Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Vigor Menunggu Otorita

Sengketa antara otorita Asahan dan pihak Jepang masih terbentur jalan buntu & perlu terobosan baru. Jepang mengirim kapal "vigor" untuk mengangkut aluminium dari asahan tapi ditolak Otorita Asahan.

5 November 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

OMBAK terus berguncang di Selat Malaka. Vigor, biduk bermesin dari Jepang, nekat menancapkan jangkar di pelabuhan Kuala Tanjung, yang menghadap Selat Malaka, menunggu muatan aluminium ingot dari Asahan. "Pukul 08.00 hari Senin 31 Oktober, kapal sudah sampai di dermaga Kuala Tanjung," demikian bunyi kawat yang diterima MITI (Departemen Perindustrian dan Perdagangan LN Jepang) dari Vigor. Tapi Otorita Asahan belum bisa selekasnya memberikan izin pemuatan aluminium ingot ke Jepang, seperti yang diinginkan Tokyo. Kehadiran Vigor di Kuala Tanjung bisa diteropong sebagai babakan baru yang lebih seru dari serangkaian pertikaian antara Otorita Asahan dan pihak Jepang. Atau bisa juga dianggap sebagai test-case yang dirancang Jepang untuk menguji ketegaran Indonesia. Soalnya, Tokyo tahu betul bahwa sengketa itu masih terbentur jalan buntu dan perlu terobosan baru. Menurut MITI, Ketua Otorita Asahan A.R. Soehoed hanya mengizinkan Jepang mengangkut 12.500 ton aluminium ingot, kalau Jepang setuju dengan rencana Otorita Asahan mengekspor 8.600 ton ke negara lain di luar Jepang. "Tapi bagaimana mungkin pihak Jepang menerima usul itu," kata pejabat MITI yang dihubungi TEMPO di Tokyo Senin pekan ini. Pejabat MITI itu juga mengungkapkan bahwa meskipun Otorita Asahan memiliki hak ekspor, yang berhak menyetop ekspor itu adalah Menteri Perdagangan RI. Itulah sebabnya pihak Jepang ngotot mengirimkan Vigor ke Kuala Tanjung. Pihak Otorita dan Bank Negara Indonesia di Medan, yang dihubungi pihak Jepang, menolak membubuhkan tanda tangannya di atas surat izin pemuatan, loading permission. "Kalau Otorita oke, kita juga oke," kata Urip Sujarwo, Kakanwil BNI di Medan, kepada Irwan E. Siregar dari TEMPO. Penghentian ekspor aluminium ke Jepang mulai dilaksanakan Otorita sejak Juli lalu. Alasannya: kebutuhan akan aluminium Indonesia terus meningkat, sehingga jatah Otorita pun mestinya ikut meningkat. Menurut perjanjian induk 1982, jatah untuk pasar Indonesia maksimum sepertiga produksi Inalum. Tapi Jepang, sebagai pemegang 59% saham PT Inalum, tak bisa mengabulkan permintaan itu. Dan Jepang semakin sengit, karena Otorita melego sebagian produk Inalum ke negara Asia lainnya. Sejak dihentikannya ekspor ke lima pembeli di Jepang, hanya ada sekali pengapalan aluminium ingot sebanyak 10.000 ton dari Kuala Tanjung ke Jepang, dan tiba di Negeri Sakura itu pada tanggal 20 Oktober lalu. Pejabat MITI tak tahu persis apakah pengapalan ini untuk menggantikan aluminium ingot yang disetop Juli lalu atau untuk penyerahan Agustus ataukah Oktober. Pihak Jepang agaknya kini dirundung suasana serba tak pasti. Proyek Jepang terbesar kedua di luar negeri setelah proyek Petro Kimia di Iran ini mula-mula dikira Jepang akan bisa diselesaikan leh Menteri Keuangan Sumarlin. Tapi ketika bertemu dengan Dubes Jepang Edamura, Sumarlin menyatakan belum diminta secara resmi oleh Otorita untuk menangani masalah ini. Malah Sumarlin menduga, Menko Ekuin Radius Prawiro-lah yang ditugasi menyelesaikannya. Ketika Radius menerima Presdir Nippon Asahan Aluminium Ichiro Shinba awal bulan lalu, ia berjanji akan segera memberi tahu hasil pertemuan dengan para menteri yang menyangkut kasus Inalum ini. Tapi sampai sekarang laporan yang ditunggu Shinba-san belum kunjung bergema di Tokyo. "Kami ingin tahu siapa sebenarnya yang mengurus masalah ini. Apakah Menteri Keuangan, Menko Ekuin, Menteri Perdagangan, Ketua Otorita Asahan, ataukah masih ada orang lainnya lagi," tanya pejabat MITI dalam nada lesu. Perkembangan terakhir menunjukkan, pemerintah Jepang tampaknya mulai agak kurang sabar. Menteri MITI Hajime Tamura, yang Senin pekan ini kebetulan mendapat kunjungan Menristek B.J. Habibie di Tokyo, menitipkan pesan agar pemerintah Indonesia bisa menangani masalah ini dengan baik. Yang jadi masalah kini ialah apa yang akan terjadi dengan Vigor, bila Otorita Asahan tetap tidak mengeluarkan izin ekspor. Kembali kosong atau kembali berunding? Bachtiar Abdullah (Jakarta), Seiichi Okawa (Tokyo)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus