Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Modus baru, permainan lama

Petugas p2 ditjen bea dan cukai berhasil menggagal kan penyeludupan barang elektronik, seperti ac,tv, video,dll.tersangka pelaku,pieter pudjokerto alias tae tjung hie, direktur pt dahan belum ditemukan.

27 April 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam suasana Lebaran, Bea Cukai menggagalkan penyelundupan 42 truk barang elektronik. Tapi tersangka belum ditemukan. KONVOI truk itu baru berjalan beberapa meter, ketika sebuah bajaj tiba-tiba berhenti menghadang. Sopir yang berada paling depan berusaha menegur pengemudi bajaj, yang seenaknya memotong iringan-iringan 42 truk itu. Tapi nyalinya segera mengkerut, begitu penumpang bajaj memperkenalkan diri sebagai petugas dari Pemberantasan Penyelundupan (P2) Ditjen Bea dan Cukai. "Yang Anda bawa perlu diperiksa," katanya. Tanpa banyak cingcong, Sabtu dini hari dua pekan lalu itu juga, truk yang baru keluar dari sebuah gudang di kompleks Kodamar, Sunter, itu digiring ke kantor pusat Bea dan Cukai di Jalan Ahmad Yani, Jakarta Timur. Senin dua pekan lalu, disaksikan Jaksa Agung Singgih dan Menteri Muda Keuangan Nasrudin Sumintapura, kontainer itu diperiksa. Pada lembar LKP (Laporan Kebenaran Pemeriksaan) disebutkan, isi kontainer terdiri dari barang-barang kimia. Setelah dibuka, ternyata hampir semua isi kontainer itu barang-barang elektronik: TV berbagai merek, AC sentral, radio, video, dan tekstil. Ditaksir harganya mencapai puluhan milyar rupiah. Petugas sebenarnya sudah lama mengintai barang impor asal Singapura yang diangkut EMKL PT Dahan itu. Sebab, seperti kata seorang pejabat Bea Cukai, perusahaan itu sudah masuk daftar hitam. Tim khusus pekan lalu sudah mengidentifikasi para pelaku, termasuk otaknya, Direktur PT Dahan, Pieter Pudjokerto alias Tae Tjung Hie. Pieter pada 1989 pernah terbukti menyelundupkan 200 TV, antara lain merek Sony, Toshiba, dan Sharp. Caranya, Pieter memasukkan barang elektronik bersama bahan kimia. Tapi dalam dokumen impor hanya disebutkan bahan kimia. Setelah peti kemas berisi bahan kimia selesai diperiksa, diam-diam nomor peti kemas itu dipindahkan ke peti kemas yang berisi barang elektronik. Dalam perkara itu, Pieter, yang dituntut jaksa 2 tahun, divonis hakim 10 bulan penjara. Baik Pieter maupun kejaksaan menyatakan banding. Tapi, aneh, pada 6 Maret lalu tiba-tiba Pieter menarik permohonan bandingnya. Lebih aneh lagi, pada waktu yang sama, kejaksaan pun ikut-ikutan membatalkan banding, sehingga vonis hakim seketika berkekuatan tetap. Dan, barang bukti sembilan peti kemas berisi kimia, yang menurut vonis hakim dikembalikan ke terdakwa, akhir Maret lalu terpaksa dikembalikan ke Pieter. Rupanya, pada 1 April KM Prasetya merapat di Tanjungpriok. Di antara isi kapal itu terdapat barang milik Pieter, yang dilaporkan sebanyak empat peti kemas. Isinya, ini menariknya, persis sama dengan bahan kimia yang dikembalikan pengadilan kepada Pieter beberapa hari sebelumnya. Keempat peti kemas milik Pieter itu semula ditumpuk di pelabuhan II. Tapi Pieter minta izin memindahkan barang itu ke pelabuhan I. Izin pun keluar dari Bea Cukai. Bermodal surat pemindahan, Pieter berhasil membawa barangnya ke sebuah gudang di Sunter, yang berada di luar areal pelabuhan -bukan ke pelabuhan I. Di sini isi kontainer yang sebenarnya elektronik itu diganti dengan kimia yang dikembalikan pengadilan tadi -sebelum dibawa lagi ke gudang pelabuhan I untuk diperiksa Bea Cukai. "Kalau petugas Bea Cukai teliti, seharusnya pemindahan dari pelabuhan II ke I itu hanya berlangsung beberapa menit, tak sampai berhari-hari seperti kasus ini," kata sebuah sumber. Yang lebih menarik, menurut sumber itu, barang yang tertangkap ketika dibawa dari gudang Sunter ternyata membengkak menjadi 42 truk. Padahal, yang dilaporkan semula hanya empat peti kemas. "Artinya, penyelundupan tersebut sudah terjadi berkali-kali," tambah sumber tersebut. Bagaimana dengan Pieter? Sampai pekan ini penyidik mengaku belum menemukan tersangka tersebut. "Bapak sedang keluar kantor," kata seorang pegawai PT Dahan kepada TEMPO. ARM, Bambang Sudjatmoko (Biro Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus