Masa kerja SGS hanya diperpanjang tiga bulan. Untuk mendampingi Ditjen Bea & Cukai, Pemerintah mendirikan sebuah perusahaan surveyor. Apa arus barang akan tetap lancar? MENJELANG akhir masa kontrak SGS, semakin santer saja berita tentang kemungkinan bahwa tugas perusahaan Swiss itu akan dialihkan ke pihak swasta lokal. Ternyata, isu itu tidak seluruhnya benar. Dalam konperensi pers yang diselenggarakan Departemen Keuangan, Selasa pekan ini, memang terungkap bahwa akhir April ini SGS (Societe Generale de Surveillance) dinyatakan habis kontraknya. Tapi peran perusahaan Swiss itu akan diperpanjang selama tiga bulan, sampai dengan 31 Juli 1991. Dalam masa transisi tiga bulan itu, Pemerintah akan melakukan persiapan dengan mendirikan PT Surveyor Indonesia (SI). Ini perusahaan swasta, tapi komposisi kepemilikan sahamnya belum diketahui pasti. Dalam wadah ini SGS tetap berperan kendati sahamnya diperkirakan kecil saja. "Sementara Pemerintah (Departemen Keuangan dan Sucofindo) bertindak sebagai pemegang saham mayoritas," kata Bacelius Ruru, Kepala Biro Hukum dan Juru Bicara Departemen Keuangan. Walaupun di SI ada unsur SGS dan Sucofindo, tidak berarti urusan pabean dioper ke sana. Terhitung awal Agustus yang akan datang, Ditjen Bea dan Cukai (BC) akan kembali mengurus keluar-masuknya barang ke Indonesia. Bahkan, sebagian barang ekspor (belum jelas jenisnya) yang semula ditangani Sucofindo akan dialihkan ke BC. Bedanya kini, BC bukanlah pelaksana tunggal, seperti sebelum turunnya Inpres 4 tahun 1985 yang populer itu. Instansi ini akan bekerja berdasarkan data yang disajikan oleh SI. Jadi, posisi SI di sini mirip dengan kedudukan SGS selama ini, yakni sebagai perusahaan yang dikontrak -hanya jangka waktu kontraknya belum diketahui. Yang pasti, SGS (bersama-sama Pemerintah) akan mengadakan pendidikan khusus bagi aparat Bea Cukai dan SI. Kemudian, pada tahun 1992 diharapkan tenaga yang sudah terlatih itu bisa mulai beroperasi di tiga negara asal barang (Singapura, Hong Kong, dan Taiwan). Lalu pada tahun 1995, Pemerintah mencanangkan 85% barang impor sudah bisa ditangani oleh SI, tentu bersama BC. Selebihnya ditangani langsung oleh Bea dan Cukai atau SGS. "Tergantung keperluanlah," kata Ruru lebih lanjut. Dengan perencanaan seperti itu, siapkah BC menerima kembali tongkat komandonya yang pernah hilang enam tahun lalu? "Secara fisik, kami sudah membuat persiapan sejak setahun lalu," kata Dirjen BC, Sudjana Surawidjaja. Salah satu persiapan ialah, merekrut 75 sarjana dari berbagai disiplin ilmu untuk dididik selama setahun sebagai tenaga ahli impor. Kelak, para spesialis itu akan ditempatkan di setiap pelabuhan. Jangan heran kalau Anda nanti menemukan ahli-ahli penaksir barang elektronik, tekstil, kimia, sampai mesin produksi. Bahkan, bersama para ahli tersebut BC akan menempatkan para penerjemah (termasuk penerjemah bahasa Cina). Ini penting, "Sebab, kendati barangnya serupa, bisa saja harganya berbeda-beda," kata Sudjana. Di samping itu, BC juga telah menyekolahkan 100 lulusan SLTA di STAN (Sekolah Tinggi Akuntansi Negara milik Departemen Keuangan) untuk mengambil diploma di bidang Cukai. Tidak hanya itu. Seperangkat komputer IBM kini telah dipasang di Bandara Soekarno-Hatta -kelak disusul dengan pemasangan satu unit komputer lagi. Semuanya bermanfaat untuk pemeriksaan barang. Serentak dengan itu, BC juga menggarap pembenahan gudang. Kecuali Belawan, pelabuhan-pelabuhan di Indonesia belum mempunyai gudang yang lengkap, misalnya gudang untuk menampung barang yang tertahan satu bulan lebih. Padahal, salah satu kemacetan barang di pelabuhan disebabkan oleh ulah importir sendiri. Menurut Sudjana, kelak, jika ada barang yang tidak diambil pemiliknya dalam waktu sebulan, barang itu akan dipindahkan BC ke gudang tertentu. Jika dalam waktu enam bulan masih belum diambil juga, BC berhak melelangnya. Selama ini, "Masih ada barang yang sudah puluhan tahun tersimpan di gudang pelabuhan," Sudjana mengungkapkan. Sekalipun perangkat keras dan lunak bersama-sama disiapkan, belum berarti BC siap mengambil alih seluruh peran SGS. "Aparat kami belum berani mengambil pekerjaan yang berisiko tinggi," kata Sudjana. Dia memberi contoh barang elektronik tertentu, yang jenis dan kualitasnya sangat mudah berubah-ubah. Singkatnya, BC baru berani menangani barang-barang yang sudah memiliki sertifikat internasional dengan mutu standar, seperti kapas, kertas koran, tepung, dan komponen pesawat terbang. Kalaupun akhirnya BC akan menyandang tugas SGS, pola kerja yang diterapkannya tidak sama dengan pola kerja SGS. BC tidak akan menempatkan aparatnya di negara-negara asal barang. Selain membutuhkan biaya tinggi, cara ini bertentangan dengan tradisi pabean internasional. Buktinya, ketika SGS mulai beroperasi, beberapa negara (Jerman di antaranya) sudah melancarkan protes. Soalnya, menurut Ketua Kamar Dagang Hamburg, cara seperti itu sama dengan mencampuri sistem perdagangan bebas. Apalagi di beberapa negara, SGS pun dikenal tidak terlalu bersih. Bahkan, di Indonesia sendiri, swasta dari Swiss ini diduga terlibat dalam beberapa kasus penyelundupan. "Yang terakhir, SGS tersangkut kasus penyelundupan 4.000 ton beras dari Muangthai," kata seorang pejabat di Departemen Keuangan. Lalu bagaimana BC akan memantau harga-harga barang yang diperiksanya? Sudjana menjelaskan bahwa BC akan mengirimkan beberapa tenaganya ke negara seperti Singapura, Jepang, dan Hong Kong, tapi di sana mereka tidak akan melakukan pemeriksaan seperti halnya SGS. "Mereka hanya akan bertindak sebagai pengumpul informasi harga," tutur Sudjana. Agar lebih lancar, BC juga sudah merencanakan menjalin kerja sama dengan pabean-pabean di negara asal barang. Nah, seragam abu-abu, selamat membuka lembaran baru. Budi Kusumah dan Bambang Aji
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini