Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Importir bawang putih terkena syarat wajib tanam untuk mendapatkan RIPH.
Petani bisa bekerja sama dengan importir yang sedang mengajukan permohonan izin.
Kementerian Pertanian akan memberikan sanksi kepada importir nakal.
AGUS bersemangat mengolah sawahnya yang kering-kerontang di tengah kemarau panjang tahun ini. Tapi Ketua Kelompok Tani Taruna Garap Tani di Kecamatan Tretep, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, itu tak hendak menanam padi di lahannya yang seluas 2 hektare, melainkan bawang putih. “Alhamdulillah, hujan sudah mulai turun,” ujarnya pada Kamis, 26 Oktober lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Taruna Garap Tani bermitra dengan PT Langgeng Rejeki Indonesia, perusahaan importir bawang putih. Kerja sama itu diteken di depan Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian, dan Perikanan Kabupaten Temanggung pada 25 Januari lalu. Langgeng Rejeki menggandeng Agus dan kelompoknya untuk memenuhi kewajiban tanam bawang putih sebagai syarat mendapatkan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) dari Kementerian Pertanian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Agus, bila kerja sama berjalan lancar, petani akan mendapatkan bagi hasil 70 persen. Sisa 30 persen menjadi jatah perusahaan. Selain menggandeng Taruna Garap Tani, Langgeng Rejeki berkolaborasi dengan Kelompok Tani Berkah Tani di Temanggung.
Berdasarkan data Badan Pangan Nasional, Langgeng Rejeki Indonesia mendapatkan RIPH dari Kementerian Pertanian sebanyak 4.930 ton. Kementerian Perdagangan pun mengeluarkan surat persetujuan impor (SPI) dengan volume yang sama pada 22 Februari lalu. Badan Pangan Nasional mencatat kuota impor tersebut telah terealisasi seluruhnya. Artinya, Langgeng Rejeki telah mendatangkan bawang putih dari luar negeri sesuai dengan kuota yang mereka peroleh.
Kewajiban importir menanam bawang putih tercantum dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 38 Tahun 2017 tentang RIPH. Pasal 32 aturan itu menyatakan importir bawang putih wajib menanam komoditas hortikultura itu di dalam negeri oleh sendiri ataupun bekerja sama dengan kelompok tani. Pemerintah menyarankan penanaman bawang putih dilakukan di lahan baru. Penanaman harus berlangsung paling lama satu tahun setelah impor terealisasi.
Pemerintah mewajibkan importir memproduksi bawang putih minimal 5 persen dari volume permohonan RIPH per tahun dengan asumsi produktivitas rata-rata 6 ton per hektare. Laporan realisasi penanaman bawang putih dipakai untuk mengajukan permohonan RIPH berikutnya. Kementerian Pertanian akan memprioritaskan penerbitan RIPH untuk pelaku usaha yang mematuhi aturan wajib tanam bawang putih.
Ketua Umum Perkumpulan Pelaku Usaha Bawang Putih dan Sayuran Umbi Indonesia (Pusbarindo) Antonius Reinhard Batubara bercerita, dulu para importir mencari sendiri lahan atau petani yang bisa diajak bermitra. Mulai tahun ini, Kementerian Pertanian memfasilitasinya di dalam sistem e-RIPH.
Caranya, importir mengajukan permohonan RIPH dulu. Setelah permohonan disetujui, akan muncul tautan daerah sentra penghasil bawang putih seperti Magelang, Temanggung, dan Wonosobo di Jawa Tengah atau Malang di Jawa Timur. Di dalam tautan setiap daerah tersebut ada daftar kelompok tani atau petani yang bisa diajak bekerja sama dan telah diverifikasi Kementerian Pertanian.
Menurut Reinhard, importir bisa menghubungi kelompok tani atau petani dulu untuk berdiskusi dan memverifikasi data sebelum memutuskan bekerja sama. “Kalau pas ketemu petani yang baik, ya bagus jadinya,” katanya. Masalahnya, ucap Reinhard, kadang-kadang ada yang petani yang bandel. Misalnya sudah bermitra dengan importir A, ternyata petani itu berkontrak juga dengan importir B. Padahal importir A sudah memasok benih, pupuk, pestisida, dan mulsa atau lembaran plastik untuk melindungi permukaan tanah.
Berbagai kendala juga bisa muncul saat kemitraan berlangsung. Misalnya importir meminta petani membeli bibit dengan jumlah dan kualitas tertentu. “Ternyata tidak sesuai. Jadi gagal panen,” tutur Reinhard. Padahal importir sudah mengirim tim untuk mengontrol petani. Selain itu, ada petugas dinas pertanian setempat dan tim penyuluh lapangan yang ikut mengawasi. Tapi, kata Reinhard, "Mereka lapor bagus, ternyata hasilnya berbeda.”
Persoalan juga bisa datang dari perusahaan importir yang tidak serius melakukan budi daya sehingga hasilnya tidak ada. Menurut Reinhard, importir nakal seperti itu biasanya akan menutup perusahaan supaya terhindar dari sanksi dan pada periode berikutnya muncul lagi dengan perusahaan baru.
Kementerian Pertanian menyiapkan sanksi bagi para importir bandel, dari penolakan permohonan RIPH selama tiga tahun berturut-turut hingga ancaman penarikan bawang putih yang mereka impor dari peredaran. Kementerian Pertanian juga bisa mengusulkan kepada Kementerian Perdagangan agar memangkas volume izin impor bawang putih perusahaan importir yang tidak mematuhi regulasi.
Namun Reinhard menilai sanksi terhadap perusahaan yang tidak memenuhi kewajiban menanam bawang putih terlalu ringan. “Hanya diblokir, di-blacklist. Nanti tinggal bikin perusahaan baru dan bisa mengajukan RIPH lagi. Ini yang harus diperbaiki,” ujarnya.
Kepada Tempo, Selasa, 17 Oktober lalu, Arief Prasetyo Adi yang saat itu menjabat pelaksana tugas Menteri Pertanian mengatakan akan memberi penghargaan kepada importir yang mematuhi aturan wajib tanam berkali-kali. Penghargaan itu berupa tambahan kuota. Menurut dia, dari 140 perusahaan yang mendapatkan RIPH, ada yang melakukan wajib tanam sekali, dua kali, dan tiga kali. Nantinya mereka akan memperoleh kuantitas RIPH yang berbeda sebagai hadiah. “Makin banyak memenuhi syarat wajib tanam, makin banyak RIPH yang didapatkan," kata Arief, yang juga menjabat Kepala Badan Pangan Nasional.
Arief menyatakan Kementerian Pertanian bakal membatasi impor bawang putih mulai tahun depan, maksimal 650 ribu ton. Pembatasan akan disertai dengan pengawasan ketat terhadap penerbitan RIPH. "Mulai 2024, Direktorat Jenderal Hortikultura tidak akan mengobral kuota hingga lebih dari 1 juta ton sehingga tidak ada praduga bahwa setiap kilogram ada rupiahnya," Arief menegaskan.
Namun, hingga menjelang akhir tahun, belum tersiar kabar gembira mengenai realisasi aturan wajib tanam bawang putih. Itu pula yang dirasakan Kelompok Tani Taruna Garap Tani yang dipimpin Agus. Menurut Agus, sampai saat ini belum ada informasi dari perusahaan mengenai waktu penanaman. Padahal sebentar lagi musim hujan tiba. “Tanah sudah diolah. Lahan kami sudah siap,” tuturnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Saling Silang Wajib Tanam"