NAMANYA A Hoat. Tanggal 8 Desember usianya 51 hari. Kecil-kecil
sudah bikin geger. Tanggal yang baru lalu dia telah dinyatakan
meninggal oleh dokter. Tapi nyatanya nafasnya masih mengalir dan
jantungnya masih berdegup, sampai saat ini.
Sekarang dia tinggal di dalam lemari incubator, peti kaca
pengeram, di ruangan paling belakang dari bangsa anak-anak Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta. Dia menyedot susu LLMnya dalam
peti itu diamati oleh ibu bapanya yang piket bergantian di
balik kaca.
Sebenarnya sudah untuk kedua kalinya dia berada di rumahsakit
tersebut. Yang pertama kali ketika dia dilahirkan. Belum cukup
bulan baru tujuh bulan di kandungan tiba-tiba dia sudah
memaksakan diri untuk melihat alam semesta ini. Dia terpaksa
menginap di lemari pengeram dan ke dalam rongga hidungnya
disisipkan slang pengmantau oksigen, untuk membantu pernafasan.
25 hari dia terkurung, baru boleh pulang.
2 Desember yang lalu kedua orangtuanya membawanya ke Puskesmas
Cawang, puskesmas yang diurus oleh Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Indonesia. Soalnya puskesmas tersebut paling
dekat ke rumahnya. A Hoat sesak nafas dan masuk angin, kata
ibunya. Dia datang ke sana dengan sebuah mobil, diantar oleh
kedua orang tuanya.
Dia sempat menangis sebelum mobil menikung ke puskesmas yang
bertingkat dengan halaman yang luas itu.
Bernafas, Kok
Dengan secarik karcis seharga Rp 50, kedua orang tuanya masuk
ke ruangan pemeriksaan bagian anak. Di situ menunggu dr SML
Toruan. Sebagaimana biasa, sebagai orang tua yang sedang
cemas, mereka memohon pertolongan dokter tersebut. Lantas A
Hoat dibaringkan di meja pemeriksaan. Toruan mendengarkan
debaran jantungnya lewat stetoskop. Beberapa saat kemudian
dokter melepaskan alat pemeriksa itu dari dada A Hoat. Lantas
dia menggoyang-goyangkan tubuh orok itu dengan kuat hingga
meninggalkan bekas tangannya di tubuh bayi itu. Daun stetoskop
itu kemudian dia letakkan kembali persis di atas jantung. Wah
maaf. Anak nyonya sudah tak ada, jantungnya sudah berhenti,
ujar si dokter tiba-tiba.
Atas permintaan dr SML Torulah sebagaimana diceritakan oleh ibu
A Hoat kepada wartawan TEMPO si bayi disingkirkan ke pinggir,
untuk memberi kesempatan bagi bayi-bayi yang sedang menunggu di
luar. Dengan hati yang pedih kedua orang tua membawa anaknya itu
agak ke pojok. Tapi di situ kami lihat anak kami masih
bernafas. Pernah sekali. Dia memang tidak menangis kata ibunya
Lilis.
Cepat nyonya Lilis menghampiri dr SML Toruan. Dokter,
tolonglah dia masih bernapas kok," pintanya. "Menurut cerita
si ibu, ternyata permintaannya itu tidak menggugah. Toruan
malahan menyahut dengan tajam: "Apa kamu tidak percaya kepada
saya?". Dengan hati ciut dia menyingkir dari depan dokter
itu.
Berkerumun
Di pembaringan anknya ini, dia masih melihat A Hoat bernafas.
Ketika seorang zuster menghampiri, Lilis berkata: "Zuster
tolonglah beritahu dokter, anak saya masih bernafas." Zuster
menyampaikan permintaan itu pada doketr. Tapi Toruan
bapaknya, tetap tidak memberikan reaksi untuk melakukan
pemeriksaan kembali. Dia terus menulis di mejanya. Kertas itulah
yang kemudian dia berikan kepada Lilis. Isinya menyatakan bahwa
anak tersebut telah meninggal ketika diperiksa dan surat itu
diberikan untuk mengurus penguburan.
Dengan digendong Sutrisno, ayahnya (nama yang juga digunakan
untuk AHoat ketika dia diperiksa), anak itu dibawa ke luau.
Ketika melewati kerumunan pasien yang menunggu giliran, anak di
gendongan itu tiba-tiba menangis. Orang-orang pada berkerlllnun
melihatnya. Kedua orangtuanya tidak berusaha lagi untuk masuk ke
kamar periksa. Mereka lantas meninggalkan puskesmas itu setelah
uang pembeli karcis Rp 350 dikembalikan.
Meskipun dokter telah menyatakan anak itu meninggal, kedua
orangtuanya masih bersikeras untuk mencari bantuan. Ketempat
lain. Akhirnya mereka sampai di RSCM. Sesampainya di rumahsakit
ini, surat keterangan tadi baru dibaca oleh kedua orangtuanya.
Kontan mereka menangis. A Hoat dimasukkan ke bagian anak dengan
diagnosa Respiratory Distress Syldrome. Penyakit sesak nafas
yang diakibatkan oleh organ pernafasan yang belum bekerja
sempurna. Karena itulah dia mendapat bantuan pernafasan. Dia
kelihatan sehat, kata seorang dokter yang dinas di hagian anak
RSCM.
Susah
Tidak jelas mengapa dr Toruan tidak mau memberikan reaksi
terhadap keterangan orang tua maupun zuster yang mellgatakan
bahwa anak tersebut masih bernafas. Ketika dia dihubungi di
rumahnya, seraya menghirup rokoknya dalam-dalam dia berkata:
Sepatah atapun saya tak bisa memberikan keterangan. Suku Dinas
Kesehatan yang akan memberikan keterangan. Bukannya saya
melepaskan tanggungjawab, tapi soalnya kasus itu terjadi di
puskesmas yang secara organisatoris berada di bawah suku dulas
kesehatan. Lain soalnya kalau dia terjadi pada praktek pribadi
saya. Dibujuk bagaimana pun dia nampak tak mau memberikan
keterangan tentang peristiwa tersebut.
Meskipun peristiwa itu terjadi tanggal dan disiarkan secara luas
oleh harian Kompas tangal 7 Desember di kantor Suku Dinas
Kesehatan Jakarta Timur, laporan resmi mengenai kejadian itu
masih belum terselesaikan juga. Belum ada keterangan resmi. Dan
keterangan hanya akan diberikan oleh kepala dinas kesehatan DKI
dr Herman Soesilo. Sebab kalau kami berikan sekarang, bisa
sulit, jawab dr Zainal Sayat.
Tetapi menurut sebuah sumber dr Toruan dalam laporannya
bersikeras untuk menyatakan bahwa anak itu telah meninggal
ketika dia periksa. Dan tidak jelas apakah dalam laporannya itu
dia juga kemukakan tentang permintaan orangtuanya sendiri
ataupun lewat suster supaya dia memeriksa ulang kembali, karena
anak itu ternyata masih bernafas beberapa menit setelah dia
nyatakan meninggal. Suatu keputusan yang jadi masih ditunggu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini