Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Investasi Bahli Lahadalia mengusulkan agar pemerintah membagikan izin usaha pertambangan (IUP) kepada organisasi masyarakat atau ormas keagamaan. Bahlil mengatakan hal tersebut perlu dilakukan karena ormas keagamaaan memiliki kontribusi bagi bangsa dan negara. Bahkan, menurut dia, sejak sebelum Indonesia merdeka.
"Di saat agresi militer, yang membuat fatwa jihad siapa? Konglomerat? Perusahaan? Yang buat, tokoh-tokoh agama," ujar Bahlil Ketika ditemui di Kementerian Investasi, Senin, 29 April 2024. "Di saat Indonesia sudah merdeka, masak nggak boleh kita beri perhatian?"
Menurut Bahlil, pembagian IUP untuk ormas keamaaan bukan masalah selagi dilakukan sesuai dengan baik. Toh, kata Bahlil, ormas keagamaan juga berperan dalam mengelola umat. "Tidak boleh ada conflict of interest, itu benar. Dikelola professional, dicarikan partner yang baik," tuturnya.
Ihwal tidak adanya spesialisasi ormas dalam bidang pertambangan, menurut Bahlil hal itu juga terjadi pada perusahaan-perusahaan yang selama ini mengelola IUP. Karena itu, kata Bahlil, perusahaan-perusahaan pemegang IUP biasanya menggandeng kontraktor.
"Jadi, ya, mbok kita bijaksana. Kalau bukan kita yang memperhatikan organisasi gereja, Muhammadiyah, NU, terus siapa?" kata Bahlil. "Kita kok nggak senang, ya, kalau negara hadir membantu mereka. Tapi kok senang kalua investor kita kasih terus."
Menurut Bahlil, klausul pembagian IUP untuk ormas keagaamann bakal dimuat dalam revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usha Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Bahlil mengatakan, pembagian IUP untuk ormas keagamaan erlu dilakukan agar IUP tidak hanya dikuasai segelintir orang.
"Kasih afirmatif ke daerah. Presiden berpikir IUP yang dicabut, yang memenuhi syarat, diserahkan ke BUMD (badan usaha milik daerah), koperasi, kelompok keagamaan," kata Bahlil di Kementerian Investasi pada Senin, 18 Maret 2024.
Bahlil juga memastikan tidak semua ormas bisa mendapat IUP karena kriterianya spesifik, hanya ormas keagamaan.
Pusat Studi Ekonomi dan Sumber Daya Alam (Pusesda) menolak wacana pembagian IUP untuk ormas keagamaan. Direktur Pusesda Ilham Rifki menilai pembagian IUP untuk ormas tidak menjamin keuntungan bagi negara. Di sisi lain, kata Ilham, pembagian IUP untuk ormas justru berpotensi merusak iklim investasi sektor pertambangan di Indonesia.
"Pembagian IUP untuk ormas juga tidak pernah diatur dalam UU Minerba dan turunannya. Sehingga, bisa menimbulkan kekacauan penerapan hukum di tengah masyarakat karena tidak jelasnya ownership dari suatu wilayah pertambangan," kata Ilham kepada Tempo, Rabu, 20 Maret 2024.
Tak cuma itu, Ilham mengatakan pembagian IUP untuk ormas di tengah ketidakjelasan proses pencabutan dan pemulihan berpotensi mengacaukan tata kelola pertambangan. Ia juga khawatir pembagian IUP untuk ormas hanya berakhir pada jual-beli atau brokering IUP, tapi tidak sampai pada pengusahaan.
"Kegiatan pertambangan kan usaha yang spesifik, bermodal besar, dan jangka panjang. Ini menuntut pelakunya memiliki keandalan dan kompetensi khusus," ujar dia.
Menurut Ilham, alih-alih mewacanakan pembagian IUP untuk ormas, pemerintah lebih baik bertanggung jawab atas tindakan pencabutan IUP yang menurutnya dilakukan sewenang-wenang. Menurutnya, pemerintah bisa mengoptimalkan fungsi pembinaan dan pengawasan serta memberi kesempatan klarifikasi kepada pengusaha yang IUP-nya kadung dicabut sepihak. Ia berujar, para pengusaha mesti diberi kesempatan menyatakan komitmen dan kesanggupan menjalankan usahanya.
"Jika tidak sanggup, barulah IUP tersebut dapat dikembalikan kepada negara dengan sepengetahuan. Konsensi hasil pengembalian ini yang bisa dilelang untuk diusahakan oleh pelaku usaha baru," ujar Ilham.
Pilihan Editor: Ini Kompensasi yang Seharusnya Diterima Penumpang jika Terjadi Keterlambatan Kereta Api
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini