Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Laporan Kinerja APBN yang dikeluarkan Kementerian Keuangan pada akhir September 2024 mencatat utang pemerintah telah menembus Rp8.641 triliun. Tahun depan, pemerintah berencana menambah utang lagi Rp775 triliun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam laporan APBN KiTa edisi September, disebutkan pemerintah konsisten mengelola utang secara cermat dengan menjaga risiko suku bunga, mata uang, likuiditas, dan jatuh tempo yang optimal. “Rasio utang per akhir Agustus 2024 yang mencapai 38,49 persen terhadap PDB, tetap konsisten terjaga di bawah batas aman 60 persen PDB sesuai UU Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara,” tulis Kemenkeu dalam Buku APBN KiTa dikutip Sabtu, 28 September 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penarikan utang berdampak pada beban pembayarn di tahun-tahun yang akan datang. Sebelumnya Ekonom senior dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Dradjad Wibowo, memaparkan tahun depan hampir separuh pendapatan negara bakal habis untuk membayar utang. “Dari pendapatan negara Rp3 ribu triliun, Rp1,3 ribu triliun habis untuk debt service, almost 50 persen,” kata dia dalam UOB Economic Outlook dikutip, Jumat, 28 September 2024.
Adapun pendapatan negara pada 2025 ditargetkan Rp3.005 triliun. Sebesar Rp1.353,2 triliun bakal dipakai untuk membayar pinjaman, terdiri dari Rp800,3 triliun cicilan pokok dan Rp552,9 triliun bunga. Karena itu pemerintah harus mencari cara menaikkan pendapatan.
Beban utang jatuh tempo Rp800 triliun bakal ditanggung oleh pemerintahan era Prabowo Subianto tiap tahun sejak 2025-2027. Utang ini berasal dari pinjaman untuk menanggulangi pandemi Covid-19. Selama satu dekade pemerintahan Presiden Joko Widodo, laju kenaikan utang cukup pesat. Pada 2014, sebesar Rp2.608,7 triliun sementara pada akhir masa jabatannya atau hingga Agustus, posisi utang pemerintah telah mencapai Rp8.461, 9 triliun.
Kementerian Keuangan membeberkan strategi pemerintah untuk membayar utang jatuh tempo. Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan dalam Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko DJPPR) Kemenkeu Riko Amir mengatakan pembiayaan akan dilakukan dengan prinsip refinancing, yang berarti pendanaan kembali.
Refinancing adalah metode pelunasan utang dengan mengambil pinjaman baru untuk membayar pinjaman yang sudah ada. Pinjaman baru tersebut memiliki ketentuan berbeda seperti bunga lebih rendah, jangka waktu lebih lama atau struktur pembayaran yang berbeda. “Kita masih punya kemampuan untuk membayar defisit plus utang jatuh tempo tadi, dengan tetap prinsip refinancing,” ujar Riko.
Nabiila Azzahra berkontribusi dalam penulisan artikel ini