Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Air untuk wabah ini wabah di sekitar kita

Wabah kolera menyerang bbrp daerah di jakarta. lingkungan hidup yang kotor tanpa sarana air minum dan jamban merupakan penyebabnya. bakteri kolera dalam jumlah 100 juta per mm3, merusak epithel usus. (ksh)

27 Agustus 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUASANA menjadi panik setelah wabah kolera merenggut nyawa puluhan korban di Jakarta. Ribuan orang antri untuk memperoleh perlindungan pada suntikan kotipa di daerah Pasar Minggu, dari daerah mana wabah ini mulai menjalar. Sekalipun pihak Departemen Kesehatan sudah mengeluarkan pernyataan tentang kurang bermanfaatnya vaksin kotipa tadi sebagai usaha pencegahan namun beberapa instalasi pemerintah sendiri masih menyodorkan permintaan untuk memperoleh vaksin ala kadarnya. Kabarnya 150 wisatawan Jepang mendadak menangguhkan kedatangannya ke Indonesia begitu mereka mendengar serangan kolera di sini. PM Fukuda beserta rombongannya tak urung membawa air sendiri dan berhati-hati dengan menunya selama perjalanan. Sikap berhati-hati itu bisa dimaklumi karena serangan penyakit yang begitu cepat. Jika pertolongan terlambat dalam tiga hari seseorang bisa 'lewat'. Sedangkan 48 korban yang jatuh selama sepuluh hari pada permulaan Agustus itu, merupakan angka kematian yang melonjak tinggi dari tahun sebelumnya. Sepanjang tahun 1976 hanya seorang meninggal dari 430 penderita yang terserang. Tahun ini bakteri kolera itu nampaknya membuat pukulan balasan setelah kekalahannya yang besar pada tahun 1976. Pada tahun 1974 korbannya 197 tapi tahun 1975 jumlah itu turun jadi 114. Berlipatgandanya pertambahan angka kematian tersebut - dan yang terkena adalah kota pusat pemerintahan membuat orang sampai lupa, bahwa di Ciamis. Palembang dan Ambon wabah serupa juga mengambil korban. Untunglah tidak lebih banyak dari masa sebelumnya. Lingkungan hidup yang kotor membuat penyakit ini muncul saban tahun. Usaha penangulangan yang dilakukan pemerintah ada juga hasilnya. SEjak 1969 dari tahun ke tahun angka kematian karena serangan kolera turun perlahan-lahan. "Karena penyakit ini endemis. Jika terjadi ledakan maka satu-satunya pekerjaan yang bisa dilakukan adalah menekan jumlah korban," kata Direkur Jenderal Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular Depkes dr Bahrawi Wongsokoesoemo. Jika tahun 1969 angka kematian mencapai 35,8 persen maka sampai 1976 angka itu sudah bisa ditekan menjadi 6,2 persen. Tahun lalu misalnya dari 44.000 kasus penyakit, 2700 yang meninggal. Meskipun masih menyangkut begitu banyak korban manusia, sudah ada kemajuan yang berarti. Sebab tahun 1974 dari 51.000 penderita 4500 yang meninggal. Penurunan angka kematian ini agaknya erat hubungannya dengan penyediaan sumber air minum bersih dan jamban keluarga yang dimasukkan dalam paket Inpres Samijaga (sarana air minum dan jamban keluarga). Untuk tahun ini saja uang yang disediakan untuk proyek ini meliputi Rp 8 milyar. Sarana air minum sehat ini terutama dibuatkan di daerah-daerah yang rawan kolera. Sampai sekarang sudah disediakan 63.594 buah sarana air minum sehat. Meliputi sumur pompa, perlindungan mata-air maupun tempat penampungan air hujan. Sedangkan jamban sudah mencapai 800.000 buah. "Penyediaan sarana air minum dan jamban keluarga ini bukanlah tujuan akhir. Dia adalah alat pencegah penyakit kolera. Kalau saja ada vaksin yang ampuh pemerintah tidak akan menempuh jalan yang cukup mahal ini," urai Bahrawi. Di samping itu, katanya penyediaan peralatan hidup primer itu bertujuan: Mendidik masyarakat bagaimana hidup sehat. Penyediaan sumber air bersih nampaknya mendapat sambutan dari penduduk terutama di daerah yang sulit sumber airnya selama ini. Seperti Gunung Kidul di Jawa Tengan dan Leles di Jawa Barat. Tapi penyediaan jamban keluarga mengalami sedikit hambatan. Maklumlah penduduk desa kadang sulit untuk meninggalkan kebiasaan lama. Lagi pula bentu dan harga yang baku (Rp 5000 per unit) untuk jamban ini membuat dia menjadi tempat kotoran yang terlalu mewah begitu sampai ke desa terpencil. Seringkali pejabat Departemen Kesehatan yang melakukan peninjauan ke daerah menemukan jamban itu masih dalam keadaan baru terus. Sudah hampir tiga tahun proyek sarana air minum dan jamban keluarga ini berjalan. Tapi pihak Departemen Kesehatan belum bisa memberikan gambaran yang tepat mengenai pengaruh fasilitas tersebut terhadap penyakit yang bersumber penularan pada air. Dalam sebuah survai yang diadakan Kantor Wilayah Kesehatan Jatim di Kalipenggung, Lumajang pada tujuh desa yang memperoleh penyediaan air bersih ternyata angka penderita penyakit pada saluran pencernaan turun dengan pasti. "Sesudah penyediaan air minum bersih dilaksanakan dalam dua atau tiga tahun kemudian akan terlihat penurunan pada penyakit diare. Tapi penyediaan makanan bersih perlu pula dipertahankan," kata Sanchez, seorang konsultan air minum WHO yang bekerja untuk Depkes. Keselamatan masyarakat dari serangan wabah nampaknya masih terus terancam. Sampai sekarang ini dalam catatan Wahyu Widodo, Kepala Direktorat Hygiene dan Sanitasi P3M, baru 8« juta penduduk pedesaan yang bisa dicapai oleh instalasi air bersih. Dan kotoran sebagai sumber penularan penyakit, masih saja bertebaran di mana-mana. Karena baru 12% dari penduduk desa yang memiliki WC sendiri. "Kita terlambat dalam penyediaan air bersih dan jamban ini. Beberapa negara di Amerika Latin pun yang sudah melaksanakannya sejak tahun 1948 masih belum bisa bebas dari kolera," kata Bahrawi. Dengan kata lain Inpres Samijaga yang dimulai sejak tahun 1974 tak bisa diharapkan dalam sebentar melenyapkan sumber kolera. Apalagi kalau dilihat di kota-kota yang padat penduduknya, sarana air minum maupun jamban tidak bisa dikatakan sudah cukup memenuhi syarat. Di kota-kota diperkirakan hanya 30% penduduk yang dapat menikmati air bersih. Sedangkan tempat pembuangan sampah dan kotoran belum terurus. "Kalau saya boleh mengkritik, para perencana kota kita yang banyak melawat ke luarnegeri hanya melihat kota-kota besar di sana dari luarnya saja. Mereka tidak melihat dalamnya. Bagaimana riol dan pembuangan sampah dibangun," ujar Bahrawi. Tragis juga melihat Jakarta yang bangun mendandani diri ternyata di perutnya masih berkecamuk kuman penyakit. Pasar Minggu dan Cilandak yang masih terbilang daerah Jakarta Raya masih sangat menyedihkan fasilitas penyediaan air bersih maupun pembuangan kotorannya. Melihat kenyataan ini dirjen Bahrawi gampang mengelak. "Samijaga tidak untuk kota. Di sini 'kan ada Perusahaan Air Minum," tangkisnya. Di beberapa tempat ditemukan kakus yang hampir bersatu dengan sumur. Orang-orang buang hajat di tanah landai yang airnya sudah timpas. Lalat mengerubungdi situ. Apakah bakteri yang membawa kematian itu semua bersarang di kotoran yang bertebaran atau di sumur yang hampir kering tak bisa dijelaskan. Cuma yang jelas korban-korban pertama dari wabah sekali ini termasuk tiga anak kecil yang meninggal dengan selisih waktu yang sangat berdekatam Seorang dari anak itu adalah pecandu es plastik yang di daerah itu juga disebut es Apollo. Dia dengan mudah memperolehnya dari orang tuanya yang menjual minuman tersebut. Orang-orang sekampung mulai curiga terhadap es. Sehari kemudian 8 orang anak menyusul meninggal. Dugaan orang semakin kuat terhadap es plastik, karena tiga dari anak yang meninggal itu adalah penggemar es yang mereka beli di pekarangan Sekolah Dasar Kebagusan, Jatipadang. Keesokan harinya warung yang berjejer di sepanjang jalan yang membelah Jatipadang kontan berhenti menerima jatah es itu dalam termos yang dipasarkan oleh pedagang yang datang dari Pasar Minggu. Tim yang segera dikirimkan oleh Ditjen Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular berkesimpulan bahwa wabah itu ditularkan lewat es. Beberapa pedagang pengecer minuman itu ikut pula diperiksa isi kotorannya. Dan ternyata di situ ditemukan bakteri kolera meskipun dia tak sampai jatuh sakit. Dari 48 korban 67,4% adalah anak-anak di bawah 15 tahun. Anak-anak ternyata paling rentan terhadap wabah penyakit ini. Setelah ditemukannya es sebagai sumber perantara, maka penyediaan air untuk masyarakat lapisan bawah mutlak dalam pencegahan penyakit kolera. Industri es plastik terutama ditemukan pada perumahan-perumahan rakyat yang belum mendapat bagian air bersih dari Perusahaan Air Minum. Industri perumahan itu tentu tak perlu dimatikan, asal air bersih sampai kepada mereka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus