Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PEMERINTAH tidak pernah belajar dari pengalaman masa lalu bahwa kebijakan berbelit tata niaga komoditas impor selalu menimbulkan masalah. Alih-alih bisa menjamin ketersediaan pasokan dan membuat harga terjangkau, pengaturan kuota terus-menerus menjadi tunggangan pemburu rente dan ajang korupsi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Cara Kementerian Perdagangan mengatur impor tata niaga bawang putih menjadi contoh mutakhir. Ombudsman Republik Indonesia menilai kebijakan penerbitan surat izin impor bawang putih sebagai praktik maladministrasi. Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan ditengarai mengabaikan kewajiban hukum dengan menunda penerbitan surat persetujuan impor bawang putih.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 25 Tahun 2022 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, surat persetujuan mesti terbit dalam lima hari kerja. Namun, kenyataannya, banyak importir yang sudah memenuhi semua syarat tidak kunjung menerima surat persetujuan impor.
Ombudsman RI juga menemukan penyimpangan dalam Peraturan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Nomor 31 Tahun 2023 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kebijakan dan Pengaturan Impor Bawang Putih. Selain memperpanjang rantai prosedur, peraturan tersebut dinilai sebagai bentuk penyimpangan karena tidak dikenal dalam peraturan perundang-undangan selama ini.
Pemerintah memutuskan mengimpor bawang putih setelah harga komoditas tersebut terus membubung sejak awal 2023. Menurut data Badan Pangan Nasional, harga rata-rata bawang putih per Oktober 2023 mencapai Rp 40.221 per kilogram, jauh di atas harga eceran tertinggi sebesar Rp 32 ribu yang ditetapkan Kementerian Perdagangan pada 2019.
Badan Pangan Nasional sudah meminta Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan bergegas menerbitkan surat rekomendasi impor ataupun surat persetujuan impor. Percepatan impor diharapkan bisa menambah jumlah pasokan bawang putih sehingga gejolak harga dapat ditekan. Namun permintaan itu tak kunjung dipenuhi, sampai kemudian Ombudsman menemukan dugaan praktik maladministrasi dalam pemberian surat persetujuan tersebut.
Bukan melulu soal administrasi yang membuat penerbitan surat persetujuan impor bawang putih berjalan seperti siput. Ombudsman juga mengendus adanya permainan dalam penerbitan surat persetujuan impor. Sejumlah perusahaan yang memenuhi syarat, dan telah tujuh bulan mengajukan permohonan, tidak direspons oleh Kementerian Perdagangan. Di sisi lain, beberapa perusahaan mendapatkan izin hanya dalam hitungan hari setelah pengajuan permohonan.
Namun lagi-lagi praktik maladministrasi hanya menjadi cerita di permukaan. Sebab, majalah ini menemukan terjadinya permainan oleh sejumlah makelar yang dekat dengan petinggi Kementerian Perdagangan yang meminta uang semir dalam penerbitan surat persetujuan impor bawang putih. Kisarannya Rp 4.000-5.000 per kilogram.
Kekacauan tata niaga yang melahirkan praktik percaloan terjadi pada banyak komoditas impor dan terus berulang. Namun pemerintah tidak pernah mengoreksi kebijakan keliru itu dan membiarkan komoditas impor hanya dikuasai segelintir pemburu rente yang dekat dengan pejabat. Tidak peduli meski konsumen menanggung beban berat akibat praktik rente tersebut.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Mudarat Berulang Tata Niaga Bawang Putih"