YANG santer mengeluh mengenai pelayanan perbankan BTN bukan nasabah -- penabung atau yang kredit rumah. Tapi perusahaan perumahan yang tergabung dalam perhimpunan REI. Dimulai dari akhir masa jabatan Ketua Siswono Judo Husodo dan diteruskan awal kepengurusan Ferry Sonneville yang baru sebulan terpilih. Awal pekan silam, Ferry menilai bahwa BTN sangat lambat mencairkan KPR (kredit pemilikan rumah), yang merupakan darah bagi usaha pembangunan rumah rakyat. Penilaian tersebut bersumber dari keluhan beberapa developer yang merasa dipersulit BTN. Misalnya, kala dulu BTN bisa menyelesaikan surat kesepakatan (CL) hanya dalanr tempo sebulan, mengapa akhir-akhir ini bisa sampai setengah tahun. Di Medan, misalnya seorang pengusaha real estate yang dihubungi TEMPO merasa dirugikan Rp 60 juta, karena CL yang diterimanya November lalu sempat diproses sekitar dua bulan lebih. Menurut sumber tersebut, 42 persyaratan yang dituntut BTN seperti surat izin usaha, girik tanah, pembebasan tanah, tes air -- sudah lengkap. Meski BTN Cabang Medan telah menyatakan kelengkapan itu, BTN Pusat sampai 6 kali meminta ulang, seakan-akan tidak mempercayai keabsahan hasil kerja bawahannya. Akibat kelambatan itu, perusahaan tersebut harus membayar percuma 10% bunga bank untuk pinjaman modal pembangunan 150 rumah. Sedangkan PT Panggung Sejahtera Artha Makmur, Jakarta, yang kini membangun perumahan sederhana di Bekasi, sudah enam bulan mengurus CL tapi sampai akhir bulan lalu belum juga keluar. Namun direktur utamanya, Nyonya Rully Wibisono, kelambatan belakangan ini bukan karena BTN menuntut begitu banyak persyaratan. "Itu karena rekan-rekan pengusaha yang dulu suka nakal, antara lain mengajukan daftar pemohon fiktif, sehingga BTN memperketat peraturannya," katanya. Sedangkan Kamaluddin Bachir, yang sudah bertahun-tahun membangun rumah BTN di Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jakarta, tak merasa pernah kena hambat. "Kalau semua persyaratan sudah dipenuhi, ya, semuanya beres-beres saja. Setahu saya, yang mengalami keterlambatan proses CL biasanya memang belum melengkapi persyaratan yang sudah sama-sama diketahui," katanya. Direktur Utama BTN, Sasonotomo, sendiri juga bilang begitu. Persyaratan yang dituntut BTN bukan dimaksudkan untuk menghambat. Sebab, bagaimanapun, ladang utama garapan BTN adalah penyaluran KPR itu. "Makin cepat uang diputarkan, semakin menguntungkan, dan tentu saja semakin cepat pula tercapai target pembangunan perumahan," ujar Sasonotomo. Dalam dua setengah tahun pertama Pelita IV, menurut Sasonotomo, BTN telah menyalurkan KPR sebanyak Rp 805,4 milyar. Dana itu untuk 144 864 rumah, padahal target yang dipatok 136.595. Adapun begitu banyaknya persyaratan yang dituntut BTN sejak April lalu, menurut Sasonotomo, dimaksudkan sebagai pengarahan ke profesionalisme. Sekarang ini, harus diakui, masih banyak perusahaan yang belum mengerti. Bahkan kantor-kantor cabang BTN, yang seharusnya menjadi penyaring, masih sering bocor. Maka, wajar kalau keluhan seperti dari Medan bahwa ada CL yang beberapa kali harus dikembalikan pusat ke BTN Cabang untuk dicek lebih teliti. Bahkan mulai April mendatang, menurut Dirut BTN, kepada perusahaan perumahan akan dikenakan saringan baru berbentuk persyaratan tabungan uang muka (TUM). Masyarakat yang hendak membeli rumah dengan fasilitas KPR diharuskan menyediakan uang muka di BTN. Sampai sekarang, uang muka masih bisa diterima langsung oleh perusahaan perumahan. Tapi, nantinya, uang muka-dalam bentuk TUM itu akan ditahan BTN sampai perusahaan rampung membangun. Penilaian bangunan perumahan yang akan dijual dengan fasilitas KPR BTN, tampaknya, akan ditangani kembali oleh BTN. Konon, BTN telah mulai merekrut ribuan tenaga penilai sendiri. PT Insal Utama yang ditunjuk sebagai penilai, sebagai hasil kesepakatan antara BTN dan perusahaan perumahan tahun silam, rupanya tidak disukai beberapa kalangan, antara lain pemerintah daerah dan Departemen Pekerjaan Umum, serta beberapa developer. Perusahaan ini pun dianggap sebagai salah satu penghambat kelancaran proses CL. Direktur Utama Insal Utama, Gilbert Wiryadinata, mengungkapkan kepada TEMPO bahwa perusahaannya baru bekerja di daerah percobaan Jawa Timur. Selama setahun ini ada 6.000 permohonan CL di sana, tapi yang lolos saringan hanya sekitar 700. Bisa dibayangkan kalau banyak pengusaha yang kecewa. Bahkan konon ada yang berusaha menyogok setelah terbukti, antara lain, konstruksinya tidak beres, atau mengaku luas tanah yang dikuasainya ada 20 ha terbukti hanya 5 ha. Pengurus REI setelah berdialog dengan direksi BTN, pekan silam, tampaknya bisa mengerti kebijaksanaan BTN. Sebaliknya pihak BTN, menurut Ketua REI, sangat terbuka. Bahkan, menurut Ferry, BTN telah menawarkan bantuan baik perusahaan perumahan yang kehilangan likuiditas akibat ketatnya persyaratan BTN sejak April lalu. "Tapi itu melihat kasus demi kasus," tutur Ferry. Sasonotomo sendiri mengatakan kepada TEMPO bahwa BTN telah menawarkan beberapa keringanan. Mulai minggu ini, realisasi kredit tidak lagi dari kantor pusat lewat kantor cabang baru ke rekening developer, tapi langsung dari kantor pusat ke developer. Sebaliknya, urusan pencalran dana jaminan, antara lain untuk sertifikat tanah, yang dulunya mesti di pusat, kini bisa diselesaikan kantor cabang. Sertifikat jamiran bestek tetap merupakan tanggungan developer. Tapi kalau perlu BTN yang menyelesaikannya, dengan risiko tentu 5% nilai proyek ditahan BTN. "Sekarang, tergantung developer, gesit apa tidak," ujar Sasonotomo. Max Wangkar, Laporan Biro-Biro
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini