Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

"Mati", Kata Dokter. Tapi Ia Hidup

Bayi yang dinyatakan meninggal oleh dokter puskesmas uki, cawang, ternyata masih bernafas dan dirawat di rscm, karena penyakit sesak nafas. pihak puskesmas tidak memberikan penjelasan yang memuaskan.

17 Desember 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NAMANYA A Hoat. Tanggal 8 Desember usianya 51 hari. Kecil-kecil sudah bikin geger. Tanggal yang baru lalu dia telah dinyatakan meninggal oleh dokter. Tapi nyatanya nafasnya masih mengalir dan jantungnya masih berdegup, sampai saat ini. Sekarang dia tinggal di dalam lemari incubator, peti kaca pengeram, di ruangan paling belakang dari bangsa anak-anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta. Dia menyedot susu LLMnya dalam peti itu diamati oleh ibu bapanya yang piket bergantian di balik kaca. Sebenarnya sudah untuk kedua kalinya dia berada di rumahsakit tersebut. Yang pertama kali ketika dia dilahirkan. Belum cukup bulan baru tujuh bulan di kandungan tiba-tiba dia sudah memaksakan diri untuk melihat alam semesta ini. Dia terpaksa menginap di lemari pengeram dan ke dalam rongga hidungnya disisipkan slang pengmantau oksigen, untuk membantu pernafasan. 25 hari dia terkurung, baru boleh pulang. 2 Desember yang lalu kedua orangtuanya membawanya ke Puskesmas Cawang, puskesmas yang diurus oleh Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia. Soalnya puskesmas tersebut paling dekat ke rumahnya. A Hoat sesak nafas dan masuk angin, kata ibunya. Dia datang ke sana dengan sebuah mobil, diantar oleh kedua orang tuanya. Dia sempat menangis sebelum mobil menikung ke puskesmas yang bertingkat dengan halaman yang luas itu. Bernafas, Kok Dengan secarik karcis seharga Rp 50, kedua orang tuanya masuk ke ruangan pemeriksaan bagian anak. Di situ menunggu dr SML Toruan. Sebagaimana biasa, sebagai orang tua yang sedang cemas, mereka memohon pertolongan dokter tersebut. Lantas A Hoat dibaringkan di meja pemeriksaan. Toruan mendengarkan debaran jantungnya lewat stetoskop. Beberapa saat kemudian dokter melepaskan alat pemeriksa itu dari dada A Hoat. Lantas dia menggoyang-goyangkan tubuh orok itu dengan kuat hingga meninggalkan bekas tangannya di tubuh bayi itu. Daun stetoskop itu kemudian dia letakkan kembali persis di atas jantung. Wah maaf. Anak nyonya sudah tak ada, jantungnya sudah berhenti, ujar si dokter tiba-tiba. Atas permintaan dr SML Torulah sebagaimana diceritakan oleh ibu A Hoat kepada wartawan TEMPO si bayi disingkirkan ke pinggir, untuk memberi kesempatan bagi bayi-bayi yang sedang menunggu di luar. Dengan hati yang pedih kedua orang tua membawa anaknya itu agak ke pojok. Tapi di situ kami lihat anak kami masih bernafas. Pernah sekali. Dia memang tidak menangis kata ibunya Lilis. Cepat nyonya Lilis menghampiri dr SML Toruan. Dokter, tolonglah dia masih bernapas kok," pintanya. "Menurut cerita si ibu, ternyata permintaannya itu tidak menggugah. Toruan malahan menyahut dengan tajam: "Apa kamu tidak percaya kepada saya?". Dengan hati ciut dia menyingkir dari depan dokter itu. Berkerumun Di pembaringan anknya ini, dia masih melihat A Hoat bernafas. Ketika seorang zuster menghampiri, Lilis berkata: "Zuster tolonglah beritahu dokter, anak saya masih bernafas." Zuster menyampaikan permintaan itu pada doketr. Tapi Toruan bapaknya, tetap tidak memberikan reaksi untuk melakukan pemeriksaan kembali. Dia terus menulis di mejanya. Kertas itulah yang kemudian dia berikan kepada Lilis. Isinya menyatakan bahwa anak tersebut telah meninggal ketika diperiksa dan surat itu diberikan untuk mengurus penguburan. Dengan digendong Sutrisno, ayahnya (nama yang juga digunakan untuk AHoat ketika dia diperiksa), anak itu dibawa ke luau. Ketika melewati kerumunan pasien yang menunggu giliran, anak di gendongan itu tiba-tiba menangis. Orang-orang pada berkerlllnun melihatnya. Kedua orangtuanya tidak berusaha lagi untuk masuk ke kamar periksa. Mereka lantas meninggalkan puskesmas itu setelah uang pembeli karcis Rp 350 dikembalikan. Meskipun dokter telah menyatakan anak itu meninggal, kedua orangtuanya masih bersikeras untuk mencari bantuan. Ketempat lain. Akhirnya mereka sampai di RSCM. Sesampainya di rumahsakit ini, surat keterangan tadi baru dibaca oleh kedua orangtuanya. Kontan mereka menangis. A Hoat dimasukkan ke bagian anak dengan diagnosa Respiratory Distress Syldrome. Penyakit sesak nafas yang diakibatkan oleh organ pernafasan yang belum bekerja sempurna. Karena itulah dia mendapat bantuan pernafasan. Dia kelihatan sehat, kata seorang dokter yang dinas di hagian anak RSCM. Susah Tidak jelas mengapa dr Toruan tidak mau memberikan reaksi terhadap keterangan orang tua maupun zuster yang mellgatakan bahwa anak tersebut masih bernafas. Ketika dia dihubungi di rumahnya, seraya menghirup rokoknya dalam-dalam dia berkata: Sepatah atapun saya tak bisa memberikan keterangan. Suku Dinas Kesehatan yang akan memberikan keterangan. Bukannya saya melepaskan tanggungjawab, tapi soalnya kasus itu terjadi di puskesmas yang secara organisatoris berada di bawah suku dulas kesehatan. Lain soalnya kalau dia terjadi pada praktek pribadi saya. Dibujuk bagaimana pun dia nampak tak mau memberikan keterangan tentang peristiwa tersebut. Meskipun peristiwa itu terjadi tanggal dan disiarkan secara luas oleh harian Kompas tangal 7 Desember di kantor Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur, laporan resmi mengenai kejadian itu masih belum terselesaikan juga. Belum ada keterangan resmi. Dan keterangan hanya akan diberikan oleh kepala dinas kesehatan DKI dr Herman Soesilo. Sebab kalau kami berikan sekarang, bisa sulit, jawab dr Zainal Sayat. Tetapi menurut sebuah sumber dr Toruan dalam laporannya bersikeras untuk menyatakan bahwa anak itu telah meninggal ketika dia periksa. Dan tidak jelas apakah dalam laporannya itu dia juga kemukakan tentang permintaan orangtuanya sendiri ataupun lewat suster supaya dia memeriksa ulang kembali, karena anak itu ternyata masih bernafas beberapa menit setelah dia nyatakan meninggal. Suatu keputusan yang jadi masih ditunggu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus