Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

KB Buat Balita

Yayasan Permata Sari mendirikan Kelompok Bermain (KB) menyelenggarakan panel diskusi tentang KB, karena perhatian orang tua kepada anak-anak setelah umur 2 tahun berkurang.(pdk)

3 Maret 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUDAH sejak lima tahunan lalu bermunculan di Jakarta -- bahkan di beberapa kota besar lainnya di Indonesia -- semacam sekolah untuk anak-anak berumur antara 2-5 tahun yang disebut Kelompok Bermain (Play Group). Hal baru selalu menimbulkan suara pro dan kontra tak terkecuali soal KB yang bukan keluarga berencana ini. Didorong' untuk menjernihkan masalahnya sekaligus minta perhatian pemerintah, Yayasan Permata Sari -- yang setahun lalu mendirikan KB Cikal Harapan -- menyelenggarakan panel diskusi tentang KB. Mengambil tempat di Teater Tertutup Taman Ismail Marzuki, 21 Pebruari lalu, diundang lima orang panelis Oejeng Soewargana, Ediasri Toto Atmodiwirjo, Harimurti Kridalaksana, Isom Sumhudi dan Seto Mulyadi. Dan sekitar 50 hadirin, terdiri dari guru Taman Kanak-kanak, pengasuh KB, dan beberapa peminat lain, mengikuti diskusi yang berjalan hampir sehari penuh itu. Toh, tak terjadi sesuatu yang seru, yang mungkin diduga orang sebelumnya: soal tidak setuju atau setuju adanya KB. Ternyata semua saja menyadari pentingnya Ks. Yayasan Permata Sari sendiri memberikan alasan pentingnya ada KB karena "perhatian orangtua kepada anak-anak setelah umur dua tahun biasanya berkurang." Yadahal pada usia tersebut anak-anak mulai ingin mengetahui sesuatu -- yang biasanya tercermin dalam kegiatan bermain. Ahli-ahli psikologi mengatakan lima tahun usia pertama seorang anak, adalah usia maha penting. Juga akhir-akhir ini dalam beberapa pidatonya Menteri P&K Daoed Joesoef menyerukan agar orangtua memperhatikan masa usia yang menentukan itu. Dr. Singgih Gunarsa, ahli ilmu jiwa anak-anak, kepada TEMPO mengatakan, meski sesudah usia itu kemungkinan kecerdasan berkembang masih ada, "tapi hanya modifikasi yang sudah ada." Maksudnya, kalau pada usia di bawah lima tahun itu (balita) anak tidak mendapat rangsangan-rangsangan belajar, akan lebih sulit mendidik mereka. Orangtua Sibuk Masalahnya, kemudian, tidaklah berhenti pada seruju atau tidak setuju ada KB. Suara-suara dalam panel diskusi banyak memberikan kritik terhadap cara-cara penyelenggaraan KB di beberapa tempat di Jakarta ini. Meskipun tak ada pengajuan bukti-bukti kuat, suara-suara itu pantas diperhatikan. Ialah soal besarnya biaya bagi yang hendak menitipkan anaknya di KB. Alasan mereka yang menyuarakan soal itu, karena "masyarakat kita sebagian besar masih miskin." Dan ke mana larinya keluhan itu, mungkin sudah bisa ditebak pemerintah harap turun tangan, agar semua anak balita berkesempatan ikut KB. Masalah berikutnya yang cukup rumit Soal hubungan KB dengan Taman Kanak-kanak. Surjono, atau lebih dikenal dengan nama Pak Kasur, jelas membedakan dua hal itu. Katanya, "kalau TK lebih memberikan pengetahuan, memberikan tingkat-tingkat kelas, KB lebih bersifat menekankan pada aspek bermain." Menurut penuntun anak-anak yang sudah berusia 65 tahun itu, "alam anak-anak adalah alam bermain," dan ini bisa diarahkan untuk melatih atau menumbuhkan "daya tangkap, daya pikir dan daya terima." Dan itu semua penting untuk bekal "masuk TK," katanya. Isom Sumhudi Ketua Ikatan Nasional Pekerja Sosiai Indonesia yang juga Penasihat Penelitian dan Pengembangan Departemen Sosial, yang mengamati KB yang ada di Jakarta ini menyimpulkan bahwa KB sepintas memang sama dengan TK hanya anak-anaknya lebih muda. Itu disetujui oleh seorang pengasuh KB di Jakarta. "Kegiatan KB dan TK sama saja, hanya usia anak-anaknya lebih muda," kata pengasuh tadi. Yang kemudian membingungkan ialah kalau kita hubunkan dengan keputusan pemerintah -- dalam hal ini Dep. P&K -- yang mengatakan TK menerima anak-anak umur 3 - 6 tahun. Nah, lalu -- kalau benar KB merupakan persiapan anak masuk TK --tentunya yang diterima di KB adalah anak-anak umur dua tahun saja. Melihat kenyataan bahwa KB-KB menerima juga anak-anak antara 3-5 rahun, memang perlu adanya pengaturan soal ini. sukan saja agar jelas hubungan antara KB dengan TK, tapi agar tidak memberikan kesan keliru. Kalau kita lihat ada KB yang memungut uang masuk Rp 50 ribu dan uang hulanan Rp 15 ribu, ditambah kenyataan bahwa untuk masuk TK tak perlu sertifikat dari KB, tak begitu keliru kalau kemudian orang mengatakan bahwa KB hanya kegiatan pengisi waktu sebelum masuk sekolah bagi anak-anak orang berada saja. Dengan demikian soal pentingnya rangsangan belajar buat anak-anak bahta, jadi tak diperhatikan lagi. Padahal menurut Menteri P&K Daoed Joesoef kepada EMPO, di Jakarta ini memang sudah perlu ada Ks. Di desa-desa mungkin belum diperlukan. Hanya masalahnya, demikian Daoed, apakah cara-cara penyelenggaraannya sudah tepat atau belum, itu perlu dibicarakan lagi. Ini sejalan dengan pendapat Seto Mulyadi, lebih dikenal dengan kak Seto, pengasuh KB Istana Kanak-kanak di Taman Ria Monas dan juga pengasuh KB Cikal Harapan. Kata Seto: "KB diperlukan kalau orangtua sibuk, atau anak itu hanya anak tunggal sehingga tak punya teman bermain di rumah." Ditambahkannya, kalau di masyarakat udah ada kegiatan semacam KB, misalnya di desa-desa yang masyarakatnya masih bersifat kolektif, mungkin KB belum perlu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus