Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Upaya Memutihkan Modal

Pengampunan pajak berakhir sampai desember. Sesudah itu pemutihan modal harus melalui deposito. (eb)

8 September 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

USAHA membujuk pengusaha untuk menanamkan modal tampaknya belum habis. Sekali lagi, Menteri Keuangan Radius Prawiro menyatakan bahwa asal usul modal tak akan diusut, bila dana itu misalnya, terlebih dulu disimpan dalam deposito berjangka. Bunga hasil deposito itu, kata Radius, pekan lalu, juga tak akan dikenai pajak. Penegasan itu tampaknya perlu dikemukakan untuk penanam modal yang masih ragu-ragu menghadapi keputusan pemutihan modal April lalu. Ketika itu, pemerintah memang hanya menyebut bahwa pemutihan modal bisa dilakukan melalui sejumlah pengampunan pajak. Jenis "dosa" yang diampuni itu: tunggakan pajak pendapatan (PPd), pajak kekayaan (PKk), pajak perseroan (PPs), pajak atas bunga, dividen, dan royalti (PBDR), menghitung pajak orang lain (MPO), dan pajak penjualan (PPn). Ketika itu soal denda belum diatur, sehingga para pengusaha banyak yang masih ragu-ragu. Keraguan mulai pupus sesudah pemerintah memastikan bahwa pajak-pajak yang belum pernah atau beium sepenuhnya dibayar hanya dikenai denda 1% dan 10% dari jumlah kekayaan bersih diterima. Jadi, jika seorang pengusaha menyimpan dana belum "suci" tadi dalam deposito berjangka tiga bulan dengan bunga 18%, maka tebusan atas PKk tadi besarnya hanya 1%. "Yah, hitung-hitung nyumbang negara," ujar Drs. Mansury, direktur Pajak Langsung. Tebusan sebesar itu bisa dihindari jika pengusaha yang bersangkutan buru-buru minta pengampunan pajak. Kesempatan minta pengampunan akan berakhir Desember nanti. Sesudah lewat batas itu, pengusaha, mau tak mau, harus mendepositokan dananya yang, mungkin, masih belum bersih itu dalam deposito berjangka minimal tiga bulan. "Sudah dijanjikan Keppres bahwa pengampunan betul-betul pengampunan, dan tak diusut sama sekali kesalahan masa lalu," ujar Mansury. Probosutedjo, bos grup Mercua Buana, kelihatan bergairah menyambut ajakan itu. "Ini kabar gembira," katanya di Medan. "Para pengusaha kini tak perlu melarikan modalnya ke luar negeri atau mempergunakan untuk kepentingan lain yang tidak baik." Sedang Aburizal Bakrie, executive vicepresident Bakrie Brothers, menganggap bahwa penegasan itu akan mendorong pengusaha, "Tanpa ragu-ragu mengerahkan semua dananya." Dia menilai, saatnya tepat: iklim investasi kini sedang menurun. Menurut catatan BKPM, seluruh penanaman modal yang disetujui pada semester pertama tahun ini baru meliputi jumlah Rp 923 milyar. Padahal, pada periode yang sama tahun lalu, nilai investasi itu sudah mencapai Rp 3,8 trilyun. Menurut sejumlah pengusaha, menurunnya penanaman modal tahun ini berkaitan erat dengan soal ketentuan perpajakan baru, yang rnenghapuskan sama sekali fasilitas bebas pajak bagi PMA dan PMDN. Bahkan mereka takut, jika pajak pertambahan nilai barang (PPN) kelak diberlakukan dosa pengusaha mungkin akan banyak terungkap. Untuk mengusir ketakutan semacam itu, berulang kali pemerintah berusaha memberi penjelasan. Dengan ketentuan Pajak Penghasilan 1984, besarnya tarif pajak maksimum yang dibayar PMA dan PMDN masing-masing hanya 48% dan 44,75%. Sedang, menurut ketentuan lama, baik untuk PMA maupun PMDN, tarifnya 56%. Jadi, pada hakikatnya, ketentuan pajak baru telah memperingan tarif pajak PMA dan PMDN, masing-masing 8% dan 11,25%. Kata Menteri Radius, penurunan tarif itu bukan dimaksudkan untuk merangsang pembelian barang konsumsi. "Jadi, yang dulu untuk membayarpajak, sekarang ditabung agar bisa dimanfaatkan untuk keperluan produktif." Namun, keringanan tarif seperti itu rupanya dianggap belum cukup untuk mendorong pengusaha menanamkan dananya, hingga pemerintah merasa perlu menegaskan kembali soal pemutihan modal melalui deposito. Baikkah pengaruhnya? Bankir dan pengamat ekonomi kawakan Dr. Panglaykim menilai bahwa soal pemutihan modal itu hanya akan, "Berpengaruh terhadap bisnis kecil dan menengah." Tapi itu pun, katanya cepat-cepat, belum pasti, mengingat, "Kita belum tahu benar berapa peningkatan jumlah deposito akan terjadi dalam waktu dekat ini." Sedang bagi pengusaha besar, katanya, yang dananya kebanyakan erasal dari luar negeri (offshore), beleid itu tak terasa pengaruhnya. Dalam situasi belum menentu itu, dia menilai, iklim investasi hari-hari ini kelihatan suram: uang rupiah sangat seret, dan birokrasi tampak masih berbelit. Pemerintah rupanya cepat tanggap. Bukan hanya birokrasi bakal dibenahi, tapi juga peraturan yang berkaitan dengan penanaman modal akan disederhanakan, demikian ketua BKPM Suhartoyo. Untuk mengurangi keluhan lain, pemerintah juga sudah mengusahakan mengurangi kontak langsung pengusaha dengan aparat pajak. Dengan ketentuan perpajakan baru, pengusaha memang diminta menaksir sendiri berapa beban pajak yang harus dibayarnya kelak. Kontak baru dilakukan jika aparat pajak menganggap perlu meneliti kembali Surat Pemberitahuan (SPT), yang dianggap masih meragukan. Maklum, "Kontak langsung itu, tampaknya, sering menjengkelkan pengusaha," ujar Mansury tersenyum.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus