Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SATU pertemuan penting diam-diam digelar Presiden dengan 12 pengusaha kakap di Wisma Negara, Jakarta, Selasa malam dua pekan lalu. Dimotori bos Grup Central Cipta Murdaya (CCM), Siti Hartati Murdaya, para taipan itu diajak rembukan mengenai upaya meredam gejolak rupiah, yang hari itu sempat terjerembap ke posisi Rp 11.800 per US$ 1.
Pertemuan terjadi ketika sidang kabinet, yang dimulai sejak sore, istirahat pada sekitar 21.00 (Tempo, 5 September 2005). Wartawan sebetulnya sempat mengendus pertemuan rahasia itu. Namun tak diperoleh kejelasan apa yang dibahas dan siapa saja yang hadir. Hanya bos Grup Lippo, Mochtar Riady, yang sempat kepergok para juru warta saat itu.
Pekan lalu, kabar sayup-sayup ini mulai jelas terdengar. Sejumlah konglomerat membisikkan kepada Tempo, selain Hartati dan Mochtar Riady, juga hadir Putera Sampoerna, Budi Hartono (bos Grup Djarum), Peter Gontha, Sugianto Kusuma (Presiden Direktur Grup Artha Graha), dan keluarga Katuari (Grup Wings).
Presiden, nah, tak didampingi tim ekonomi kabinet. Ia hanya ditemani Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi. Rencana ini pun kabarnya sempat terancam batal. Soalnya, para pengusaha, yang sebagian besar keturunan Cina—kecuali Peter Gontha—pada awalnya tak mau datang. ”Mereka takut kalau-kalau nantinya terseret arus politik,” kata seorang peserta rapat.
Keganjilan lainnya, sederet konglomerat papan atas semasa Orde Baru, seperti Anthoni Salim (Grup Salim), Prajogo Pangestu (Grup Barito), dan Sofjan Wanandi (Grup Gemala), tak tampak di forum itu. Mereka, bersama sejumlah konglomerat Indonesia lainnya, keesokan harinya justru mengadakan pertemuan dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam sebuah acara santap pagi nun di Beijing, Cina.
Di ajang itu hadir pula Sukanto Tanoto (Raja Garuda Mas), The Nin King (Argo Manunggal), Tomy Winata (Artha Graha), Teguh Ganda Widjaja (Sinar Mas), dan Chaerul Tandjung (Bank Mega).
Menurut Sofjan, ia memang tak tahu-menahu soal acara pertemuan pengusaha dengan Presiden itu. Sebab, ia sedang ikut rombongan Wakil Presiden ke Cina. ”Yang saya dengar, kabarnya, mereka dikumpulkan oleh Hartati Murdaya,” ujarnya.
Soal ketakhadiran para konglomerat itu, Sofjan pun menjelaskan, ini dikarenakan mereka sedang berada di Negeri Tirai Bambu untuk mengikuti pameran dagang yang digagas Kamar Dagang dan Industri Indonesia.
Hartati menampik adanya dua kubu pengusaha di lingkaran Presiden dan Wakil Presiden. Menurut pengakuannya, ia sebetulnya sudah mengontak Anthoni Salim. ”Tapi beliau sedang di luar negeri,” ujarnya.
Ia juga menuturkan, beberapa waktu lalu telah bekerja sama dengan tim ekonomi Wakil Presiden saat menggelar forum pengusaha kecil dan menengah dalam rangka peringatan 60 tahun Indonesia merdeka. Menyangkut kabar bahwa ia motor pertemuan dengan Presiden untuk mengajak para pengusaha menukarkan dolarnya ke rupiah, Hartati lagi-lagi membantah. ”Tidak ada itu,” katanya.
Perannya, ia menjelaskan, sebatas mengajak para pengusaha agar tidak panik dan tidak memborong dolar pada saat bersamaan. Jika rupiah tembus Rp 15 ribu per US$ 1, ”Bisa ambruk kita,” katanya. Karena itu, para pengusaha sepakat tidak berspekulasi valuta asing. ”Tapi itu berdasarkan gentlemen’s agreement saja,” ujarnya.
Sofjan pesimistis, ajakan kepada para pengusaha untuk menukarkan dolarnya ke rupiah bakal berhasil. ”Sekarang ini tidak bisa lagi seperti zaman Tutut (Siti Hardijanti Rukmana, putri sulung Soeharto) dulu, pengusaha diajak beramai-ramai menjual dolarnya,” katanya.
Karena itu, ia tetap berpendapat, yang terpenting adalah keberanian pemerintah segera mencabut subsidi bahan bakar minyak dan membuat anggaran negara yang realistis. ”Jangan (main-main) seperti jual-beli kacang,” katanya. ”Ini republik.”
Metta Dharmasaputra, Yura Syahrul
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo