjadi, konon, tidak demikian. "Sepengetahuan saya, Garuda tidak pernah diajak berunding tentang ini," kata sumber TEMPO yang tak mau disebut namanya itu. Betul, pada rapat umum pemegang saham (RUPS) Garuda beberapa bulan lalu, Menteri Haryanto pernah melontarkan kemungkinan penggantian direksi Merpati. Tapi, konon, sebatas melemparkan usul saja. "Belum konklusif," kata pejabat tersebut. Apalagi, Ridwan Fatarudin -- Direktur Utama Merpati yang diusulkan digantikan Budiharjo, staf ahli Menteri Perhubungan -- baru 1,5 tahun menduduki kursinya. Begitu pun dalam hal pergantian Direktur Teknik Garuda (rencananya, Suratman digantikan Ismed, yang kini menjabat sebagai staf ahli Menteri Perhubungan). Menurut sumber itu, pada dasarnya Garuda belum punya rencana mengganti direktur tekniknya karena masa jabatannya masih cukup panjang. "Maka, saya tidak paham apa alasan pergantian ini," ujarnya. Padahal, lazimnya, pergantian dilakukan jika masa jabatan yang bersangkutan sudah habis atau pensiun. Boleh juga diganti di tengah jalan, tapi harus melalui prosedur. Pertama-tama harus dilakukan pembicaraan antarmenteri (perhubungan dan keuangan), dan setelah itu baru konsultasi dengan dewan komisaris BUMN yang bersangkutan. Nah, kalau prosedur itu ditempuh, belum tentu nama Ismed akan muncul sebagai pengganti Direktur Teknik Garuda. Sebab, menurut seorang pejabat di Garuda, Wage Mulyono sudah memiliki calon sendiri. Calon utama yang diprioritaskan menduduki jabatan ini adalah Rudy Setyo Purnomo, lulusan ITB yang berhasil meraih gelar M.B.A. di Harvard. Dan kalau calon yang satu ini tidak diterima (oleh Menteri Perhubungan atau Menteri Keuangan), Wage telah menyiapkan Wiradarma B. Oka, yang kini menjadi bos di Garuda Maintenance Facilities. Benarkah Menteri Haryanto telah melanggar aturan main yang diatur dalam keppres? "Apa Anda pikir saya sebodoh itu?" tangkisnya gencar. Menurut Menteri, dalam menentukan direksi Merpati maupun Garuda, pihaknya telah berkonsultasi dengan manajemen Garuda. Perkara mengajukan calon pengganti, itu bukan monopoli Garuda semata. Departemen Perhubungan pun punya hak mengusulkan. Adapun keputusan akhir, "Itu nanti terserah Menteri Keuangan," katanya. Sayang, Menteri Keuangan Mar'ie Muhammad, ketika ditemui TEMPO Sabtu pekan lalu, tak bersedia memberikan komentar. "Jangan tanya soal itu," ujarnya. Tak begitu jelas mengapa Mar'ie enggan berkomentar. Tapi, menurut Soenaryo Haddade, penilaian tentang benar atau tidaknya prosedur yang dilalui Departemen Perhubungan memang ada di tangan Mar'ie. Nah, kenyataan yang satu ini pun membuat kepastian tentang mutasi itu jadi hal yang sangat menarik untuk ditunggu.Budi Kusumah, Sri Wahyuni, dan Dwi S. Irawanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum