Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Penangkapan dua orang pada Februari 2022 dan saat itu tenar dengan sebutan sultan, yakni Indra Kenz dan Doni Salmanan, telah menarik perhatian publik. Keduanya dijerat dengan pasal berlapis berhubungan dengan penipuan dan pencucian uang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Sebelum tertangkap, keduanya sedang naik daun sebagai sosok muda kaya raya dan sering tampil di televisi dan media sosial. Selain itu, mereka mempromosikan platform investasi online yang kemudian diketahui mereka bertindak sebagai pelaku afiliasi bekerjasama dengan platform tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Banyak orang yang terkecoh dengan promosi Indra dan Doni. Salah satunya karena keduanya bisa menampilkan wujud kisah sukses sebagai pengguna platform investasi yang dipromosikan. Di kemudian hari terungkap platform yang mereka promosikan adalah investasi ilegal yang secara sistem mirip judi, bukan investasi. Walhasil, ribuan orang yang terkecoh harus rela kehilangan uang.
Flexing adalah strategi Indra dan Doni dalam menjalankan aksinya. Flexing sendiri merupakan strategi pemasaran dengan cara memamerkan dan menampilkan gaya hidup mewah yang bisa menjadi daya tarik orang. Dalam kasus tertentu, ini mungkin bukan persoalan.
Flexing menjadi masalah ketika produk yang dipasarkan oleh pelaku ilegal atau berpotensi merugikan orang lain. Publik yang tertarik dapat mengalami kerugian jika terpancing promosi pelaku flexing. Faktanya, potensi penipuan investasi dengan modus flexing masih sangat mungkin terjadi saat ini atau kemudian hari.
Oleh karena itu, penting untuk tetap waspada dan memahami tanda-tanda penjual investasi melakukan flexing. Lantas, apa tanda-tanda orang melakukan flexing penipuan investasi?
Tanda mudah dikenali
Pengamat penipuan investasi Jubun, atau popular dipanggil Detektif Jubun, mengatakan tanda-tanda yang dapat dipahami dalam mengungkap apakah seseorang sedang melakukan flexing atau tidak mudah dikenali. Hal ini dimaksudkan agar masalah penipuan seperti kasus Indra dan Doni tidak terulang lagi karena merugikan masyarakat hingga miliaran rupiah.
“Hal utama yang perlu diamati adalah konten pembicaraan seseorang yang diduga melakukan flexing biasanya selalu tentang uang dan dengan mudah menyampaikan bahwa menjadi kaya itu mudah serta bisa dengan instan. Padahal, investasi yang sebenarnya enggak ada yang mudah. Investor yang sukses itu pasti juga berproses, melewati fase gagal demi gagal, dan tidak selalu berhasil,” jelasnya.
Selain itu, Jubun menambahkan, cara mengajak investasi juga umumnya bersifat memaksa. Berbeda dengan perusahaan investasi umumnya, nada ajakannya lebih halus dan memberikan pilihan.
“Kesannya seperti memaksa. Omongannya manis semua, seolah-olah tidak ada risiko rugi dari investasi yang ditawarkan,” tambahnya.
Selain mengamati orang yang mempromosikan, Jubun juga menyarankan untuk mencari tahu perusahaan yang dipromosikan orang tersebut. Banyak hal yang bisa ditelusuri untuk memastikan apakah perusahaan investasi tersebut asli atau penipu.
“Coba saja cek izinnya di situs Otoritas Jasa Keuangan. Cek juga rekam jejak perusahaan di Google dan berbagai platform media sosial. Kalau perlu, cari tahu alamat kantornya dan datangi langsung,” ujar Jubun.
Perusahaan investasi bodong umumnya tidak memiliki legalitas dan informasi yang jelas mengenai hal-hal mendasar. “Kalau orang yang mempromosikannya mencurigakan, perusahaan yang dipromosikan juga mencurigakan, sudah tinggalkan. Jangan terpengaruh untuk berinvestasi,” tegas Jubun.
Pilihan Editor: 7 Alasan Orang Suka Pamer Kekayaan seperti Mario Dandy
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik Tempo.co Update untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.