Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

<font color=#FF0000>Film Tua, Penonton Muda</font>

Sejumlah anak muda penyuka film tua punya kegiatan rutin menonton bersama. Film itu rata-rata buatan generasi kakek-nenek mereka.

23 Agustus 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Suasana seketika ramai dan heboh tatkala tersaji adegan perempuan Bali bertelanjang dada. Beragam celetukan jena ka mewarnai acara nonton bareng itu, karena penonton di kelompok ini memang tak dilarang berisik. Mereka berjumlah 15 orang juga duduk sekenanya, bersila di lantai, berdiri bersandar di rak buku, atau duduk di bangku.

Begitulah acara nonton bareng yang digelar Perpustakaan C2O di kawasan Jalan Cipto, Surabaya, pada akhir pekan dua minggu lalu. Film yang diputar adalah Kleur en Glorie onzer tropen buatan 1939. Film ini berkisah tentang catatan perjalanan seorang Belanda yang juga pembuat film dokumenter tersebut, Alphons Hustinx. Bermula dari kapal Johan van Oldenbarnevelt, Hustinx melakukan perjalanan darat ke Jawa, Madura, dan Bali.

Kathleen Azali, 29 tahun, adalah pemrakarsa acara nonton bareng sekaligus pemilik perpustakaan. Acara serupa rutin digelar saban Sabtu sejak Maret lalu. ”Gratis,” kata Kathleen. Semua film yang diputar adalah koleksi pribadi perempuan berkulit terang ini.

Hingga kini koleksi film Kathleen sekitar 900 judul, yang semuanya berbentuk cakram digital atau DVD. ”Koleksi saya tidak diputar di bioskop Indonesia,” kata Kathleen, yang juga pengajar desain komunikasi visual di Universitas Ciputra, Surabaya. Beberapa film tertua yang dimiliki Kathleen adalah Arrival of a Train at La Ciotat Station (1895), Le jardiniere et le petit espiegle (1895), dan Ca binet of Dr Caligari (1920).

Ketertarikan Kathleen mengoleksi film tua dipicu oleh buku Sejarah Film yang dia baca ketika kuliah. ”Awalnya tukar-tukaran film dengan teman. Saling pinjam,” ujarnya. Hingga akhirnya ia memutuskan mengoleksi. Semua film yang dia incar berdasarkan referensi dari buku-buku yang dibaca.

Perburuan Kathleen mendapatkan film klasik dari Surabaya hingga ke Jakarta dan Bandung. ”Kalau ke luar kota, saya sempatkan mencari film klasik,” kata Kathleen, yang mengaku tak memiliki anggaran khusus untuk mendapatkan film buruannya. Kathleen juga kerap menitip kepada temannya yang ke luar negeri untuk membeli film tertentu.

Awalnya koleksi film Kathleen hanya disimpan di lemari di rumahnya bersama buku koleksinya. Sekitar dua tahun lalu, ia mewujudkan keinginan membuka Perpustakaan C2O yang berseberangan dengan kantor Konsulat Jenderal Amerika Serikat di Surabaya. Ia juga berkeinginan memutar koleksi film itu untuk umum. Namun, karena tempat yang terbatas, Kathleen hanya mengundang teman-teman dekat atau komunitas C2O yang punya hobi sama.

Dalam setiap pemutaran film, disisipkan acara diskusi dengan mendatangkan ahli. Dalam acara akhir pekan lalu itu, mantan dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga, Dede Oetomo, dihadir kan sebagai narasumber. Kathleen juga menetapkan tema bulanan film yang diputarnya. ”Untuk Agustus ini temanya ragam kebuda yaan dan suku bangsa,” ujarnya.

Kegemaran ”generasi MTV” pada film klasik juga ditunjukkan Kharizma Ahmada, 21 tahun. Mahasiswa semester tujuh Universitas Dr Moestopo Jakarta ini me ngoleksi sekitar 20 judul film klasik. Di antaranya Dracula (1931), Ben-Hur (1959), The Sound of Music (1965), hingga film Charlie Chaplin berjudul The Great Dictator (1940). ”Saya suka setting kehidupan zaman dulu. Misalnya lanskap Kota New York dulu yang masih asli,” kata Kharizma.

Kegemaran Kharizma me ngoleksi film klasik dimulai saat awal kuliah. Ketika itu ia bersama ayahnya jalan pagi di pasar kaget di Puri Beta, Ciledug, Tangerang. Ayahnya membelikan The Sound of Music. ”Setelah nonton itu, saya suka melihat film klasik,” ujarnya. Sama seperti Kathleen, Kharizma tidak punya anggaran khusus untuk memburu film klasik.

Hobi Kharizma akan film klasik kemudian makin berwujud dengan ber dirinya Komunitas Klasik Indonesia, setahun silam. Bersama kakaknya, Citra Aisyah, yang juga menyukai hal-hal jadoel (zaman dulu), seperti pera botan dan tas, Citra mengembangkan kegiatan komunitas yang berkaitan dengan hal-hal yang tua, seperti jalan-jalan melihat kota tua, museum, dan menjajal resep makanan zaman dulu.

Atas prakarsa Kharizma, komunitas ini bekerja sama dan menggelar nonton bareng di Pusat Kebuda yaan Rusia pada Mei lalu, untuk memperingati 60 tahun hubungan diplomatik Rusia-Indonesia. Setelah memutar film klasik Rusia berjudul Cranes Are Flying (1958), digelar diskusi bersama Berty Ibrahim, peraih Piala Citra 2004. ”Intinya di komunitas ini adalah belajar dan berbagi pe ngetahuan tentang hal-hal klasik,” kata Citra, Ketua Komunitas Klasik Indonesia.

Kegemaran anak-anak muda yang pantas menjadi cucunya pada film klasik ini menggembirakan hati tokoh film nasional Misbach Yusa Biran, 77 tahun. ”Itu bagus sekali,” kata suami aktris Nani Widjaja ini. Menurut Misbach, jarang ada anak muda yang memberi perhatian terhadap film klasik, apalagi pada masa sekarang, tatkala film dengan teknologi tinggi menyaji kan imaji lebih bagus, marak, dan sangat mudah dinikmati.

Misbach berharap kedemenan anak-anak muda ini berlanjut hingga ke tindakan preservasi film klasik Indonesia. Sekitar 600 judul film Indonesia mulai 1930 disimpan dalam ruangan 20 x 20 meter di Pusat Perfilman H Usmar Ismail, di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan. Untuk membuat film tetap awet, perlu suhu stabil 5 hingga 7 derajat Celsius dengan kelembapan 45 persen.

”Butuh biaya besar untuk memelihara film,” kata Misbach.

Tito Sianipar, Kukuh S. Wibowo (Surabaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus