Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Zamrud Lenyap Dari Katulistiwa

PT Aoa Zamrud Aviation Corp dinyatakan bangkrut, kekayaan perusahaan tak mencukupi untuk mengembalikan pinjaman pada BBD sebesar rp 361 juta. Karyawan menuntut pesangon. (eb)

13 Februari 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUDAH setahun lebih calon penumpang di Pelabuhan Udara Ngurah Rai (Denpasar) tak melihat sejumlah orang ramai-ramai mendayung baling-baling pesawat DC-3 Dakota. Pesawat tua milik PT AOA Zamrud Aviation Corp. itu, karena kelangkaan suku-cadang memang selalu harus diengkol jika hendak meng udara. Dalam kerentaannya, tiga Dakota yang biasa menjelajah wilayah udara Bali sampai Nusa Tenggara Timur itu kini dibiarkan tergolek bagai onggokan aluminium tua di pelabuhan udara Ngurah Rai dan Ruteng. Kendati perusahaan penerbangan yang didirikan 1968 itu sudah dinyatakan bangkrut, sejumlah karyawannya seminggu sekali masih suka bertandang di kantornya di Jalan Wahidin No. 1, Denpasar. "Supaya hubungan persaudaraan tidak putus," ujar Gde Jensen, salah satu dari bekas) 47 karyawannya di situ. Di kantor berlantai tiga itu, dengan meja dan kursi berselimut debu, mereka seperti tak habisnya membicarakan kesialan perusahaan. Sebuah sumber TEMPO di Denpasar menyebutkan Zamrud berutang pada Bank Bumi Daya sebesar Rp 360 juta. Ini belum dihitung bunga. Padahal kekayaan perusahaan itu--berupa kantor tua, sebuah hanggar yang belum jadi dan rongsokan tiga Dakota itu -- tak lebih dari Rp 200 juta. Sebuah mobil jip Nissan tua yang dulu sering tampak di Ngurah Rai, sejak pertengahan tahun lalu sudah "diuangkan": laku Rp 400 ribu, dan konon digunakan untuk mengongkosi delegasi karyawan menghadap direksi di Jakarta memprotes keputusan pernyataan likuidasi. Ketika dihubungi TEMPO, Omar Abdalla, Direktur Utama BBD tak bersedia menerangkan besarnya pinjaman tadi. "Itu rahasia bank," jawabnya. Tapi ia membenarkan BBD pernah (1968-1975) membiayai Zamrud. Uluran tangan itu kemudian distop karena perusahaan tersebut dianggap tak menunjukkan perkembangan yang baik. Sanggupkah Zamrud mencicil utang-utangnya? "Yah itulah yang kami sebut sebagai piutang ragu-ragu," kata Omar Abdalla. Dan mengingat sampai kini perusahaan penerbangan yang tinggal nama itu belum lagi bisa mencicil pin jamannya, bisa diduga BBD sendiri menganggap piutang tersebut sebagal sesuatu yang tak bisa ditagih lagi (writeoff). Kenapa? Menurut Omar Abdalla, assets (kekayaan) perusahaan itu kini bisa dibilang tak ada artinya. "Yang masih punya nilai tinggal izin usahanya sendiri," katanya. Dengan kata lain perusahaan itu nilainya kini menyerupai sebuah koran (majalah) yang sudah lama tidak beredar tapi masih memegang SIT (Surat Izin Terbit). Jadi jika ada peminat, izin usaha Zamrud itu bisa saja diambil-alih (dibeli). Namun mengingat menurunnya kegiatan eksplorasi minyak, dan lesunya bisnis perkayuan, Zamrud, yang dulu merupakan salah satu usaha PT Tri Usaha Bakti (Jakarta), tampak akan sulit mencari pembeli. Usaha menolong tiga Dakota Zamrud itu, tampaknya sulit dilakukan. Untuk mendapatkan suku-cadang ke pabrik pembuatnya, McDonnell Douglas di AS. memerlukan waktu lama. Sedangkan suku-cadang eks lokal kabarnya hanya bertahan selama 200 jam terbang. Si Dakota tadi agaknya memang harus dijual secara kiloan. Tapi siapa yang berhak menjual? Kabarnya Badan Urusan tiutang Negara (BUPN) sudah mengambil-alih sisa kekayaan Zamrud. "Kalau barang-barang itu dilelang, kami minta sebagian hasilnya diberikan kepada karyawan sebagai pesangon," kata Gde Jensen. Maklum, menurut dia, ketika direksi Zamrud April tahun lalu memutuskan hubungan kerja, karyawan yang berjumlah lebih 100 orang itu, belum diberi pesangon. Sementara itu, Merpati Nusanrara Airlines kini tampil sebagai juara penerbangan di kawasan Indonesia Timur itu. Di wilayah tersebut MNA mengoperasikan tujuh pesawat--sebelumnya hanya dua buah. "Tingkat pengisian kursi di MNA rata-rata mencapai 90%," kata John Soeratno, pimpinan MNA di Denpasar. Praktis Merpati terbang tanpa saingan di sana.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus