Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

10 Tanda Seseorang Memiliki Sifat Perfeksionis yang Ekstrem

Ada sejumlah tanda-tanda yang mengindikasikan seseorang memiliki sifat perfeksionis yang ekstrem.

17 Maret 2025 | 06.00 WIB

Ilustrasi stress ball. (Wikipedia)
material-symbols:fullscreenPerbesar
Ilustrasi stress ball. (Wikipedia)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Perfeksionis yaitu sikap atau pola pikir yang menginginkan segala hal dilakukan dengan sempurna, sering kali dipandang sebagai dorongan untuk mencapai hasil terbaik. Namun, ketika sifat ini berkembang menjadi berlebihan, dampaknya bisa merugikan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lantas, apa saja kah tanda-tanda yang mengindikasikan seseorang memiliki sifat perfeksionis yang ekstrem atau berlebihan?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Perfeksionis bisa menjadi pedang bermata dua—di satu sisi, dapat mendorong seseorang untuk meraih pencapaian tinggi, tetapi di sisi lain, bisa menjadi beban yang merugikan. Semua tergantung pada sejauh mana sifat ini dikendalikan. 

Mungkin banyak yang telah mengetahui atau melihat bahwa seorang perfeksionis akan memiliki standar pribadi yang sangat tinggi bahkan tidak realistis dan kecenderungan untuk mengkritik diri sendiri secara berlebihan. Mereka menuntut kesempurnaan dalam segala hal dan tidak dapat menerima hasil yang kurang dari sempurna. Hal ini sering kali terlihat dalam bentuk kritik terhadap diri sendiri maupun orang lain, serta keinginan untuk mengontrol situasi dan orang-orang di sekitarnya.  

Merujuk pada laman Very Well Mind, berikut adalah 10 tanda-tanda seseorang memiliki sifat perfeksionis yang berlebihan:

1. Pola Pikir Hitam-Putih

Seperti individu berprestasi tinggi, perfeksionis juga menetapkan standar tinggi dan bekerja keras untuk mencapainya. Namun, perbedaannya adalah seseorang yang berprestasi tinggi dapat merasa puas setelah berusaha maksimal dan mencapai tujuannya. Sebaliknya, bagi seorang perfeksionis, hanya hasil sempurna yang bisa diterima—jika tidak, maka dianggap sebagai kegagalan.  

2. Terlalu Kritis terhadap Diri Sendiri dan Orang Lain

Perfeksionis cenderung lebih keras dalam menilai diri sendiri maupun orang lain dibandingkan individu berprestasi tinggi. Jika seseorang yang berprestasi tinggi dapat merasa bangga dengan pencapaiannya dan mendukung orang lain, perfeksionis justru lebih sering berfokus pada kesalahan dan kekurangan yang ada.  

Mereka sulit melihat sisi positif dari suatu hal dan lebih cepat menemukan ketidaksempurnaan. Saat sesuatu tidak berjalan sesuai harapan, mereka cenderung bersikap lebih keras dan menghakimi diri sendiri maupun orang lain.

3. Didorong oleh Rasa Takut

Orang dengan prestasi tinggi biasanya terdorong oleh keinginan untuk mencapai tujuan mereka dan bisa merasa puas dengan setiap kemajuan kecil. Sebaliknya, perfeksionis sering kali bertindak bukan karena ingin berhasil, tetapi karena takut gagal. Mereka merasa tertekan untuk mencapai kesempurnaan dan tidak bisa menerima hasil yang kurang dari itu.  

4. Memiliki Standar yang Tidak Realistis 

Perfeksionis cenderung menetapkan target yang terlalu tinggi dan sulit dicapai. Sementara individu berprestasi tinggi menikmati proses dan menantang diri mereka untuk melangkah lebih jauh setelah mencapai satu tujuan, perfeksionis justru menetapkan standar awal yang tidak realistis.  

Dengan ekspektasi yang terlalu tinggi, mereka sering kali tidak merasa puas dengan pencapaiannya sendiri. Bahkan ketika mereka berhasil, mereka tetap merasa belum cukup baik.  

5. Hanya Berfokus pada Hasil Akhir

Individu berprestasi tinggi bisa menikmati proses mengejar tujuan mereka, terkadang lebih dari sekadar pencapaian itu sendiri. Namun, perfeksionis hanya peduli pada hasil akhir. Mereka begitu terobsesi dengan mencapai tujuan dan menghindari kegagalan hingga lupa menikmati perjalanan dan proses berkembang.  

6. Merasa Sangat Kecewa saat Gagal  

Perfeksionis cenderung lebih sulit menerima kegagalan dibandingkan individu berprestasi tinggi. Jika seseorang yang berprestasi tinggi bisa segera bangkit setelah mengalami kekecewaan, perfeksionis justru terjebak dalam perasaan negatif dan menyalahkan diri sendiri ketika harapan mereka tidak terpenuhi.  

Selain merasa kurang bahagia, perfeksionis juga lebih rentan mengalami kecemasan tinggi dan kesejahteraan mental yang lebih rendah.

7. Takut Gagal  

Perfeksionis memiliki ketakutan terhadap kegagalan yang lebih besar dibandingkan individu berprestasi tinggi. Karena mereka sangat fokus pada hasil akhir dan merasa kecewa jika sesuatu tidak berjalan sempurna, kegagalan menjadi sesuatu yang menakutkan. Bahkan, mereka cenderung menganggap segala sesuatu yang kurang dari sempurna sebagai kegagalan, sehingga sulit bagi mereka untuk memulai hal baru.    

8. Menunda Pekerjaan (Prokrastinasi)  

Meskipun perfeksionisme sering dikaitkan dengan produktivitas tinggi, sifat ini justru bisa membuat seseorang lebih rentan menunda pekerjaan. Penelitian menunjukkan bahwa perfeksionis yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan situasi—disebut juga maladaptive perfectionism—lebih sering mengalami prokrastinasi.  

Hal ini terjadi karena mereka begitu takut melakukan sesuatu dengan tidak sempurna hingga akhirnya tidak melakukan apa pun. Semakin lama mereka menunda, semakin besar perasaan gagal yang muncul, menciptakan lingkaran setan yang sulit dihentikan.  

9. Sulit Menerima Kritik  

Bagi perfeksionis, hasil yang kurang sempurna bisa terasa menyakitkan dan menakutkan. Akibatnya, mereka cenderung bersikap defensif terhadap kritik, bahkan yang sifatnya membangun. Berbeda dengan individu berprestasi tinggi yang melihat kritik seba gai masukan untuk berkembang, perfeksionis sering kali merasa kritik adalah bentuk kegagalan dan cenderung menolaknya.

10. Rendahnya Harga Diri  

Orang yang sukses cenderung memiliki harga diri yang tinggi, namun ini tidak berlaku untuk perfeksionis. Meskipun perfeksionisme sering dikaitkan dengan harga diri yang lebih tinggi, orang dengan sifat perfeksionis cenderung menilai diri mereka secara kritis, yang justru menyebabkan rendahnya harga diri.  

Perfeksionis juga bisa merasa kesepian atau terisolasi karena sifat mereka yang kritis dan kaku, yang menjauhkan orang lain. Ini dapat membuat harga diri mereka semakin rendah dan berdampak buruk pada citra diri serta kepuasan hidup mereka, termasuk hubungan sosial yang mereka miliki.

Kelemahan Perfeksionisme

Penting untuk diingat bahwa Perfeksionisme yang sehat bisa mendorong seseorang untuk memberikan yang terbaik. Namun perfeksionisme yang tidak sehat, yang ditandai dengan fokus berlebihan pada kontrol dapat membawa hasil yang jauh lebih buruk.

Seorang perfeksionis bisa sangat pilih-pilih dan terlalu khawatir untuk memastikan segala sesuatunya sempurna, yang akhirnya berusaha mengontrol situasi atau orang lain. Ini bisa memengaruhi hubungan dengan orang lain. Perfeksionisme juga bisa menyebabkan tingkat stres yang lebih tinggi. Stres akibat perfeksionisme ini bisa memicu rasa cemas dan berhubungan dengan berbagai dampak negatif, termasuk gangguan makan, gangguan tidur, dan stres psikologis.

Jika Anda menyadari ada sifat perfeksionis dalam diri Anda, jangan putus asa. Menyadari bahwa perubahan mungkin diperlukan adalah langkah pertama yang sangat penting. Setelah mengenali bagaimana kecenderungan ini bisa berdampak negatif, Anda bisa mulai berusaha untuk mengambil pendekatan yang lebih sehat, yang tetap memungkinkan Anda untuk mencapai tujuan dengan lebih sedikit stres dan negatif.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus