TEKSTIL Indonesia di AS kini luntur. Bahkan nama baik beberapa perusahaan jadi kusam di pasar sana. Hal itu karena dua di antaranya tak dapat memenuhi transaksi. Kini mereka tengah diklaim. PT Fit U di Bandung dituntut Victor B. Handel Brothers Inc., dan PT Youngtex di Jakarta dituntut Medford International. Namun, pangkal semua itu, Fit U dan Youngtex menuding Departemen Perdagangan. "Sungguh ironis," kata Nyonya Wien Dewanta, Direktur Fit U. Perusahaan yang telah lancar mengekspor pakaian wanita ke AS itu Januari tahun silam diajak Departemen Perdagangan memperluas pasar, antara lain dengan mengikuti pameran tekstil di New York. Tahu-tahu, Departemen Perdagangan menciutkan jatah ekspor pakaian wanita perusahaan ini, tanpa memperhitungkan kontrak ekspor yang sudah telanjur dibuat dengan mitranya di AS. Akibatnya, perusahaan berstatus BRO (bukan PMA atau PMDN, karena telah lahir sebelum adanya BKPM), menurut Wien, langsung rugi sekitar US$ 1,6 juta. LC yang sudah dibuka importir AS, sebesar US$ 1,1 juta, tidak bisa dicairkan. Lebih merana karena mitranya beralih pandang ke Korea Selatan, sehingga ekspor Fit U terhenti sampai tujuh bulan. Menurut Dirjen Perdagangan Luar Negeri Departemen Perdagangan, B.M. Kuntjoro Jakti, semua itu terjadi -- asal tahu saja karena Fit U... menipu. Perusahaan itu berstatus Eksportir Terdaftar Produksi Tekstil (ETPT), artinya ekspornya adalah hasil produksi sendiri, tapi setelah dicek Inspektorat Perdagangan Luar Negeri, katanya, ternyata Fit U tidak memiliki mesin produksi sweater. Barang yang diekspornya dibeli dari luar. Sehingga, seharusnya Fit U berstatus eksportir nonprodusen. Dari itu, masih kata Kuntjorojakti, Fit U merugikan produsen lain yang berstatus ETPT. Tuduhan itu dibantah. Fit U, yang kini tengah berusaha mencari penyelesaian lewat pengadilan untuk kuotanya yang dibekukan menurut Wien Dewanta, tidak benar kalau disebut bukan produsen sweater. Perusahaan toh memiliki 500 mesin. Memang sebagian yang diekspor berasal dari industri kecil tapi itu dilakukannya sebagai bapak angkat, sesuai dengan anjuran Departemen Perindustrian. SEMENTARA itu, importir di AS, Victor B. Handel, lewat kuasa hukumnya di Indonesia, Rudy A. Lontoh dan Denny Kailimang, menuntut Fit U dan Departemen Perdagangan. Belum jelas bagaimana bentuk tuntutannya. Namun, pihak Departemen Perdagangan tampaknya tak mau diajak omong. "Bila Fit U mau menuntut, silakan. Tindakan negara adalah mengoreksi tindakan pengusaha yang tidak jujur. Sedangkan perusahaan asing yang merasa dirugikan, kenapa tidak memeriksa dulu kredibilitas Fit U," jawab Dirjen Kuntjoro Jakti. PT Youngtex, pertengahan bulan lalu, juga tengah diklaim importir AS. Perusahaan PMA pionir Hong Kong berlokasi di Jakarta itu telah mengirim handuk sebanyak 500 pon ke AS. Namun, pabean AS memblokirnya, karena kuota Indonesia sudah habis. Akibatnya, Youngtex harus membayar sewa gudang, pelabuhan, dan membayar bunga bank yang terus membesar sampai bernilai US$ 300.000. Seorang manajer eksekutif Youngtex yang ditemui TEMPO mengakui adanya kasus itu. "Sementara, kami tak bisa bilang banyak, karena sedang ditangani pemerintah," katanya. Sementara sumber lain menilai, kedua kasus di atas sebenarnya tidak usah terjadi seandainya hubungan pengusaha dengan Departemen terjalin baik. "Seharusnya Departemen Perdagangan mengumumkan saja daftar para penerima kuota," ujar sumber tadi, agar semuanya jadi jernih.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini