Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ahli gizi Eva Kurniawati mengingatkan jangan sering dan rutin makan mi instan karena bisa berdampak buruk bagi tubuh, seperti obesitas dan sindrom metabolik. Anggota tim dokter spesialis RS Pelni itu mengatakan kandungan mi instan seperti karbohidrat, lemak, serta natrium tinggi namun rendah protein, serat, vitamin, dan mineral.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Obesitas merupakan penumpukan lemak berlebihan akibat ketidakseimbangan asupan energi yang masuk dan digunakan dalam waktu lama, sebut dokter yang tergabung dalam Perhimpunan Dokter Spesialis Gizi Klinik Indonesia itu. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskedas) 2018 menunjukkan prevalensi obesitas pada balita sebanyak 3,8 persen dan usia 18 tahun ke atas 21,8 persen. Angka ini menunjukkan kenaikan, khususnya pada usia di atas 18 tahun, bila dibandingkan dengan data Riskesdas 2013, yakni 15,4 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Obesitas bisa disebabkan beberapa faktor seperti makanan, kurang aktivitas fisik, stres yang menimbulkan inflamasi dan berujung penumpukan lemak, serta kurang atau kebanyakan tidur. Khusus untuk makanan, merujuk analisis survei konsumsi Kementerian Kesehatan pada 2014, sekitar 40,7 persen masyarakat Indonesia mengonsumsi makanan berlemak, kemudian 53,1 persen makan makanan manis, 93,5 persen kurang makan sayur dan buah, serta 26,1 persen kurang beraktivitas fisik.
Rekomendasi Kemenkes
Kementerian Kesehatan merekomendasikan Isi Piringku yang mengacu pada lima kelompok pangan, yakni makanan pokok, lauk-pauk, sayur, buah, dan air putih untuk mencegah obesitas. Rekomendasi ini membagi piring untuk sekali makan, sepertiga piring lauk pauk, sepertiga berisi buah, dua per tiga berisi sayuran, dan dua per tiga sisanya makanan pokok.
Selain itu, direkomendasikan pula minum delapan gelas air putih serta rutin beraktivitas fisik selama 30 menit per hari. Selain obesitas, studi yang dilakukan peneliti dari Harvard School of Public Health (HSPH) pada 2014 menunjukkan orang yang sering makan mi instan ditemukan lebih mungkin mengalami sindrom metabolik, obesitas, dan tekanan darah tinggi, kolesterol yang meningkatkan risiko penyakit jantung dan diabetes.
Dalam studi itu, para peneliti mempelajari 10.711 orang dewasa di Korea Selatan. Mereka mengamati dua pola diet yang berbeda di antara subjek, salah satunya tinggi asupan daging dan makanan olahan, termasuk mi instan. Peneliti menemukan ada hubungan antara sindrom metabolik dan konsumsi mi instan terlepas dari faktor pola makan lain. Khususnya pada wanita, yang makan mi instan setidaknya dua kali seminggu menunjukkan risiko sindrom metabolik 68 persen lebih tinggi.
Pilihan Editor: Perilaku Tak Seimbang sejak Kecil Picu Obesitas