Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Wartawan Dapat "Polisi Baru"

Tentang kebebasan pers, dan kebijaksanaan pemerintah yang menyangkut pers akan dibahas di Dewan Pers. Dewan Pers dianggap sebagai "polisi" kaum wartawan. (md)

3 Maret 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MEREKA sudah mau baik-baik," komentar seorang anggota Dewan Pers. Mereka siapa? Bisa pihak pers maupun pihak pemerintah. Kedua pihak itu diwakili dalam Dewan Pers yang mengadakan sidang pleno ke-20 pekan lalu di Hotel Indonesia Sheraton, Jakarta. Banyak persoalan disingungnya, bertujuan meredakan pikiran yang risau sekitar "pers yang bebas dan bertanggungjawab." Ketika upacara pembukaannya, Wakil Presiden Adam Malik sengaja menekankan suaranya pada bagian yang merisaukan tadi. "Dewasa ini," katanya, "orang masih saja mempersoalkan ada atau tidak adanya kebebasan pers di Indonesia. Di lain pihak, dipersoalkan tidak atau masih kurangnya tanggungjawab yang ditunjukkan oleh pers nasional kita. "Apabila situasi yang demikian itu terus berlangsung, maka tujuan pokok kita untuk menggelorakan partisipasi masyarakat dalam pembangunan tidak akan dapat dicapai." Pihak pers mempersoalkannya berhubung ia senantiasa dikejar oleh hantu pembreidelan. Apalagi sesekali berdering telepon sensor --perintah resmi supaya jangan memuat berita tertentu. sekas wartawan Adam Malik pernah menasehatkan "jangan takut," tapi para redaktur tetap gentar (TEMPO, 24 Pebruari). Para pejabat mempersoalkannya, tentu saja, dengan harapan supaya pers turut menjaga terpeliharanya stabilitas nasional. Bahwa wartawan harus tetap pandai mengekang diri sendiri, Dewan Pers ,nasih menuntut demikian seperti termuat dalam keputusannya. Tapi pemerintah, berbeda dengan praktek selama ini, cenderung bertindak melalui pengaruh Dewan Pers yang, sebutlah, menjadi "polisi" kaum wartawan. Maka ia pun segera akan mengeluarkan ketentuan atau petunjuk, seperti dikatakan Dirjen Pembinaan Pers dan Grafika Sukarno SH, "bagaimana cara memberikan 'lampu merah' pada pers." Dalam gaya baru ini, menurut Ketua PWI Pusat Harmoko, diharapkan pula Dewan Pers menjadi "lembaga dialog dan konsultasi" dalam menentukan 'lampu merah' tadi. Semua kebijaksanaan pemerintah yang menyangkut pers akan dibahas terlebih dulu di Dewan Pers, kata Harmoko. Sungguh mau baik-baik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus