Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Jika Program Makan Bergizi Gratis Didanai Utang Luar Negeri

Dukungan makan bergizi gratis berbentuk utang dari luar negeri berisiko bagi Indonesia. Pemerintah diminta berpikir ulang.

29 November 2024 | 09.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Sejumlah negara berkomitmen mendukung program makan bergizi gratis.

  • Dampak ekonomi makan bergizi gratis berisiko menurun jika didanai utang luar negeri.

  • Pemerintah lebih memilih hibah ketimbang utang.

PULANG dari luar negeri setelah lawatan sejak 8 November, Presiden Prabowo Subianto membawa komitmen sejumlah negara untuk mewujudkan program makan bergizi gratis. Salah satunya dari pemerintah Cina yang memberi janji pendanaan berlabel Food Supplementation and School Feeding Programme in Indonesia. Nota kesepahaman kedua negara menjadi landasan kerja sama tersebut. 

Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bantuan Tiongkok ini muncul lantaran Cina sudah menggelar program serupa. "Pemerintah Cina akan mendukung karena mereka juga sudah melaksanakan makan bergizi di sini," katanya kepada wartawan di Beijing, Cina, 10 November 2024.

Selain Cina, ada juga Inggris, Amerika Serikat, Prancis, dan Brasil. Dalam pernyataan bersama Inggris dan Indonesia yang dilansir di halaman gov.uk, pemerintahan negeri Raja Charles itu menyatakan dukungan muncul lantaran mereka memahami pentingnya nutrisi yang baik untuk mendukung edukasi serta membentuk pola pikir anak. Kedua negara masih akan berdiskusi membahas bentuk kerja sama ke depan.

Uluran tangan asing ini bisa menjadi angin segar bagi pemerintah untuk mengongkosi program makan bergizi gratis. Tahun depan, alokasi dana yang disiapkan di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk program makan bergizi gratis hanya Rp 71 triliun. Padahal, saat program itu efektif berjalan pada tahun depan, Badan Gizi Nasional memperkirakan anggaran yang dibutuhkan sekitar Rp 1,2 triliun per hari.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dari total dana Rp 1,2 triliun, sebanyak 75 persen atau Rp 800 miliar akan digunakan untuk membeli produk-produk pertanian atau bahan baku. Karena itu pemerintah Prabowo membuka peluang merombak APBN 2025 guna mendanai makan bergizi gratis.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda berharap pemerintah tak asal menerima tawaran bantuan, apalagi berbentuk pendanaan lewat pinjaman. "Saya melihat risiko yang cukup besar apabila bantuan tersebut berupa pinjaman, meskipun pinjaman lunak," katanya kepada Tempo, Kamis, 28 November 2024. 

Dalam kajian bertajuk Makan Bergizi Gratis: Dampak Ekonomi dan Konsekuensi Defisit APBN, Celios menyatakan program makan bergizi gratis bisa memberi nilai tambah sebesar Rp 61,68 triliun untuk pelaku usaha yang terlibat. Salah satunya, tenaga kerja di industri jasa makanan dan minuman bisa mengantongi nilai tambah hingga Rp 23,66 triliun.

Angka ini muncul dengan asumsi pemerintah menggelontorkan dana sebesar Rp 71 triliun pada 2025 yang berasal dari APBN. Keuntungan ini berisiko menyusut jika pemerintah mengandalkan utang buat mendanai program makan bergizi gratis. 

Selain itu, Huda menyatakan program ini bisa jadi disusupi produk asal Cina yang diimpor dengan nilai fantastis. Dia mengingatkan program ini berpotensi menghabiskan Rp 1,2 triliun setiap hari. Bagi investor, ini proyek yang menggiurkan. "Saya takutkan suplai makanan program makan bergizi gratis dikuasai oleh importir makanan langsung dari Cina," tuturnya. 

Pengajar hubungan internasional Universitas Paramadina, Peni Hanggarini, menambahkan komitmen bantuan dari sejumlah negara menunjukkan posisi Indonesia yang strategis. Namun, sama seperti Huda, dia mewanti-wanti pemerintah untuk berhati-hati menerima bantuan. Prinsipnya, Indonesia tidak boleh memihak salah satu kubu.

Presiden Prabowo Subianto dan Presiden Cina Xi Jinping dalam upacara penandatanganan di Balai Agung Rakyat di Beijing, Cina, 9 November 2024. REUTERS/Florence Lo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Peni juga mengingatkan risiko bantuan berkedok pinjaman. Pemerintah bukan cuma harus mempertimbangkan dampaknya terhadap ekonomi, tapi juga dari sisi politik. Dia berujar utang dapat menjadi instrumen politik sebuah negara untuk mempengaruhi negara lain. Jika tak mampu membayar, utang yang awalnya hanya tampak sebagai beban ekonomi dapat menjadi ancaman keamanan. "Berbagai dimensinya nanti saling terkait. Jadi, kita tidak bisa memandang remeh utang," katanya.  

Ekonom Center of Reform on Economics, Yusuf Rendy Manilet, menuturkan pemerintah bisa menerima bantuan berupa saran dari pemerintah negara yang mendukung program makan bergizi gratis, seperti Cina. Belajar dari pengalaman negara tersebut menggelar program serupa, Indonesia bisa menentukan kriteria keberhasilan dan kegagalan proyek tersebut. "Saya kira pemerintah juga bisa melihat apakah ada efek samping dari program makan bergizi gratis atau yang serupa. Seperti yang telah dijalankan di Cina, misalnya," ujar Yusuf. 


Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana menyatakan pemerintah akan berpikir ulang menerima bantuan asing dalam bentuk pinjaman. "Kalau utang, sepertinya Pak Presiden akan berpikir dua kali lipat," tuturnya. Beda cerita dengan hibah yang pasti bakal diterima pemerintah. Pemerintah masih dalam tahap berdiskusi dengan para pemberi dukungan program makan bergizi gratis tersebut.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Han Revanda dan Daniel A Fajri berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus